Gema JUMAT, 18 Desember 2015
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
“Katakanlah: “Terangkanlah kepadaku jika Allah mencabut pendengaran dan penglihatan serta menutup hatimu, siapakah tuhan selain Allah yang kuasa mengembalikannya kepadamu?” Perhatikanlah bagaimana Kami berkalikali memperlihatkan tandatanda kebesaran (Kami), kemudian mereka tetap berpaling (juga).”(QS. AlAn’am 45).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah menantang manusia untuk memikirkan tentang hal yang berada pada diri mereka, berupa panca indera. Karena panca indera adalah nikmat yang sering dilalaikan oleh manusia. Kelalaian tersebut menyebabkan mereka tidak mempergunakan panca indera untuk hal-hal yang diperintahkan dalam agama. Terlebih lagi, indera adalah alat untuk menemukan hakikat kehidupan yang sebenarnya, di samping bahwa otak dan akal yang menuntun indera agar dapat menghadapi kehidupan dengan sebenarnya.
Dalam ayat ini, Allah memberikan contoh betapa lemahnya manusia bahkan untuk sesuatu yang diambil oleh Allah dari tubuhnya sendiri. Seperti pendengaran dan penglihatan serta hati yang tertutup. Kemudian Allah menyatakan apakah ada yang dapat mengembalikannya? Jawabannya tentu tidak. Tetapi mengapa manusia masih saja lalai dan tidak mau mengakui perintah Allah untuk menyembah-Nya dan berlaku sebagaimana yang digariskan dalam Islam.
Berapa banyak pintu-pintu dosa yang dilakukan dengan indera? Berapa banyak kemaksiatan yang dilakukan oleh indera? Itu adalah salah satu pengingkaran terhadap nikmat yang telah Allah anugerahkan kepada manusia. Meskipun demikian, manusia tetap lalai dan tidak menyadari nikmat anugerah indera tersebut. Kadang-kadang kesadaran itu datang terlambat, setelah kenikmatan inderawi dicabut, maka tidak ada lagi tersisa kenikmatan hidup yang dirasakan. Semua hilang sirna tanpa bekas, disitulah kadang terjadi penyesalan. Penyesalan tidak akan berarti, karena kehilangan inderawi merupakan kehilangan satu anugerah terbaik yang diberikan Allah kepada manusia.
Dengan ayat ini, Allah juga menyatakan, bahwa banyak manusia yang tidak banyak yang mensyukuri nikmat yang telah diberikan kepada mereka. Hal ini dibuktikan dengan semakin jauhnya mereka dari mengingat Allah. Di penjuru timur dan barat, manusia melakukan kemungkaran, kemaksiatan tanpa takut terhadap hari akhir yang pasti akan terjadi serta pertanggungjawaban amalan. Allah juga menyatakan bahwa peringatan ini adalah sebagian kecil dari peringatan yang telah Allah ingatkan kepada manusia, berupa peringatan terhadap umat-umat terdahulu, berupa pengingkaran yang berakhir pada azab. Dan pada kali ini peringatan Allah begitu istimewa karena menyangkut nikmat yang ada pada diri manusia dan tubuh manusia itu sendiri, yang mana manusia akan langsung dapat menyadari bahwa apa yang dimilikinya adalah tidak akan berguna bila Allah mencabutnya.
Begitupun, banyaknya pertanda kebesaran Allah, bagi sebagian orang tidaklah bermakna, dan mereka tetap berpaling, tidak mau menyembah Allah. Allah sendiri menegaskan bahwa meskipun peringatan tersebut telah berulang, tidaklah serta merta dapat menyadarkan manusia. Perlu usaha para penda’i dan juru dakwah untuk mengingatkan mereka, sebagai wasilah agar Allah dapat memberikan petunjuk kepada mereka, karena Allah-lah yang Maha memberikan petunjuk kepada orang-orang yang dikehendaki-Nya. Lalu pertanyaannya, apakah kita adalah orang-orang yang diberi petunjuk itu? Jika tidak maka, surat al-fatihah yang selalu kita baca yang didalamnya agar diberikan petunjuk merupakan pinta kita yang paling lumrah. Wallahu a’lam.