GEMA JUMAT, 21 DESEMBER 2018
oleh : Murizal Hamzah
Banjir terus melanda Aceh di akhir 2018. Nyaris setiap hari ada kabar banjir dan longsor menyiram seluruh pelosok nanggroe. Banjir menyebabkan warga mengungsi, rumah terendam, jembatan gantung ambruk dan sebagainya. Jika ditelusuri, banjir ini rutin terjadi setiap menjelang akhir tahun yang bertepatan musim hujan. Bahkan Badan Metereologi, Klimatologi, Geofisika (BMKG) Aceh memperkirakan sejumlah daerah di Aceh berpotensi banjir memasuki Januari 2019.
Ada yang menyebut banjir itu bukan takdir. Penyebab banjir adalah ulah manusia. Sedangkan air itu hanya mencari keseimbangan dari sungai yang dilaluinya. Warga Kampung Melayu di Jakarta Timur sudah hapal jika ketinggian air di bendungan Bogor sekian meter karena curah hujan tinggi, Kampung Melayu akan banjir jam sekian. Warga sudah mempersiapkan banjir kiriman setiap tahun. Semua barang-barang diusung ke lantai 2 atau tepi jalan. Artinya, penduduk sudah siap dan mengetahui akan menerima banjir setiap musim hujan atau curah hujan tinggi di Bogor. Penyebab banjir ini karena lebar sungai, kedalaman sungai yang semakin dangkal dan sebagainya.
Demikian juga, sebelum perluasan Sungai Krueng Aceh di Banda Aceh dan Aceh Besar, setiap hujan lebat, warga Banda Aceh siaga menanti banjir setiap tahun. Namun setelah proyek Krueng Aceh selesai, banjir besar di Banda Aceh relatif berkurang. Jika ada yang menyebut banjir itu bukan takdir dalam satu sisi bisa diterima. Banjir menyapa warga karena kesalahan manusia, keserakahan oknum-oknum tertentu yang memangkas pohon-pohon di hutan dan sebagainya. manusia disuruh berpikir agar bisa mencegah banjir dari awal terjadi banjir dan bila banjir menyergap pemukiman.
Banjir dan longsor di berbagai daerah di Indonesia karena ulah manusia. Keseimbangan ekosistem terganggu. Allah berfirman dalam surat Ar-Ruum ayat 41: “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).”
Sebagian manusia merusak lingkungan dengan memotong pohon-pohon di hutan yang menahan air ketika hujan. Hutan yang botak menyebabkan air mengalir deras ke sungai yang sempit bahkan ditutupi sampah plastik. Banjir terjadi karena air mencari keseimbangan dari habitatnya di sungai hingga ke pemukiman. Sejatinya banjir yang menyerang penduduk sudah bisa diperkirakan kapan terjadi dengan mengikuti alur kerusakan alam. Ya seperti banjir di Kampung Melayu yang menerima limpahan air dari Bogor karena kapasitas sungai yang tidak mampu menampung deras hujan.
Banjir adalah akumulasi krisis ekologis karena ketidakadilan, dan gagalnya sistem pengurusan alam yang mengakibatkan rusaknya pranata kehidupan masyarakat. Berangkat dari pemahaman itu, manusia bisa mencegah terjadi banjir dengan kearifan lokal. Caranya tidak merusak alam dengan berbagai cara serta memakai teknologi seperti pengerukan dasar sungai dan lain-lain sehingga luapan air atau air tergenang berjam-jam di pemukiman atau jalan tidak terjadi karena sudah dilakukan antisipasi.
Ada sebab dan akibat. Banjir atau longsor adalah akibat manusia serakah. Banjir atau longsor tidak terjadi tiba-tiba. Namun terjadi dari proses menyakiti alam dengan memangkas pohon berdampak banjir atau mengerus tanah sehingga longsor. Manusia sebagai khalifah diutus ke dunia untuk mencegah kemungkara termasuk mencegah kerusakan hutan yang bisa menahan terjadi banjir atau longsor. Alam selalu bersahabat dengan manusia namun segelintir manusia justru memusuhi alam dengan merusaknya. Dalam hal banjir dan longsor karena kelalaian manusia yang tidak menjaga lingkungan.