Dari Abu Musa Al Asy’ary r.a. berkata : Saya bersama dua orang sepupu datang kepada Nabi SAW kemudian salah seorang di antara keduanya berkata : Wahai Rasulullah! Berilah kepada kami suatu jabatan pada sebagian apa yang telah ‘Azza Wajalla kuasakan terhadap Tuan dan lain juga berkata seperti itu. Kemudian Nabi SAW bersabda : Demi Allah, aku tidak akan mengangkat seseorang dalam sesuatu jabatan yang ia memintanya atau seseorang yang sangat ambisi pada jabatan itu (H.R. Bukhari Muslim).
Nabi SAW sebagai seorang pemimpin akan bertemu berbagai masalah yang timbul di sekitar beliau yang harus diselesaikan dalam berbagai hal. Dalam hal ini didatangi sahabat Musa Al Asy’ary beserta 2 orang sahabat lainnya yang masih ada hubungan keluarga dengan Nabi SAW. Salah seorang dari 2 orang sahabat bermaksud meminta jabatan atau kedudukan dalam pemerintahan dan temannya yang lain juga meminta jabatan seperti itu. Mendengar hal itu Nabi SAW berpikir sejenak untuk memberikan jawaban kepada mereka. Nabi SAW tidak mau menerima permintaan itu. Beliau merasakan bahwa mereka belum mampu memahami bagaimana beratnya tanggung jawab dan bebannya seorang memimpin yang memangku suatu jabatan. Tanggung jawabnya demikian besar apalagi kalau kepemimpinannya tidak adil maka akan mendatangkan kehinaan dan penyesalan di akhirat kelak. Begitulah yang dikhawatirkan Nabi SAW bagi yang begitu ambisi menjadi pemimpin sehingga dengan demikian tidak diberikan hak maupun jatah untuk menduduki jabatan kepada yang meminta diangkat menjadi pemimpin publik.
Jika seorang yang begitu ambisius untuk memegang jabatan seringkali lalai dan lengah dalam memimpin serta kurang bertanggungjawab karena lebih memperturutkan keinginannya tanpa mempertimbangkan kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Lebih mengedepankan keinginan pribadinya ketimbang memperhatikan kepentingan orang banyak. Tidak membuat program kerja yang memprioritaskan kepentingan rakyat yang mendesak dan perlu segera dilakukan untuk kepentingan rakyat yang dipimpinnya. Kepentingan rakyat dapat terabaikan yang seharusnya mengelola kepentingan orang banyak akan mendatangkan kesejahteraan dan kemakmuran bagi rakyat yang dipimpinnya.
Pemimpin kurang peka melihat kepentingan yang urgen dan mendesak harus dilakukan sehingga rakyat dapat merasakan manfaat dari program kerjanya. Pemegang jabatan harus memiliki kapasitas dan kapabilitas serta membutuhkan penerimaan dari rakyatnya, dicintai juga didukung oleh rakyatnya dalam memperoleh jabatan yang disandangnya karena kepemimpinan harus diurus oleh orang berdedikasi dan berilmu pengetahuan untuk menduduki jabatan atau posisi itu. Demi menjaga dan mengedepankan kesejahteraan rakyat yang dipimpinnya oleh karenanya Nabi SAW tidak mau memberikan jabatan kepada seseorang yang berambisi untuk mendapatkannya yang pada akhirnya dapat kesengsaraan dan kemudharatan bagi dirinya sendiri di akhirat nanti. Wallahu a’lamu bishshawab