GEMA JUMAT, 5 APRIL 2019
Selasa (2/4/2019), almanak libur nasional berkaitan dengan Isra Mi’raj. Penetapan liburan ini untuk mengingatkan umat Islam mengenang perjalanan Rasulullah berkaitan dengan perintah shalat.
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Al Masjid Haram ke Al Masjid Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS: Al-Isra ayat 1).
Dalam konteks kekinian, Isra Mi’raj mengandung pesan yang luar biasa. Perjalanan oleh Rasulullah Saw terdiri dari dua sesi yakni dari Makkah ke Masjid Aqsa di Palestina. Melalui perjalanan dari ini, Allah anugerahkan keberkahan di sekitar rute perjalanan istimewa itu. Hingga kini keberkahan itu dirasakan oleh semua orang seperti di kota-kota di sekitar Makkah, Madinah dan Masjid Al Aqsa.
Sesi kedua, Nabi bertemu Allah adalah gambaran seorang yang telah berada pada posisi atas dalam hal rohani atau lainnya seperti status sosial, ekonomi, dan pangkat jabatan. Kemudian turun ke bumi sebagai cerminan sikap tidak melalaikan dan mau berbagi kebahagiaan kepada mereka yang kebetulan berada pada posisi bawah
Apa momen Isra Mi’raj yang bisa dipetik pada masa kekinian? Umat Islam wajib meneladani kehidupan Nabi yang antara lain menjalin keakraban dengan umat beragama lain sehingga kondisi keamanan tetap terjaga dengan baik. Kita sadar bahwa melalui mukjizat ini, umat Islam diwajibkan shalat lima waktu. Apa makna dari shalat?
Yakni antara lain mampu mencegah perbuatan munkar. Setiap orang bisa melaksanakan shalat namun belum masuk ke tahap mengamalkan makna shalat. Kita sudah sering mendengar ungkapan bahwa shalat bisa mencegah perbuatan yang diharamkan dalam Islam. Faktanya ada yang rajin shalat namun maksiat korupsi, menipu, menahan hak-hak bawahan/buruhnya dan lain-lain masih dilaksanakan dalam waktu bersamaan.
Kita percaya, jika arti dan tafsir bacaan dalam shalat diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, maka daerah yang umatnya mengamalkan makna shalat akan menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr. Setiap umat menginginkan terwujudnya kawasan yang adil makmur dan warga sehat wal afiat.
Berkaitan dengan pengamalan shalat, maka jamaah tidak gegabah menyebarkan fitnah. Pasalnya, penyebar fitnah akan terkuras amal-amalannya tersedot kepada yang difitnah. Kita patut bersedih sebab berdasarkan survei oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada Januari 2019, Aceh, Jawa Barat dan Banten merupakan daerah dengan tingkat penyebaran hoaks tertinggi.
Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang suka menghambur fitnah. [HR Hudzaifah].
Salah satu cara mengurangi tersebar fitnah yakni tidak menyebarkan berita atau info-info yang belum dicek kebenarannya. Kita tidak mau amalan-amalan ibadah yang kita laksanakan berkurang setiap saat karena rajin melakukan fitnah kepada pihak lain.
“Tahukah kalian siapa sebenarnya orang yang bangkrut?” tanya Rasulullah
“Orang yang bangkrut menurut pandangan kami adalah seorang yang tidak memiliki dirham (uang) dan tidak memiliki harta benda,” jawab sahabat.
Rasulullah SAW berkata, “Orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada hari kiamat membawa pahala shalat, pahala puasa, pahala zakat, dan pahala hajinya, tetapi ketika hidup di dunia dia mencaci orang lain, menuduh tanpa bukti terhadap orang lain, memakan harta orang lain (secara bathil), menumpahkan darah orang lain (secara bathil), dan dia memukul orang lain. Maka sebagai tebusan atas kezalimannya, diberikanlah di antara kebaikannya kepada orang yang dizaliminya. Semuanya dia bayarkan sampai tidak ada yang tersisa lagi pahala amal salehnya. Tetapi orang yang mengadu ternyata masih datang juga. Maka Allah memutuskan agar kejahatan orang yang mengadu dipindahkan kepada orang itu. Dan (pada akhirnya) dia dilemparkan ke dalam neraka.”
“Itulah orang yang bangkrut di hari kiamat, yaitu orang yang rajin beribadah tetapi dia tidak memiliki akhlak yang baik. Dia merampas hak orang lain dan menyakiti hati mereka.” (HR Muslim). [Murizal Hamzah]