Gema, edisi Jumat, 30 Januari 2015
Kuliah di luar negeri menjadi impian banyak pemuda-pemudi saat ini. Orangtua dengan bangga menyebarluaskannya dan yang terpenting, lapangan pekerjaan pun seakan terbuka lebar. Namun,ada bahaya besar yang kadang tak disadari karena silaunya iming-iming kesuksesan para lulusan “luar negeri”. Bahaya besar itu adalah bahaya aqidah. Aqidah yang tak lagi terjaga manakala seseorang menimba ilmu di negeri orang. Terutama jika negara yag dituju adalah negara-negara sekuler yang memisahkan ilmu pengetahuan dari nilai agama.
Lalu, bagaimanakah dengan hadits yang menyebutkan, “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri Cina”? Menuntut ilmu memang wajib hukumnya bagi setiap kaum Muslimin. Akan tetapi, mayoritas ulama menilai hadits ini sebagai hadits dhoif. Bukhari menyatakan hadits ini mungkar, Ibnu Hibban menilai hadits ini sebagai hadits bathil, sedangkan Ibnul Jauzy menilai bahwa hadits ini maudhu (palsu).
Belajar pada Ja’far
Kembali pada masalah kuliah diluar negeri, ada pelajaran menarik yang dapat kita petik dari peristiwa hijrahnya sahabat-sahabat Rasulullah saw ke negeri Habasyah. Yang kita soroti disini adalah sosok Ja’far bin Abi Thalib dan Ubaidillah bin Jahsy. Mereka emang tidak berada di Habasyah dalam rangka mencari ilmu, melainkan mencari suaka. Namun, yang menarik adalah sikap mereka menghadapi kuatnya pertarungan pemikiran yang dihadapi selama berada di negeri orang.
Ja’far bin Abi Thalib adalah sepupu Rasulullah Saw yang ditugaskan untuk berbicara dihadapan Najasyi, Raja Habasyah, sekaligus menangkis argumen yang dilancarkan oleh kaum Quraisy yang ditugaskan untuk membatalkan suaka dari Najasyi. Di hadapan Raja, pendeta, dan pembesar negeri Habasyah yang ketika itu memeluk Nasrani, Ja’far dengan jitu memaparkan konsep tauhid kaum Muslimin dan apa yang difirmankan Allah SWT mengenai Isa as. Keteguhan aqidah dan kecerdasan Ja’far tak hanya
menyelamatkan kaum Muslimin di Habasyah tetapi juga membuka pintu hidayah bagi Najasyi, Raja Habasyah.
Bertolak belakang dengan Ubaidillah bin Jahsy. Ia masuk Islam disaat masih sedikit sekali yang mau beriman, ikut menanggung pedihnya penyiksaan di Mekah, dan meninggalkan segalanya untuk hijrah. Namun, di negeri orang, Ubaidillah justru silau pada kehidupan kaum Nasrani di Habasyah yang makmur. Ia pun murtad dan mencemooh kaum Muslimin yang tak lain adalah saudara seperjuangannya sendiri. Ubaidilah bin Jahsy berkata, “Kami (para penganut agama Nashra¬ni) dapat melihat
(jalan kebenaran), sedang mata kalian (orang-orang Islam) masih tertutup oleh kegelapan”.
Sosok Ja’far mewakili Muslim yang berpegang teguh pada aqidah di negeri orang; cerdas, bahkan mampu membawa orang lain memeluk Islam. Sedangkan, Ubaidillah adalah sosok yang terbawa arus budaya di negeri orang bahkan berbalik murtad.
Persiapan di Negeri Orang
Untuk bisa menjadi sosok seperti Ja’far bin Abi Thalib inilah, setiap orang hendak berangkat ke luar negeri untuk menimba ilmu hendaklah memperhatikan hal-hal berikut.
Pertama, kaji ulanglah untuk apa menimba ilmu di luar negeri. Bila disiplin ilmu tersebut ada di negeri sendiri, lebih baik urungkan niat. Ingatlah bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Aku berlepas diri dari setiap muslim yang tinggal di tengah-tengah kaum musyrikin.” (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai)
Diera globalisasi seperti sekarang ini, ilmu dapat didapatkan lebih mudah dengan adanya fasilitas internet. Kecuali, bila studi ke luar negeri tersebut adalah untuk hal yang darurat untuk kepentingan umat.
Kedua, bila memang harus berangkat, teguhkanlah iman dan aqidah kita. Bekali diri dengan kewaspadaan dan ilmu agama untuk menghindari segala pemikiran dan aktivitas yang dapat membahayakan aqidah.
Ketiga, siapkan mental kita untuk selalu bangga menjadi seorang Muslim. Nyatakanlah selalu identitas kita sebagai Muslim untuk menghindari ajakan dari rekan-rekan sesama mahasiswa non-muslim yang mendekatkan pada maksiat.
Keempat, berdoalah selalu. Dekatkan diri kepada Allah SWT sebagai sebaik-baik Pelindung disaat harus berada di negeri non-muslim dan mohonlah petunjuk akan kebaikan dan kebenaran bila berada di negeri mayoritas muslim. *Ibnu Syafaat
Iman di Negeri Orang
Gema, edisi Jumat, 30 Januari 2015 Kuliah di luar negeri menjadi impian banyak pemuda-pemudi saat ini. Orangtua dengan bangga menyebarluaskannya dan yang terpenting, lapangan pekerjaan pun seakan terbuka lebar. Namun,ada bahaya besar yang kadang tak disadari karena silaunya iming-iming kesuksesan para lulusan “luar negeri”. Bahaya besar itu adalah bahaya aqidah. Aqidah yang tak lagi terjaga … Read more
...Dialog
Etika Berpolitik
Etika harus ditunjukkan sebagai simbol
Didiklah Anak dengan Lemah Lembut
Dalam pandangan sejarah, Presiden Soekarno
Guru PAI Harus Tersedia di Sekolah
Guru dikenal sebagai pahlawan tanpa
Khutbah
Merawat Ukhuwah Islamiyah Di Tahun Politik
Hari Ketika Mulut Dikunci
Dinas Syariat Islam
Kota Wisata Islami Dunia
“Kami ingin menjadikan kota madani sebagai daerah tujuan wisata. Kota Banda Aceh telah memenuhi kebutuhan dasar wisatawan Muslim.” Pernyataan tersebut dilontarkan oleh Wali Kota Banda
Pemudah Asal Sumatra ucap kalimat syahdat
MaSuk iSLaM robert Wijaya, pemuda asal Sumatara Utara beragama budha, atas kesadaran sendiri melepas keyakinan agama yang ia anut dan memeluk agama islam, Jumat (27/3).
MENYELAMATKAN HARTA WAKAF
Oleh : Drs H.Armia Ibrahim, S.H., M.H. Di dalam al-Quran surat al-Hajj ayat 77 yang khatib bacakan di awal khuthbah tadi, Allah Swt meminta kepada
Tiga Persiapan Menyambut Ramadhan
Gema JUMAT, 27 Mei 2016 Marhaban ya Ramadhan. Kegembiraan membuncah menyambut datangnya Ramadhan, bulan penuh berkah dan penuh kemuliaan. Ramadhan yang suci, yang sebentar lagi akan