Pro kontra terkait pelaksanaan hukuman mati nampaknya tidak akan pernah selesai. Pro kontra semakin menguat tatkala baru-baru ini Pemerintah Indonesia mengeksekusi mati sejumlah terpidana narkotika. Sebelumnya, Kerajaan Arab Saudi juga telah mengeksekusi mati tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia bernama Siti Zaenab karena melakukan pembunuhan terhadap majikannya.
Mereka yang menolak menilai hukuman mati adalah perbuatan melanggar hak asasi manusia. Penolakan ini lebih banyak disuarakan oleh aktifis atau pegiat HAM. Sejatinya keputusan hukuman mati ini tentunya diberikan bagi mereka yang telah melakukan pidana berat yang bersinggungan dengan HAM seseorang pula. Misalnya pembunuhan. Pembunuhan ini tentunya melanggar HAM karena menghilangkan hak hidup seseorang.
Dalam Islam hukuman mati bagi para pembunuh disebut qishash. Banyak hikmah dari syariat qishash ini. Hukum qishash dimaksudkan guna menjamin kelangsungan hidup manusia, dari mulai kelahirannya sampai ia meninggal. Islam menghargai setiap nyawa manusia, tidak memperkenankan
menyakiti, bahkan sampai menghilangkan nyawa kecuali atas sebab yang benar. Imam Ibn Katsir dalam tafsirnya, Tafsîr al-Qur`ân al-‘Azhîm, menjelaskan, “Di dalam pensyariatan qishash terdapat hikmah besar untuk kalian, yaitu kehidupan bisa bertahan dan terlindungi. Sebab, jika seseorang tahu pembunuh itu akan dibunuh, maka ia akan tercegah dari perbuatan itu. Artinya, dalam yang demikian ada kehidupan bagi jiwa-jiwa manusia.”
Selanjutnya dalam alQur`an dijelaskan tentang hikmah di balik syariat qishash. ”Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” [Al Baqarah:179]. Qishash adalah pembalasan yang sama atas pembunuhan maupun penganiayaan yang dilakukan dengan sengaja.
Dasarnya ialah Al Qur’an Surat Al Baqarah ayat 178-179 dan Surat Al Maa’idah ayat 45: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendak lah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi ma’af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih. Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.”
Hukuman mati yang dilakukan Kerajaan Arab Saudi terhadap TKW Siti Zaenab tentunya sudah tepat. Hukum qishash ditegakan karena Siti tidak diberikan maaf oleh ahli waris yang dibunuhnya. Begitu juga kasus terpidana narkotik yang dieksekusi mati. Jika merujuk dari hukum Islam, keputusan ini sudah tepat. “ Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan bertimbal balik, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikianitu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhiratmerekaberolehsiksaan yang besar.“ (Qs. Al-Maidah: 33).
Ayat di atas menunjukkan, yang memerangi Allah dan Rasul-Nya serta membuat kerusakan di muka bumi salah satu hukumannya adalah dibunuh. Memproduksi dan mengedarkan narkoba serta menyelendupkannya di suatu negara akan membuat kerusakan yang sangat besar terhadap generasi bangsa tersebut. Perbuatan seperti ini merupakan salah satu bentuk memerangi ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka hukumannya adalah dibunuh berdasarkan ayat di atas. (Ibnu Syafaat)