Gema JUMAT, 2 Oktober 2015
Oleh Tgk.H.Syamsul Rijal
TuliSAn ini sengaja diturunkan di awal kata dalam bentuk kalimat pertanyaan “ada apa setelah berhaji” sekaligus menandakan bahwa objek bahasan bersifat urgen bahkan krusial dalam konteks terkini. Berhaji ke tanah suci Mekkah tidak boleh hanya dipahami sebatas menunaikan kewajiban berhaji bagi pelakunya setelah terlaksana segala syarat wajib dan rukun haji selesailah sudah, tidak demikian yang paling esensial adalah what next? (bagaimana Anda beraktifitas) setelah berhaji, bagaimana cara seorang gang berhaji mentransformasikan nilai nilai kerusakan dari spirit haji itu mampu membentuk karakter pribadi prima sebagai hamba Allah SWT yang transformatif nilai ibadah haji dan kehidupan sehari hari. Nah bagaimana langkah bijak yang harus ditempuh bagi seorang yang baru berhaji.
Pertama, bersyukur kepada Allah, “jika seorang bersyukur maka akan ditambahkan nikmat allah terhadapnya” setiap orang yang berhaji sangat patut meningkatkan rasa syukurnya kepada Allah betapa banyak manusia mampu tapi belum berhaji dan berapa banyak juga manusia bersiap untuk haji namun “gagal” ke tanah suci, jadi mereka yang telah sukses berhaji pada dasarnya adalah anugerah Allah SWT yang cukup prima diberikan kepada seseorang dengan lamgkah bersyukur tentu dia akan lebih transformatif memaknai hikmah hajinya untuk diterapkan di dalam dia berkehidupan, jadilah dia manusia bersyukur yang meningkat tawadhuknya, meningkat cinta ukhuwah antar sesama, meningkat kepeduliannya terhadap saudaranya, dengan berharap redha Allah SWT.
Kedua, mengamalkan amaan selama berhaji ketika kembali ke pangkuan keluarga dan masyarakat. Saat di kota suci mereka berhaji dalam realitasnya sangat teratur dalam beribadah, shalat lima waktu terpelihara dengan baik apalagi dalam konteks ibadah “arabain” bahkan selama di sana memperbanyak shalat sunat. Perilaku ibadah ini sekembali berhaji haruslah menjadi prioritas jadilah dia sosok personalitas yang menjadi tauladan dalam beribadah, kehadirannya di tengah tengah warga yang belum berhaji harus mampu memberikan spirit baru kepada lainnya dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah shalat. Adalah sangat tidak bijak jika sekembali ke tanah air ibadah penting jni frekuensi yang ditunaikan jauh melorot ke bawah bahkan terkesan tidak dipentingkan ketimbang aktifitas lainnya.
Kecenderungan itu untuk aktfitas lainnya memiliki waktu luang sementara ketika ibadah shalat teras sempit waktu. Nah sikap seperti ini harus dihindari dan tidak baik dalam membentuk karakter kepribadian yang mencerminkan sebagia hamba Allah yang telah mengunjungi tanah suci Melkah.
Ketiga, segala bentuk ama ibadahnya harus terjadi perubahan yang signifikan baik ibadah individual maupun ibadah sosialnya. Bukankah di sana di Arafah diajarkan bagaimana seseorang itu mampu inshaf menyadari kesalahan dan dosa memohon keampunan Allah berhimpun di padang Arafah dengan beragam jenis suku dan bangsa. Seharusnya keadaan itu dapat meningkatkan wawasan serta nalar kesadaran kita bagaimana semua banti akan dihimpun di hari kemudian.
Pemaknaan ini akan menumbuhkan kesadaran berperilaku agar senantiasa memiliki orientasi aktifitas itu bukan semata kepentingan duniawi tetapi juga kepentingan ukhrawi. Terjadinya signifikansi moralitas pribadi menjadi lebih baik bahkan menjadi tauladan setelah menunaikan ibadah haji kebanyakan ulama menyebutkan itulah karakter haji mereka makbul yaitu memperoleh haji derajat mabrur “tidak ada balasan bagi yang berhaji mabrur kecuali syurga” Mari perbaiki diri gunakan entitas berhaji sebagi momentum karakter yang dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya dan nya menjadi tauladan bagi warga dimanapun berada. Penulis, Penceramah Tetap Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh.