Gema, 28 Februari 2018
Oleh Dr. Sri Suyanta (Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry)
Di samping akhlak ikrar, akhlak shalat, akhlak puasa, akhlak zakat, dan akhlak haji, pengabdian kepada Allah juga dapat dilakukan dengan berbagi, seperti berkurban, menyelenggarakan akikah, mengeluarkan infak sedekah, memberi hadiah, menyediakan beasiswa sampai berwakaf.
Oleh karenanya, kita akan mengingat kembali tentang akhlak berbagi.
Pertama, berbagi apa saja sebaiknya dengan sesuatu yang disenangi dan kita sendiri senang melihatnya. Misalnya mau berkurban atau akikah, maka kita pilihkan hewan yang besar, gemuk, dan yang sehat bugar sehingga berkah daging sembelihannya.
Demikian juga saat hendak menyumbangkan pakaian layak pakai, perkakas atau lainnya. Malu rasanya memberikan sesuatu yang kita sendiri tidak suka melihat atau memakainya. Karena baik dan indah itu ada kesan umumnya
Kedua, tidak elok rasanya mengingat-ingat apalagi menyebut-nyebut selalu terhadap apapun yang telah dikeluarkan untuk jalan kebenaran.
Hal ini untuk memelihara amal yang telah dilakukan dan keberkahannya, sehingga tidak berpotensi sum’ ah atau riya.
Misalnya, saya yang telah menyumbang ini dan itu, membangun ini dan itu, berkurban setiap tahun, menyantuni fakir miskin setiap hari, dan seterusnya dan seterusnya.
Demikian juga tidak etis rasanya kita nenyebut-nyebut nama orang atau para pihak yang telah dibantu.
Misalnya si fulan telah saya sekolahkan, si fulin telah saya hajikan, si fulanah telah saya bantu sekian dan sekian. Dia hebat jadi orang karena bantuan saya, ia sukses karena dorongan yang saya berikan dan seterusnya.
Sekali lagi, semoga amal dan keberkahannya terpelihara dengan dengan tidak mengingat-ingat atau menyebut-nyebut kebaikan yang telah kita lakukan.
Sebaliknya jika kita dibantu oleh orang lain, maka sebaiknya kita harus ingat akan bantuannya, dan berdoa sembari terus berusaha agar kita diberi kemampuan membalas dengan lebih baik akan budi baik yang telah diberikan kepada kita.
Ketiga, tidak berharap dibalas kecuali dari Allah saja. Saat kita bisa berbagi mestinya lillah, karena Allah dan untuk menggapai ridha Allah bukan untuk popularitas; bukan untuk tebar pesona; juga bukan karena ada udang di balik batu alias punya maksud-maksud tertentu.
Keempat, menjadikan akhlak berbagi sebagai kebutuhan atau kelezatan hidup. Malu pada Allah bila hari raya idul adha kita tidak berkurban. Ikut sedih bila pada hari raya idul fitri masih ada anak dari tetangga kita yang menangis karena tidak ada makanan atau baju baru.
Belum enak hati, bila hari ini belum berbagi, misalnya belum bersedekah atau bulan atau tahun ini belum berinfak. Atau rasanya ada yang kurang pas bila hari ini tidak menolong orang lain. Dan seterusnya.