Gema Jum’at, 30 Desember 2016
Banda Aceh (Gema) – Ghibah adalah membicarakan keburukan, kejelekan atau kekurangan orang lain untuk mencari-cari kesalahan baik jasmani, agama, kekayaan, akhlak, ataupun bentuk lahiriah lainnya.
Ghibah atau menggunjing ini tidak hanya sebatas lisan saja, namun bisa terjadi dengan tulisan atau yang lebih dikenal dengan istilah ghibah di berbagai media sosial (medsos), memang kerap terjadi tanpa disadari. Meski dilakukan ghibah dalam media apapun tetap dilarang. Karenanya, umat Islam diimbau untuk menjauhi hal tersebut.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh, Tgk H Faisal Ali saat mengisi pengajian rutin Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Rumoh Aceh, Jeulingke, Rabu (28/12) malam.
Kata Faisal Ali, umat Islam jangan asal men-share atau broadcast suatu informasi yang kita terima di media sosial seperti Facebook, WhatsApp, BBM, Twitter atau Instagram yang tidak kita ketahui kejelasan sumbernya, karena bisa jadi saat itu kita sedang melakukan ghibah berjamaah dan menggunjing saudara kita tanpa melakukan memastikan kebenaran informasi tersebut.
Pimpinan Dayah Mahyal ‘Ulum Al-Aziziyah Sibreh, Aceh Besar menjelaskan, Allah Swt dengan tegas melarang untuk berbuat ghibah, dan menyuruh kita untuk menjauhinya karena ghibah digambarkan dengan sesuatu yang sangat jijik dan kotor yaitu ghibah sama saja dengan memakan daging saudaranya yang sudah mati.
Seperti ditegaskan dalam Alquran Surat Al-Hujarat ayat 12 yang artinya, “Dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah ada di antara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu merasa jijik”.
“Jika kita menerima suatu informasi di medsos, jangan merespon sesuatu itu secara berlebihan. Apalagi sampai berkomentar terhadap kejelekan orang lain yang bukan kapasitas kita itu termasuk ghibah, karena kita tidak mampu menyelesaikan. Diam saja lebih bagus dari pada berdosa kita,” tegasnya.
Masyarakat akan mudah melakukan ghibah melalui medsos, karena informasi yang didapatkan. Sehingga, tidak mengherankan jika ghibah akan menyebar begitu cepatnya.
Informasi yang semakin berkembang saat ini, tuturnya, sulit membedakan antara yang benar dan tidak sesuai dengan fakta. Sayangnya, dengan kondisi demikian, orang cenderung langsung menyebarkan informasi yang diperoleh tanpa dipilah.
Dalam kenyataannya, membicarakan keburukan orang lain yang terjadi di media sosial kerap dianggap oleh banyak orang bukan termasuk dalam kategori ghibah yang sangat dilarang agama. “Ghibah di era internet makin tidak terbendung dan pelakunya merasa itu bukan ghibah,” terangnya.
Akibatnya orang menjadi terbiasa melakukan ghibah. Melalui Medsos, ghibah menjadi budaya baru. Sehingga cenderung menjadi kegemaran.
Pada pengajian KWPSI yang membahas tema ‘Tafakkur’ ini, Faisal Ali juga berharap masyarakat dapat menyebarkan informasi yang benar dan bermanfaat. Sedangkan, yang benar tetapi tidak bermanfaat lebih baik disimpan saja.
Kondisi seperti ini, menurutnya, tidak bisa hanya diserahkan penanganannya kepada pemerintah. Semua harus dimulai dari diri sendiri dan keluarga. Harus ada upaya luar biasa dari seluruh lapisan masyarakat muslim.
Dampak ghibah melalui internet atau Medsos lebih luas. Sebab, pengguna Medsos semakin meningkat. “Orang jadi terbiasa dengan ghibah, menjelekkan, membuka aib, membully, bikin hoax dan bentuk ghibah lainnya dengan ringan tanpa merasa salah,” ujarnya.
Terhadap berbagai hal yang mengarah kepada ghibah ini, Faisal Ali menganjurkan hanya merespon informasi yang langsung didapatkan di sekitar kita dari orang-orang terdekat sehingga mudah untuk diketahui kebenarannya.
“Misalnya saya menerima suatu informasi tentang orang lain secara langsung dari orang-orang yang sudah dikenal. Jika mengarah kepada ghibah, bisa kita tanyakan langsung. Sementara informasi yang tidak jelas dari mana, benar atau salah, jika kita respon maka akan habis energi saja dan terjebak ghibah berjamaah,” ungkapnya.
Akan lebih baik jika kita mampu memperbaiki hal-hal yang tidak baik yang terdapat pada saudara kita. Dibolehkan menyampaikan hal-hal yang tidak baik dengan maksud dan tujuan tertentu, yang tujuan itu benar dan tidak mungkin tercapai kecuali dengan membuka hal-hal yang tidak baik tersebut.
Misalnya, melaporkan perbuatan aniaya/kejahatan yang dilakukan seseorang, usaha untuk mengubah kemungkinan dan membantu seseorang keluar dari perbuatan maksiat, untuk tujuan nasihat, untuk memperingatkan pada kaum muslimin tentang suatu fatwa.
Menyadari perilaku ghibah tidak disukai oleh Allah Swt dan dilarang untuk dilakukan, kita harus berusaha menjauhi perilaku ghibah dan melakukan kegiatan yang lebih bermanfaat dari pada ghibah.
“Menjauhi hal-hal yang dapat mendatangkan ghibah seperti berkumpul dengan orang-orang yang shalih, dan meninggalkan sekelompok orang yang sedang menggunjing (ghibah) serta mengingatkan orang lain yang sedang ghibah,” sebutnya. Sayed Husen/ M Saman/Rel