Gema JUMAT, 5 Februari 2016
InI bukan masalah baru. Sudah sering dikupas sejak puluhan tahun lalu. Pertanyaan sederhana, halalkan gaji yang diperoleh dengan menyuap bin sogok alias ruswah ketika mengikuti tes? Seleksi ini bisa untuk menjadi pegawai negeri, karyawan, militer, dan sebagainya.
Menyangkut terhadap pertanyaan itu, gaji yang diberikan kepada orang tua, istri, anak dan lain-lain, ada sebagian ulama yang berfatwa itu haram. Sesuatu dari haram, tetap haram. tidak bisa dibalik-balik termasuk dengan pencucian uang denga harapan sumber uang dari haram menjadi halal. Kita mendengar hadits sebagai berikut “Rasulullah SAW melaknat orang yang menyuap dan yang disuap dalam masalah hukum.” (H.R. Ahmad, Turmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim. Maka mencuatlah pendapat, gaji yang diperoleh dengan menyuap tetap haram selama-lamanya. Argumennya, gaji itu hak orang yang lain yang terzalimi.
Logikanya, peserta A mendapat nilai 5 dan peserta tes B mendapat nilai 8. Namun karena peserta A menyuap, maka luluslah peserta A. Dalam hal ini, kita sepakat, peserta A telah berbuat keji dengan merampas hak peserta tes B. Maka seumur hidup peserta A memakan hak peserta B yang mestinya peserta B yang diterima bekerja. Pendapat lain, gaji tersebut adalah halal karena sudah menjadi hak pekerja dan dibayar setelah bekerja. Kembali pada pemahaman ruswah adalah sesuatu yang bisa mengantarkan seseorang pada keinginannya dengan cara yang dibuat-buat (tidak semestinya).
Pendapat kedua, terpaksa menyogok agar haknya tetap terpenuhi. Dalam arti kata, jika tidak memberikan fee, suap, sogok dan sebagainya, maka haknya tidak diberikan. Posisi menyuap atau mengirim uang ke rekening pengambil keputusan terpaksa dilakukan karena yang lain juga melakukannya atau mengambil haknya yang disimpan oleh penguasa.
Mengikuti pendapat kedua ini, maka ada yang menyatakan memberi sogok dan menerima suap menjadi halal bila tidak ada unsur kezaliman terhadap hak orang lain. Seperti memberikan suap untuk mengambil sesuatu dari haknya yang dipersulit oleh pihak tertentu atau melakukan suap karena untuk mencegah bahaya yang lebih besar atau mewujudkan manfaat yang besar. Dalam situasi seperti ini, pemberi suap tidak berdosa dan tidak terlaknat. Dosa suap menyuap dan laknat Allah hanya diterima oleh penerima suap.
Dalam hal ini, saya kutip pendapat Imam An-Nawawi, “Tentang memberikan uang suap, jika seorang itu menyuap hakim agar hakim memenangkan perkaranya padahal dia bersalah atau agar hakim tidak memberikan keputusan yang sejalan dengan realita, maka memberi suap hukumnya haram. Sedangkan suap dengan tujuan agar mendapatkan hak, hukumnya tidaklah haram (halal) sebagaimana memberikan uang tebusan untuk menebus tawanan.”
Kita resapi kisah Rasulullah sebagai berikut Nabi Muhammad SAW memperkerjakan Ibnu Lutbiah sebagai pemungut zakat. Ketika datang dari tugasnya, dia berkata: “Ini untuk kalian sebagai zakat dan ini dihadiahkan untukku”. Nabi bersabda: ” Cobalah dia duduk saja di rumah ayahnya atau ibunya, dan menunggu apakah akan ada yang memberikan kepadanya hadiah ? Dan demi Dzat yag jiwaku di tangan-Nya, tidak seorang pun yang mengambil sesuatu dari zakat ini, kecuali dia akan datang pada hari kiamat dengan dipikulkan di atas lehernya berupa unta yang berteriak, atau sapi yang melembuh atau kambing yang mengembik”.
Kemudian beliau mengangkat tangan-nya, sehingga terlihat oleh kami ketiak beliau yang putih dan (berkata,): “Ya Allah bukan kah aku sudah sampaikan, bukankah aku sudah sampaikan”, sebanyak tiga kali.
Urusan memberi suap dan menerima suap sudah ada seusia dunia. Perilaku sogok dan menerima sogok menyebabkan biaya tinggi. Jika kontraktor memberikan suap sekian miliar, dampak dari aksi tersebut yakni ada hak-hak lain yang dikurangi bisa saja mutu bangunan atau upah buruh.
Bagaimana perilaku ruswah bisa berkurang di Serambi Mekkah? Kita awali dari diri sendiri. Suap terjadi karena ada dua pihak yang sepakat melakukannya. Kemudian, negara menerapkan membuat peraturan yang lebih terbuka. Keterbukaan itu melahirkan kejujuran sehingga tidak ada lagi fitnah atau dugaan-dugaan.
Gaji dari Ruswah
Gema JUMAT, 5 Februari 2016 InI bukan masalah baru. Sudah sering dikupas sejak puluhan tahun lalu. Pertanyaan sederhana, halalkan gaji yang diperoleh dengan menyuap bin sogok alias ruswah ketika mengikuti tes? Seleksi ini bisa untuk menjadi pegawai negeri, karyawan, militer, dan sebagainya. Menyangkut terhadap pertanyaan itu, gaji yang diberikan kepada orang tua, istri, anak dan … Read more
...Dialog
Etika Berpolitik
Etika harus ditunjukkan sebagai simbol
Didiklah Anak dengan Lemah Lembut
Dalam pandangan sejarah, Presiden Soekarno
Guru PAI Harus Tersedia di Sekolah
Guru dikenal sebagai pahlawan tanpa
Khutbah
Merawat Ukhuwah Islamiyah Di Tahun Politik
Hari Ketika Mulut Dikunci
Dinas Syariat Islam
Hubungan Aceh-Kedah (Bagian terakhir dari tiga tulisan) Semalam di Kampung Acheh
Gema JUMAT, 15 Januari 2016 Tanggal 24 Desember 1915 yang lalu, kami berada di Kampung Acheh, Yan Kedah Malaysia. Kami tiba di sana menjelang Isya.
KERAGAMAN DAN TOLERANSI DALAM KEHIDUPAN MANUSIA
Khatib: Prof Dr Al Yasa` Abubakar, Guru Besar Fiqh Modern UIN Ar Raniry Darussalam Banda Aceh Surat Al-Hujurat dalam Al-qur’an yang teridiri dari 18 ayat,
Mensyukuri Keberkahan Dhuha
Gema, 26 Juni 2018 Oleh Dr. Sri Suyanta (Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry) Muhasabah 12 Syawal 1439 Saudaraku, keberkahan waktu bukan
Sosialisasi Qanun Aceh Tentang Haji dan Umrah
Banda Aceh (Gema) – Pemerintah Aceh lakukan sosialisasikan Qanun Nomor 5 Tahun 2020 tentang penyelenggaraan dan pengelolaan ibadah Haji dan Umrah, 26 -28 Oktober 2021