GEMA JUMAT, 20 OKTOBER 2017
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perppu Ormas) terus dibahas oleh Komisi II DPR RI, dengan menggelar rapat dengar pendapat (RDP), Kamis (19/10) ini.
Begitu pula kemarin, rapat dengar pendapat umum (RDPU) digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (18/10/2017). Dalam RDPU ini, pakar hukum tata negara, Prof Yusril Ihza Mahendra, berkesempatan menyampaikan pokok-pokok pikiran dan masukannya kepada DPR mengenai Perppu Ormas.
“Nasib Perppu Nomor 2 tahun 2017 yang dikeluarkan oleh Presiden, saat ini tergantung pada dua lembaga negara. Karena menurut Undang-Undang Dasar, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang harus disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan.
Kalau disetujui akan disahkan menjadi Undang-Undang, kalau ditolak harus dicabut dan tidak ada alternatif ketiga, misalnya diamandemen dahulu sebelum disahkan menjadi undang-undang,” ucap Yusril dalam RDPU itu dirilis DPR RI.
Yusril mengatakan, yang menjadi persoalan adalah apakah cukup tentang hal ihwal kegentingan memaksa, yang menjadi latar belakang pemerintah untuk menerbitkan Perppu Nomor 2 tahun 2017 itu.
“Saya menyarankan supaya Perppu ini ditolak saja, dan pemerintah sebaiknya mengajukan RUU atau DPR mengajukan RUU, hanya untuk memangkas kewenangan dari pengadilan. Dan sebaiknya memperjelas tentang maksud dari paham yang bertentangan dengan Pancasila supaya tidak menimbulkan multi tafsir dan kesewenang-wenangan di kemudian hari,” ujarnya [yus/hidayatullah]