Oleh : Nurjannah, MSi Dosen Akfar YPPM Mandiri Banda Aceh
Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia sudah disibukkan dengan PMK (Penyakit Mulut dan Kuku). Issu yang berkembang penyakit ini sangat menular dan menyerang hewan berkuku belah atau genap seperti sapi, kerbau, domba, kambing, rusa, unta dan termasuk hewan liar seperti gajah.
Awalnya, wabah ini bermula di empat kabupaten di Jawa Timur, namun kini penyebarannya semakin meluas ke sejumlah provinsi. Badan Kesehatan Hewan Dunia (OIE) mengkategorikan PMK sebagai penyakit hewan paling berbahaya dan termasuk golongan A yang mudah menyebar.
Mengingat issu diatas membuat kita kawum islam menjadi ragu untuk melaksanakan qurban di idul adha ini. Terkadang diantara kita juga menjadi ragu untuk makan daging dari binatang ternak di atas. Kendati demikian sebagai masyarakat Islam selalu ada pegangan dalam menjalankan syariah, untuk kasus diatas kita ada tiga hukum melaksanakan qurban, diantaranya:
Pertama sah, dimana Ketua MUI Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, saat memberikan pemaparan di konferensi pers Fatwa Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban saat Kondisi Wabah PMK, Selasa (31/5) pada web dompet duafa.
Tetapi kita harus mengenali jenis-jenis hewan yang ingin disembelih, dimana gejala ringan pada Penyakit Mulut dan Kuku ditandai dengan lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya. Menurut KH Niam, hukumnya sah menjadi hewan kurban. Gejala ringan masih bisa disembuhkan dengan pengobatan luka agar tidak terjadi infeksi sekunder, serta pemberian vitamin dan mineral atau herbal sekitar 4-7 hari untuk menjaga daya tahan tubuh hewan.
Hukum kedua tidak sah, dimana hewan qurban yang terkena Penyakit Kuku dan Mulut gejala berat ditandai dengan lepuh pada kuku hingga terlepas atau menyebabkan pincang atau tidak bisa berjalan, sangat kurus hingga terlihat tulangnya, serta proses penyembuhannya butuh waktu lama atau bahkan mungkin tidak dapat disembuhkan.
Jika terindikasi gejala berat, maka hukumnya tidak sah, yaitu tidak boleh untuk menjadi hewan qurban. Apabila hewan sembuh dari PMK sebelum rentang waktu qurban pada 10 Zulhijjah hingga 13 Zulhijjah, maka hukumnya menjadi sah untuk disembelih sebagai hewan qurban.
Hukum ketiga sedekah, jika hewan yang terjangkit PMK gejala berat sembuh, namun lewat dari rentang waktu pelaksanaan Idul Adha yang sah, yaitu 10 hingga 13 Dzulhijjah, maka hukum sembelihan menjadi sedekah. Ternak tersebut tidak dapat disebut sebagai hewan qurban.
Nah, setelah kita mengetahui hukum qurban dimasa PMK, maka jangan ragu lagi, bulatkan pikiran agar Idul Adha ini tetap melaksanakan qurban sebagaimana sudah direncanakan dari jauh-jauh hari. Bahkan terkadang ada yang sudah merencanakan setahun sebelumnya dengan membudayakan tabungan qurban yang dicicil sepuluh ribu per-hari, delapan ribu per-hari ataupun cara lain yang dipilih agar bisa melaksanakan qurban setiap Idul Adha.
Bagi masyarakat yang mengetahui bagaimana kelebihan berqurban tentunya tidak akan melewatkan kesempatan tersebut. Dimana cukup banyak hikmah qurban di Idul Adha diantaranya adalah:
Pertama, mengenang ketaatan nabi Ibrahim dimana Ibadah kurban selalu mengingatkan kita kepada kisah Nabi Ibrahim dan putranya, Nabi Ismail. Kedua dapat meningkatkan ketakwaan kita. Melakukan qurban merupakan salah satu cara kita sebagai umat Islam dalam mendekatkan diri kepada Allah SWT.
ketiga sebagai usaha kita dalam melakukan syiar Islam, melaksanakan ibadah qurban juga sebagai bentuk kepatuhan terhadap ajaran Rasulullah SAW dan Allah SWT. Keempat ibadah qurban lebih baik dibandingkan sedekah dengan uang senilai hewan qurban.
Kelima tanda keislaman dan bentuk ketaatan kita terhadap Allah SWT, bagi muslim yang hidupnya mampu, maka qurban adalah ibadah yang wajib dilakukan. Kemudian dapat berbagi sekaligus membahagiakan saudara kita kaum duafa, Agama Islam mengajarkan untuk selalu berbagi kepada sesama, apalagi dengan orang-orang yang membutuhkan. Wallahu’alam bissawab.