Gema,edisi Jumat 6 Februari 2015.
Kita prihatin dengan masih adanya upaya-upaya penyiaran agama kepada orang atau umat yang sudah beragama di tengah masyarakat. Pada dasarnya, Pemerintah tidak akan menghalang-halangi suatu penyebaran agama . Akan tetapi, hendaknya penyebaran agama tersebut ditujukan kepada mereka yang belum beragama, yang masih terdapat di Indonesia, agar menjadi pemeluk-pemeluk agama yang yakin. Bagaimanakah misionaris yang terjadi di Aceh dan hukuman apa yang pantas untuk mereka, simak wawancara wartawan Gema Baiturrahman dengan H.Juniazi, SAg, MH, Kasubbag Hukum dan KUB Kanwil Kemenag Aceh.
Bagaimana seharusnya Aceh menyikapi kasus misionaris yang terjadi baru-baru ini?
Sudah seharusnya Aceh mengatur sebuah qanun tentang persoalan aliran sesat ini dan soal penyiaran agama, kita berharap aliran sesat yang dilakukan oleh sebahagian orang yang terjadi di Aceh bisa terminalisir. Jika nanti ada aturan atau qanun tentang pendangkalan aqidah, kita harapkan kepada pelaku penyiar agama, penyebar aliran sesat bisa ditindak sesuai dengan aturan yang ada. Saya melihat selama ini persoalan aliran sesat, kemudian penyiaran agama tidak adanya aturan hukum yang tegas oleh pemerintah Aceh, sehingga kekosongan hukum yang ada dimanfaatkan oleh sebahagian orang untuk menyebar agama lain atau aliran sesat.
Apa perlu ada qanun dalam mendirikan rumah ibadah?
Secara nasional sudah ada aturan tentang mengatur pendirian rumah ibadah, yaitu Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri nomor 09 tahun 2006, disana diatur syarat-syarat pendirian sebuah rumah ibadah, untuk konteks kita di Aceh juga harus mengikuti SKB Menteri tersebut dan juga amanah Undang-Undang no 11 tahun 2006. Di Aceh juga sudah ada, peraturan gubernur tentang pendirian rumah ibdah peraturan gubernur no 25 tahun 2007, sudah diatur tentang bagaimana tata cara pendirian rumah ibadah.
Apakah Pemerintah belum tegas dalam menyikapi permasalahan ini?
Sebetulnya Pemerintah harus tegas dalam menyikapi maraknya penyebaran aliran sesat atau soal penyiaran agama lainnya. Aturan-aturan yang ada tidak cukup hanya memberi hukum sanksi yang membuat pelaku itu jera, kita lihat dalam sejumlah kasus penyebaran agama di Aceh sampai saat ini, tidak ada satu pelakupun yang bisa diproses secara hukum, kemudian pelaku penyiaran agama, baik itu pendangkalan aqidah, misionaris atau sebagai lain yang sejenisnya,kita melihat tidak ada satu orangpun pelaku penyebaran agama itu ditindak sesuai dengan hukum. Aturan hukum yang ada tidak cukup tegas dan efek jera itu tidak membuat pelaku menjadi jera, saya rasa celah hukum ini yang dimamfaati oleh para pelaku pendangkalan aqidah, misionaris, dan aliran sesat dengan bisa semudahnya untuk melakukan perbuatan-perbuatan di provinsi Aceh ini.
Hukuman apa yang pantas diberikan kepada para pelaku tersebut?
Bagaimana hari ini persoalan pendangkalan aqidah, aliran sesat sudah menganggu ketertiban umum. Sebetulnya asfek-asfek ini harus ada hukum supaya aparat penegak hukum bisa menindak pelaku penyebaran aliran sesat, termasuk juga pelaku penyiar agama, tidak hanya sebatas hukuman efek jera saja. Masyarakat kita juga ikut berperan dalam memerangi kasus misionaris ini, tetapi masyarakat kita cenderung anarkis , karena sepertinya masyarakat tidak percaya pada penengak hukum, karena dari sejumlah kasus, apakah itu penyebaran agama, pendangkalan aqidah ataupun penyebaran aliran sesat ini tidak ada yang bisa ditindak secara hukum oleh penengak hukum.
Kenapa Aceh jadi program utama para misionaris dalam menyebarkan baik itu agama maupun aliran sesat?
Ini bukan hanya persoalan hukum maupun persoalan sanksi yang tidak kuat, tapi juga internal kita antar umat islam seharusnya harus kita lihat dan dikaji serta diteliti, kenapa akhir-akhir ini maraknya misionaris, aliran sesat, penyebaran agama? Menurut pebdapat saya, yang kita butuhkan hari ini adalah benteng yang bisa membentengi umat kita, keluarga, anak dan masyrakat dari pengaruh-pengaruh aliran sesat maupun budaya luar atau misi luar yang bertentangan dengan dari ajaran-ajaran Islam.
Bagaiamana pemerintah mengahdapi permaslahan ini ?
Kita harus membagi porsi, yang mana jadi porsi pemerintah dan yang mana jadi porsi masyarakat, persoalan pendangkalan aqidah, penyiar agama ini hanya tanggung jawab pemerintah, dan dari sisi lain bagaimana masyarakat membentengi ini, dan saya sepakat kalau masyarakat kita itu ada membuat “pageu gampong” pagar gampong, setiap ada kengiatan digampong tersebut, apakah itu kengiatan yang bersifat sosial atau pengajiana-pengajian dan apapun kengiatan yang ada di gampong itu harus di ketahui oleh pageu gampong dan harus ada izin dari pageu gampong tersebut, supaya pendangkalan aqidah atau semacamnya bisa di deteksi sedini mungkin. Pada sisi lain hari ini kita mengawas diri, berpikir keras bahwa pendidikan agama itu terutama pendidikan aqidah, sangat penting bagi kita, kepada anak-anak, terutama untuk generasi muda, remaja, sehingga tidak sampai mereka itu terjerumus kedalam pengaruh kehidupan luar yang nyata-nyata bertentangan dengan norma adat istiadat maupun ajaran agama Islam.
Sebetulnya yang diharapkan pendidikan agama itu sesuatu yang wajib sekarang untuk masyarakat kita dan pada sisi lain kita harus berpikir misi seperti ini tidak harus dibiarkan terus meneruss melarut dan Pemerintah harus segera memberantas dan segera mengambil kebijakan, karena tanggun jawab Pemerintah adalah dibidang kebijakan, termasuk tanggung jawab DPRA dalam membuat qanun dan mengwasi berjalan qanun tersebut.
Setahu saya qanun penyiar agama, dan juga pendangkalan aqidah itu sudah ada draftnya, namun sampai hari ini qanun itu tidak dibahas. Kita berharap pada tahun 2015 ini qanun persoalan pendangkalan aqidah termasuk juga qanun kerukunan umat beragama yang mengatur didalamnya persoalan pendirian rumah ibadah dan juga penyebar agama ini bisa dibahas dan 2015 ini bisa segera di sahkan, sehingga kekosongan hukum yang ada, ketidak ada sanksian hukum bisa teratasi. Indra Kariadi