Kepala Unit Pelayanan Terpadu Dinas (UPTD) Dayah Perbatasan dan MUQ Pagar Air, Sufriyadi, ST mengatakan, keberadaan dayah perbatasan di Aceh telah dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Dayah-dayah ini menyiapkan kader-kader ulama di perbatasan, mendukung program Pemerintah Aceh menciptakan SDM pendukung pelaksanaan syariat Islam, dan khususnya dalam mengawal aqidah ummat di perbatasan Aceh.
Dayah perbatasan bertujuan menjaga aqidah generasi muda dari berbagai penyimpangan.
Jumlah santri di dayah perbatasan lebih 500 orang, termasuk dukungan tenaga pendidik dan penunjang. Mereka diangkat sebagai tenaga kontrak Pemerintah Aceh.
Terkait anggaran maksimal yang dibutuhkan dayah perbatasan, Sufriyadi mengatakan, sangat tergantung program setiap dayah. “Minimal Rp 8,5 milyar untuk operasional setiap tahun, maksimal tergantung besaran dana yang tersedia untuk sarana dan prasarana. Itu untuk kebutuhan lima dayah termasuk MUQ Pagar Air,” kata Sufriyadi, ST didampingi Sekretaris UPTD Dayah Perbatasan dan MUQ, Marthunis, SAg.
Mengenai aset, pihaknya telah menerima penyerahan sertifikat tanah dayah perbatasan kepada Pemerintah Aceh melalui Dinas Pendidikan Dayah Aceh. “Hingga kini, sudah ada empat dayah perbatasan,” katanya.
Dayah Darul Amin seluas 10 hektar di Aceh Tenggara, Dayah Safinatussalamah 20 hektar di Aceh Singkil, Dayah Min Ajussalam 10 hektar di Kota Subulussalam dan Dayah Manarul Islam seluas 5 hektar di Aceh Tamiang. “Untuk MUQ sendiri penyerahan aset dari yayasan kepada Pemerintah Aceh juga sudah selesai pada tahun 2019,” tambah Sufriyadi.
Dayah perbatasan di Subulussalam dan Aceh Singkil dikelola dengan pola pengelolaan dayah salafiyyah (tradisional), sementara dayah di Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara sistem kurikulum terpadu.
Identitas Aceh
Dosen Universitas Universitas Bina Bangsa Getsempena (UBBG) Banda Aceh, Dr Mukhlisuddin Ilyas, MPd mengatakan, pendidikan dayah di Aceh sudah menjadi wilayah kebijakan publik, karena itu tatakelola pendidikan dayah di Aceh harus mengikuti aturan yang ada.
Menurut Mukhlis, Qanun tentang Penyelenggaraan Pendidikan Dayah Nomor 9 tahun 2018 harus menjadi rujukan bersama. Salah satu amanah qanun tersebut adalah membangun dan meningkatkan mutu pendidikan yang sesuai dengan Rencana Strategis (Renstra) Pendidikan Dayah Aceh (RPDA).
Menurut kajian Mukhlis, setelah pengesahan qanun tersebut belum ada renstra yang disiapkan, yang ada sekarang adalah Renstra Pendidikan Dayah sebelum qanun disahkan. “Jika merujuk qanun pasal 8 huruf a, Pemerintah Aceh berwenang menetapkan Renstra Pendidikan Dayah Aceh,” ujarnya.
Mukhlis menyarankan, segenap energi stakeholder dan berbagai elemen lainnya, harus berupaya melahirkan Grand Desain Tatakelola Pendidikan Dayah di Aceh, supaya dayah di Aceh menjadi identitas keistimewaan Aceh.
Setelah itu, katanya, baru berpikir mutu, standar atau daya saing, dan hal-hal yang lebih praktis. “Berdirinya dayah perbatasan itu harus ada grand desain, mau sampai kapan dayah perbatasan ada, termasuk sistem tatakelolanya,” pungkas peneliti dayah itu. – Marmus, ed: smh