Gema JUMAT, 25 NOVEMBER 2016
Oleh Murizal Hamzah
Duka itu kembali bergelayut dari Myanmar. Umat Islam di Negara Bagian Rakhine mendapat tindakan brutal dari militer Myanmar. Tragedi ini sudah sering terjadi hingga mereka angkat kaki dari gampong halamannya. Sebut saja, saudara seiman itu ada yang terdampar di perairan Aceh hingga anak-anak mereka itu bersekolah di Aceh Timur.
Penyiksaan kembali dialami oleh muslim Rohingya di Rakhine. Mengutip laporan lembaga Kemanusiaan HRWG, setidaknya militer telah menembak mati 211 warga, membakar 22 warga, memperkosa 97 perempuan dari gadis hingga ke ibu-ibu, 387 ditahan secara sewenang-wenang, 135 dinyatakan hilang, dan 158 orang yang terluka dan disiksa serta 1.688 rumah dibakar.
Tak pelak, kekerasan terhadap warga sipil mengundang protes dari seluruh dunia. Ada yang mengecam atau mengutuk tindakan brutal tersebut. PBB mengirim misi untuk mengecek kondisi di lapangan. Ada yang menerima pengungsi antar negara itu seperti yang dilakukan oleh negara Tionghoa. Ada yang melakukan kerja diplomasi kepada Myanmar untuk menghentikan kekerasan. Hal ini dilakukan oleh Indonesia.
Bagaimana agar kekerasan di wilayah Islam ini bisa berakhir? Salah solusinya meminta Myanmar untuk menerima etnik Rohingya sebagai anak bangsa walaupun berbeda agama. Melalui nilai-nilai kemanusiaan, berbagai etnik di Myanmar bisa saling menerima perbedaan.
Pada waktu bersamaan, mendesak ASEAN melakukan kerja sama untuk menjalankan prinsip-prinsip pencegahan terjadi kekejaman massal agar kesatuan ASEAN sebagai komunitas yang damai dan aman tetap berlangsung. Dalam hal ini peran Indonesia yang mayoritas Islam dapat menjadi mediator mengakhiri kekerasan terhadap umat Islam.
Bersamaan dengan tindakan pengusutan pelanggaran HAM, dunia internasional mengirim bantuan logistik. Kita menyaksikan tenda-tenda pengungsi sangat menyedihkan. Demikian juga kebutuhan rumah sakit, sekolah dan lain-lain. Kehadiran umat Islam dari berbagai negara di sana membuktikan bahwa mereka tidak sendiri menjalani nestapa yang sudah berlangsung lama.
Tidak ada asap tanpa ada api. Operasi militer Myanmar yang menyebabkan warga Rakhine menderita karena ada militan yang menyerang pos polisi Penjaga Perbatasan pada 9 Oktober.
Sebagai akibatnya, militer melakukan pembunuhan sewenang-wenang, pemerkosaan yang sistematis sebagai shock therapy dan menghancurkan rumah-rumah adalah praktik reguler para tentara Myanmar dalam setiap operasi militer
Dari semua solusi diajukan, penyelesaian akar konflik di sana yakni mendesak Myanmar memperjelas status tanpa kewarganegaraan dari minoritas Rohingya. Dengan demikian, tidak terulang lagi eksodus besar-besaran pengungsi Rohingya seperti yang terjadi pada akhir 2015.
Jadi apa yang bisa dilakukan oleh muslim di Aceh? Mengirim doa doa qunut nazilah demi keselamatan umat Islam di Rakhine serta melaksanakan shalat ghaib kepada syuhada umat Islam. Sebab mereka yang seiman adalah saudara dunia akhirat.
‘Barang siapa yang melepaskan satu kesusahan seorang mukmin, pasti Allah akan melepaskan darinya satu kesusahan pada hari kiamat. Barang siapa yang menjadikan mudah urusan orang lain, pasti Allah akan memudahkannya di dunia dan di akhirat. Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, pasti Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat. Allah senantiasa menolong hamba Nya selama hamba Nya itu suka menolong saudaranya’. (HR. Muslim)