Gema JUMAT, 20 Mei 2016
Oleh H. Basri A. Bakar
“Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam (neraka) Saqar?” Mereka menjawab, “Dahulu kami tidak termasuk orang-orang yang melaksanakan shalat.” (QS: Al-Mudatstsir: 42-43).
Shalat merupakan rukun Islam kedua setelah seorang muslim mengucapkan dua syahadat. Ibadah inilah yang membedakan antara muslim dengan pemeluk agama lain. Hal ini menjadi penting karena perintah shalat diterima langsung oleh Rasulullah dari Maha Pencipta dalam peristiwa Isra’ Mikraj. Pada hari akhirat nanti, amal seorang hamba yang pertama kali dihisab adalah shalatnya. Jika shalatnya ada dan benar, maka ibadah lainnya akan diperiksa, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Sebaliknya bila shalatnya tidak ada atau rusak, dia akan menyesal dan merugi sepanjang masa. Ia mendapat ganjaran berupa siksa yang sangat pedih.
Ibn Hazm menegaskan : “Tidak ada setelah kejahatan dosa yang lebih besar daripada dosa meninggalkan shalat sampai waktunya habis dan dosa membunuh seorang mukmin dengan cara yang tidak dibenarkan”. Dengan demikian, tidak ada alasan seorang muslim meringan-ringankan apalagi meninggalkan shalat kecuali alasan syar’i terutama wanita sedang berhadas (haid), karena hal itu akan mendatangkan kerugian yang amat besar dalam hidup dunia – akhirat.
Namun, sayangnya masih banyak orang yang mengaku dirinya muslim tidak mau melaksanakan shalat karena berbagai alasan seperti dalam perjalanan. Padahal, Allah telah memberi keringanan (rukhsah) kepada musafir dengan menjamak shalat atau dua waktu dikerjakan pasa satu waktu baik taqdim maupun taakhir. Dispensasi yang diberikan juga bagi yang sakit atau tidak memungkinkan shalat secara normal.
Ini bermakna, shalat sama sekali tidak boleh ditinggalkan dalam situasi dan kondisi apapun. Bahkan, jika tidak mampu duduk, berbaring pun boleh. Bahkan, hanya dengan gerakan mata atau isyaratpun, shalat boleh dilakukan bila tidak mampu secara normal.