Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
Sesungguhnya Kami telah mem- berikan kepadamu (nikmat) yang ban- yak. Oleh karena itu dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkurbanlah. Sesungguhnya orang yang memben- cimu adalah orang yang terputus. (QS Al-kautsar: 1-3).
Ayat diatas, menurut sebagian para ulama adalah ayat yang menjelaskan tentang kewajiban berkurban. Sedangkan al-Kautsar sebagian ulama memaknainya sebagai ‘nikmat yang banyak’ sedangkan sebagian lain menyatakan bahwa al-kautsar adalah telaga nabi di syurga. Terlepas dari tafsiran yang kedua-duanya benar, secara tersurat Allah menjelaskan kewajiban berkurban karena banyaknya nik- mat yang telah diberikan kepada kita. pemahaman dari teks tersebut boleh jadi dipahami secara umum, bahwa tidak ada yang luput dari keluasan nikmat Allah serta kehidupan semua makhluk di alam ini. Berkurban adalah salah sebuah bentuk syariat yang dapat dite- lusuri dalam sejarah agama tauhid. Berkurban juga telah menjadi tradisi bagi bangsa-bangsa dalam berbagai acara dan hajatan. Baik itu dalam sejarah agama samawi maupun agama ardhi. Cuma yang membedakan adalah kurban yang dipersembahkan itu berbeda. Dalam agama samawi, kurban adalah untuk memperoleh ridha Al- lah dari hamba-hamba yang bertaqwa. Sedangkan dalam agama ar- dhi, kurban adalah sesajen untuk roh, dewa dan bukan selain Allah.
Berkurban dalam agama Islam adalah simbol universal ukhuwah karena kerelaan dan penyerahan diri kepada Allah atas segala karunia. Sejarah nabi, manusia-manusia pilihan dalam literatur sejarah, menunjukkan pengurbanan dan penyerahan diri mulai dari cer- ita Habil dan Qabil, cerita nabi Ibrahim serta putra beliau Ismail dan sebagainya. Semua cerita tersebut menunjukkan bermacam latar dan sebab, namun semua berlabuh pada keikhlasan kepada Allah.
Bagi sebagian kalangan yang anti Islam, baik itu dari kalangan non muslim ataupun penganut atheis mengartikan kurban sebagai prilaku barbarianisme yang diajarkan oleh suatu agama. Mereka adalah orang-orang yang tidak mengerti tentang esensi dan hikmah dari berkurban kepada Allah. Mereka hanya melihat pada prosesi penyembelihan dan mengatasnamakan ‘hak asasi hewan’ dan alasan lain-lainnya. Namun apakah mereka tidak melihat apa yang disebabkan oleh kurban itu? Tentu saja mereka melihatnya, namun mereka berusaha mencari celah untuk menolak semua yang berbau Islam. Tidakkah mereka melihat bagaimana kebaikan memenuhi hati mereka? Orang kaya akan memberikan ‘sedikit’ nikmat yang diberikan kepada Allah kepada mereka kepada orang miskin den- gan limpahan daging dan perasaan gembira. Semua muslim mera- sakan perasaan yang sama, berkumpul dalam ridha Allah, saling memberi dan menerima. Bergembira pada saat-saat Allah mengharamkan kaum muslimin berpuasa dan tenggelam dalam nikmat yang diridhai. Namun, apakah kurban yang kita lakukan adalah dengan keikhlasan kepada Allah? Atau kurban yang kita lakukan adalah semacam seremoni ritual saja?. Sesungguhnya yang diridhai oleh Allah itu adalah keikhlasan dan ketaatan hamba dari kurban itu, bukan karena persembahan darah yang mengalir atau daging yang didapat dari sembelihan itu. Wallahu musta’an.