Gema Jumat, 30 Oktober 2015
Oleh: Fauziah Usman
Buku kadang dibutuhkan dan kadang ditelantarkan. Para pujangga banyak menulis syair tentang buku. Ada yang menyebutnya sebagai teman terbaik, sebagai guru yang yang tak pernah marah dan ada yang menyebut sebagai jendela dunia. Menurut Wikipedia, buku adalah kumpulan kertas atau bahan lainnya yang dijilid menjadi satu pada salah satu ujungnya dan berisi tulisan atau gambar. Setiap sisi dari sebuah lembaran kertas pada buku disebut sebuah halaman.
Buku tak terlepas dari kebutuhan manusia mendapatkan ilmu dengan membacanya. Membaca, suatu hal penting dalam hidup ini. Terlebih kita ummat Islam, membaca hukumnya wajib, karena wahyu pertama turun kepada Muhammad SAW adalah perintah membaca. Tak tanggungtanggung perintah, bacalah, diserukan kepada nabi, hingga di ulang sampai tiga kali. Ini menandakan betapa pentingnya membaca. Iqra’! Bacalah, bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu!
Manfaat atau nilai membaca sulit didefinisikan, tetapi untuk memudahkan kita melihat tujuan setiap orang membaca, kita dapat membedakan dengan empat jenis membaca seperti dikemukakan Landheer yang dikutip Benge dalam Libraries Cultural Change: Pertama, achievement reading, adalah membaca untuk memperoleh ketrampilan atau kualifikasi tertentu. Melalui membaca, pembaca mengharapkan suatu hasil langsung yang bersifat praktis seperti untuk luBaca Buku Sejak Dini lus ujian atau mempelajari suatu keahlian.
Kedua, devotional reading, yaitu membaca sebagai suatu kegiatan yang berhubungan dengan ibadah seperti membaca kitab suci dan sebagainya. Ketiga, cultural reading, yaitu membaca sesuatu yang berhubungan dengan kebudayaan (dalam arti sempit), yang manfaatnya tidak diperoleh secara langsung, tetapi sangat penting dalam masyarakat. Keempat, compensatory reading yaitu membaca untuk kepuasan pribadi atau lebih di kenal dengan membaca yang bersifat rekreasi.
Bangsa yang cerdas adalah bangsa yang suka membaca. Ironisnya, dalam perkembangan sekarang budaya membaca menjadi trend bangsabangsa kafirun. Kita sebenarnya membaca juga, tapi sering membaca apabila ada kewajiban (achievement reading). Seorang mahasiswa mendapat tugas dari dosen untuk membuat makalah, dia memaksakan diri untuk membaca agar makalahnya selesai. Begitu pula dengan dosen, mereka membaca karena ada penelitian atau keperluan mengajar.
Lalu, sekarang bagaimana caranya kita mengubah paradigma membaca, dari keperluan menjadi kebutuhan, achievement reading menjadi compensatory reading?
Dalam beberapa teori, bahwa kerajinan membaca tidak bisa tumbuh dengan sendirinya, tapi perlu dipupuk dan dikembangkan sejak dini. Anak-anak harus dikenalkan dengan buku sejak masih dalam kandungan. Kalau kita pikir sekilas, bagaimana mungkin memperkenalkan buku pada bayi dalam kandungan, padahal itu bukan suatu yang mustahil. Banyak penelitian membuktikan, bahwa anak dalam kandungan sangat peka terhadap sentuhan di atas rahim dan mengajak mareka bercakap-cakap secara lembut tentang suatu hal. Hendaknya orang tua menggantikan kebiasaan selama ini dalam keluarga yang sering memberikan mainan kepada anak-anak berupa gadge, playstasion atau tontonan di TV dengan meluangkan sedikit waktu membaca kisah-kisah keteladanan para nabi dan sahabat.
Hari-hari libur menggantikan jalan-jalan ke pantai dengan beralih tempat ke perpustakaan atau toko buku, sehingga anak terbiasa dengan buku. Tentu sangat berpengaruh terhadap kecintaan terhadap buku, ketika orang tua memasukkan dalam daftar hadiah atau oleh-oleh ketika berpergian kepada keluarga dan sahabat dekat berupa buku.
Walaupun hari ini perkembangan digital sangat dahsyat, sehingga membaca tidak hanya melalui buku, tapi pada kenyataannya buku tidak bisa tergantikan dengan media lain. Karena itu, semangat mencintai buku dengan membacanya haruslah tetap kita lestarikan.