GEMA JUMAT, 8 FEBRUARI 2019
Allah menciptakan manusia serta menganugerahkan akal. Dengan akal ini manusia diharapkan digunakan demi kemaslaharan umat. Meskipun demikian, Allah tidak meminta agar akal atau pendapat manusia harus sama.
Guru Besar Fakultas Adab dan Humaniora Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry Prof Eka Srimulyani mengatakan, perbedaan pendapatan itu biasa, lazim terjadi dalam banyak situasi, interaksi dan komunikasi kita dengan pihak lain. “Namun sayangnya ketika kelaziman ini tidak dikelola dengan baik, maka bisa memunculkan persoalan yang tidak lazim lagi, bahkan bisa berdampak serius untuk banyak hal,” pungkasnya kepada Gema Baiturrahman, Kamis (7/2) di Banda Aceh.
Dampak yang paling awal yang bila manusia tidak saling menghargai perbedaan pendapat adalah rusaknya silaturahmi dan terjadinya disharmoni, dan bila ini terjadi dalam sebuah tim kerja, bisa dipastikan akan menganggu kinerja, bila terjadi dalam keluarga atau keluarga besar juga memiliki dampak psikologis yang tidak menyenangkan bagi anggota keluarga. Makanya, perbedaan pendapat harus dapat dikelola dengan bijak.
Kondisi masyarakat sekarang, kalau dicermati dalam ragam diskusi yang ada di sekeliling kita, katakanlah lewat media sosial, sepertinya kita belum bisa menghargai perbedaan pendapat termasuk dalam hal-hal yang terkait dengan pilihan-pilihan individu. Misalnya, soal pilihan politik dalam pilpres.
Perbedaan pilihan pada momentum menjelang pemilu ini tidak jarang membuat disharmoni dalam silaturahmi dan persahabatan. Padahal kalau itu dapat disikapi dengan bijak dan dewasa, dan bahwa perbedaan pendapat dan pikiran ataupun pilihan adalah sesuatu yang wajar dan biasa, harusnya saling serang dalam komunikasi tidak perlu terjadi.
Ia menjelaskan, supaya terhindar dari komunikasi atau diskusi yang tidak produktif, maka ketika kita menyampaikan pendapat harus dilakukan dengan cara-cara yang sopan penyampaian pendapat harus dilakukan denga cara-cara yang sopan dan mengedepankan etika.
Dalam penyampaian pendapat kita juga harus menjaga supaya tidak menyerang pribadi, tapi fokus pada substansi atau materi diskusi atau komunikasi. Adakalanya harus menahan diri, memberi lawa kesempatan bicara dan tidak memotong pembicaranya apalagi meremehkan pendapatnya. Bagi yang tidak terbiasa, mungkin perlu ‘melatih’ diri karena kemampuan menahan diri dan dapat menata emosi kita perlukan untuk dapat berkomunikasi secara efektif dan produktif.
Hal senada disampaikan oleh Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Negeri (FISIP UIN) Ar-Raniry Dr Ernita Dewi. Katanya, manusia adalah makhluk yang unik, istimewa dan memiliki karakter tersendiri,yang berbeda satu dengan yang lain. Manusia juga memiliki pemikiran dan pendapat yang spesifik dan personal, yang tidak dapat dipaksakan untuk sama dengan orang lain.
Manusia tidak bisa diarahkan untuk mengatakan satu obyek itu sama,sebab cara pandang mereka berbeda. Oleh karena itu wujud dari sikap kita menghargai antar sesama adalah mengakui adanya perbedaan pendapat.
“Sikap kita dalam melihat perbedaan adalah menolerir perbedaan itu,selama tidak memuncul hal-hal yang menyimpang dengan ajaran agama kita,” paparnya.
Karena jika kita tidak mau berdamai dengan perbedaan maka akan muncul konflik vertikal maupun horizontal. Saat seseorang berbeda pendapat dan kemudian dilawan, maka orang tersebut tidak akan terima,lalu timbul amarah dan perlawanan.
“Untuk itu semua orang perlu merawat rasa toleran, dan sikap saling menghormati serta menghargai,dengan menempatkan perbedaan sebagai rahmat,” tutupnya. Zulfurqan