Pakar tafsir Al-Quran dan Tasawuf yang juga guru besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Asep Usman Ismail seperti dikutip Republika.co.id, mengatakan, mendidik itu adalah mendorong, membimbing, mengarahkan, menguatkan, menumbuhkan, supaya yang tadinya potensi itu tumbuh menjulang tinggi seperti gunung.
Dia mengatakan, mendidik sangat berbeda dengan mengajar. Mengajar hanya mengubah seseorang dari tidak tahu menjadi tahu, namun tidak memperhatikan aspek lainnya seperti seseorang mampu menghayati, memperkuat personaliti, menguatkan kehidupan sosial dan ruhaninya.
Mengajar hanya sebatas transformasi ilmu semata. Sementara mendidik melibatkan pikiran, fisik, perasaan, keruhanian, kepribadian, dan kehidupan bersama dalam lingkup sosial. Sebab itu, menjadi sebuah krisis ketika lembaga pendidikan turun dan berubah dari pendidikan menjadi pengajaran.
Allah SWT berfirman dalam Al-Quran surat An Nahl ayat 78: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur. (QS An Nahl ayat 78).
Prof Asep menjelaskan, dari ayat tersebut diketahui bahwa ketika manusia berada di dalam perut ibunya, manusia tidak mengetahui suatu apapun. Keadaan ini disebut dengan fitrah. Kendati demikian manusia telah membawa potensi yakni faktor hereditas, genetika dan lainnya.
Setelah Allah SWT meniupkan ruh, manusia diaktifkan pendengarannya, penglihatannya, dan perasannya. Pada saat inilah menurut menjadi momentum terbaik untuk memberikan pendidikan kepada bayi yang berada di dalam ruh atau disebut juga pranatal education atau pendidian sebelum kelahiran yakni melalui doa dan membaca Al-Quran dan lainnya.
Karena itu, seorang tenaga pendidikan, guru (dosen atau ustaz) tak cukup hanya mengajar dan menjadi guru profesional, tapi ia adalah sorang pendidik yang mendorong, membimbing, mengarahkan, menguatkan, serta menumbuhkan potensi peserta didik hingga optimal. Mendidik adalah memerdekakan jiwa dan pikiran peserta didik. []