GEMA JUMAT, 15 MARET 2019
Shalat dapat mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar seperti yang disebutkan dalam Surat Al-A’nkabut ayat 45. Orang yang disiplin melaksanakan shalat niscaya kehidupannya senantiasa dalam kebaikan.
Meskipun demikian, masih banyak yang bertanya mengapa masih ada orang yang berbuat kejahatan padahal dirinya rajin melaksanakan shalat. Penceramah Ustaz Dr Syahbuddin Gade MAg menjelaskan bahwa shalat pasti dapat mencegah seseorang dari berbuat maksiat. “Kalau orang rajin shalat tapi masih suka munkar, kesalahannya terletak orangnya karena melaksanakan sesuai ajaran Islam,” ujarnya yang juga Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN AR-Raniry.
Ia menambahkan, ketika melaksanakan shalat sepatutnya kita menghadirkan Allah. Shalat sendiri merupakan komunikasi dengan Sang Mahakuasa. Shalat yang baik adalah kita melaksanakan seolah-olah kita melihat Allah. Kalaupun kita tidak bias melihat-Nya, kita harus yakin bahwa Allah pasti melihat kita.
Shalat tersebut seyogianya dilaksanakan dengan penuh kekhusyukan. Tata cara melaksanakan shalat juga perlu diperhatikan dengan agar sesuai ketentuannya. “Rukun dan syarat shalat harus kita penuhi dan berusaha khusyu’ dalam shalat,” terangnya.
Lanjutnya lagi, shalat memang kewajiban seorang muslim. Bagaimanapun kondisinya, ibadah satu ini tetap harus dilaksanakan. Bahkan, orang yang sakit parah, kalau kondisi fisiknya tidak memungkinkan shalat, maka dapat mengisyaratkannya dengan hati.
Sebagai seorang muslim, makna shalat perlu dipahami lebih mendalam. Shalat jangan dijadikan sebagai kewajiban belaka, melainkan kebutuhan hidup yang perlu dipenuhi. Orang yang demikian, selalu merasa ada yang kurang saat melakukan kegiatan apabila belum melaksanakan shalat.
Filosofi dalam Shalat
Hal senada disampaikan oleh Ustaz Dr Fauzi Saleh Lc MA. Katanya, shalat dapat memberi bimbingan spiritualitas seseorang sehingga terhindar dari keinginan berbuat kejahatan. “Shalat dapat memberi nilai control,” ujarnya yang juga Dosen Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry.
Ia menuturkan, seluruh komponen dalam shalat seperti niat, bacaan, beserta gerakan-gerakannya memiliki filosofi bagi kehidupan manusia. Niat pada awal melaksanakan shalat harus dilandasi dengan keikhlasan. Shalat itu dilaksanakan tanpa tujuan memamerkan kepada orang lain. Dengan demikian maka apapun ibadah kita selama itu ikhlas dilaksanakan senantiasa dibalas Allah.
Shalat itu sendiri dilaksanakan dengan memanfaatkan seluruh panca indera. Mulut untuk membaca bacaan shalat yang kemudian didengarkan telinga. Mata menunduk ke bawah mengarah ke sajadah.
Ia menjelaskan, jika dimaknai dalam kehidupan, bacaan shalat adalah doa-doa, tahmid, dan tahlil. Oleh karenanya, di luar shalat kita diharapkan mengucapkan perkataan-perkataan yang baik. Begitu juga dengan telinga, menjauhkannya dari mendengar ghibah ataupun namimah.
Sedangkan mata dapat dimaknai menundukkan pandangan dari sesuatu yang merusak hati, jiwa, dan hal merugikan lainnya. Selain itu, salah satu hal yang membatalkan shalat ialah makan dan minum dengan sengaja. Makna kehidupannya yakni, muslim tidak boleh memakan makanan yang haram, baik itu karena zatnya atau cara memperolehnya.
Gerakan-gerakan shalat juga harus dilaksanakan sesuai ketentuan. Kita tidak boleh melakukan gerakan-gerakan, misalnya menggerakkan anggota badan tiga kali berturut-turut, apalagi hingga mengganggu jamaah lain. “Gerakan shalat dan shalat berjamaah merupakan simbol kerukunan,” paparnya.
Ia menambahkan, pikiran dalam shalat ditujukan hanya kepada Allah. Di situ kita menundukkan hati serta meluruskan niat. “Sungguh, shalatku, ibadahku, hidup, dan matiku adalah untuk Allah, Tuhan Penguasa alam,” ucapnya mengartikan salah satu bacaan shalat.
“Filosofi shalat sebenarnya sangat jauh,” tutupnya. Zulfurqan