Penggunaan narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa sudah mencapai angka yang memperihatinkan. Badan Narkotika Nasional (BNN) mencatat bahwa pengguna narkoba di kalangan pelajar dan mahasiwa sebanyak 921.695 orang. Data ini diperoleh BNN diakhir tahun 2014.
Peningkatannya pun sangat signifikan. Pada 2010 tercatat ada 531 pengguna narkotika, jumlah itu meningkat menjadi 605 pada 2011. Setahun kemudian, terdapat 695 pengguna narkotika, 1.121 pengguna pada 2013, dan tercatat 921.695 orang pada 2014. Penyuluh Muda Diseminasi Informasi Deputi Bidang Pencegahan BNN, Eva Fitri Yuanita mengatakan,”Jumlah penyalahguna narkoba 2013 dilihat dari golongan usia, pelajarSMA merupakan pengguna yang paling tinggi angkanya.” Umumnya pengguna yang berada di kelompok 15–20 tahun menggunakan narkotika jenis ganja dan psikotropika seperti Sedatin (Pil BK), Rohypnol, Megadon.
Meskipun tindakan tegas sudah mulai diperlihatkan oleh Pemerintah RI dengan mengeksekusi mati pengedar dan bandar narkoba, akan tetapi kondisi rawan narkoba di kalangan pelajar ini membutuhkan penanganan holistik. Dari seluruh elemen yang terkait; orangtua, sekolah, masyarakat, penegak hukum, dan pemerintah.
Tak hanya tindakan kuratif manakala si pelajar atau mahasiswa telah terpapar narkoba. akan tetapi juga tindakan preventif, guna mencegah seorang pelajar terkena jerat narkoba. Hingga bila memungkinkan, seorang pelajar bisa menjadi penggerak aksi anti narkoba bagi keluarga dan masyarakat.
Konsep Diri
Mengingat dampak yang sangat membahayakan, ada baiknya kita mengetahui
penyebab yang membuat pelajar menggandrungi narkoba. Yang paling krusial, belum adanya konsep diri pada seorang pelajar.Konsep diri bagaikan cetak biru kemana seseorang akan melangkah. Sayangnya, konsep diri ini makin langka ditemukan dalam diri anak usia pelajar saat ini. Hal ini disebabkan, kurangnya pendidikan kehidupan
yang ditanamkan orangtua pada anak.
Untuk apa hidup dan untuk siapa hidup, apa tujuan hidup, apa yang harus dijadikan pedoman hidup, dan siapa yang akan dijadikan teladan dalam mengarungi kehidupan; adalah pertanyaan-pertanyaan yang sangat jarang diberikan jawabannya oleh orang tua. Baik secara normative maupun aplikatif. Sehingga yang dijadikan pegangan oleh anak terutama pelajar yang masih berusia remaja, hanyalah apa yang “rutin” mereka ketahui. Apa yang ada di sekolah, apa yang ada di televisi, apa yang rutin mereka lihat di internet, apa yang biasa dilakukan teman-temannya, dan semua yang mereka lihat secara kasat mata dalam keseharian lingkungan.
Padahal, hal “biasa” terlihat pada lingkungan dan masyarakat kita, belum tentu adalah hal yang positif bagi perkembangan jiwa dan mental anak. Bila yang biasa dilihat adalah hidup yang hedonis dan serba mudah, maka itu adalah langkah yang paling cepat mengantarkan anak masuk dalam jerat narkoba.
Kuncinya pada Orangtua
Disinilah peran penting orangtua sebagai peletak fondasi-fondasi
kehidupan dalam jiwa dan hati anak. Jadilah teman bagi anak terutama dimasa sulit mereka. Anak diusia pelajar adalah manusia yang sedang tumbuh dengan keinginan untuk dihargai. Dimasa ini, jadilah teman yang memahami kesulitan yang mereka rasakan, sebelum menjadi problem solver. Dukunglah anak untuk memecahkan masalah mereka dengan nilai-nilai keimanan. Bahwa Allah SWT pasti akan memberi jalan keluar dengan cara-cara yang telah diperintahkan-Nya. Berikanlah rule pergaulan anak dengan terbiasa menajamkan nurani mereka.
Tuntunlah anak untuk membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Bukan dengan dogma semata, melainkan dengan terjun langsung membantu korban bencana alam, memenej kemiskinan, bahkan membantu rehabilitasi kawan-kawan sebaya mereka yang terpapar narkoba.
Kebiasaan untuk menajamkan kepekaan nurani mereka, juga akan mengurangi keinginan untuk mencoba hal-hal negatif karena mereka sudah mengetahui lebih dahulu bahaya yang terkandung di dalamnya. Pagarilah anak-anak sejak usia dini dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Hal ini akan sangat berpengaruh pada masa remaja dan dewasa mereka. Anak yang beriman bahwa Allah SWT Mahatahu apapun yang mereka kerjakan, akan selalu merasa diawasi, dilindungi, dan ditolong dalam kondisi apapun. Ini akan memagari diri mereka dari tindakan-tindakan negatif sekalipun lingkungan membenarkan.* Ibnu Syafaat