Gema Jumat, 30 Oktober 2015
Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA, Guru Besar UIN Ar-Raniry
Aceh resmi memberlakukan praktik hukum jinayah atau pidana Islam mulai 28 Oktober 2015. Aturan Qanun Nomor 6 Tahun 2014 ini mengatur sanksi cambuk sebanyak 100 kali bagi pezina, praktik gay dan lesbian. Hukuman ini dinyatakan tak bertentangan dengan hukum posisif dan hak asasi manusia (HAM). Simak berikut wawancara wartawan Gema Baiturrahman, Indra Kariadi dengan Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof. Dr. Tgk. H. Muslim Ibrahim, MA.
Bagaiamana tanggapan Anda tentang qanun jinayah yang disebut melanggar HAM?
Ketika permasalahan ini ditanyakan, maka kita balik bertanya kepada yang memberi pernyataan tersebut. Apakah mereka pahamAlQuran dan Hadits?. Hukum jinayah itu tidak lebih dan tidak kurang diambil dari apa yang terkandung dalam AlQuran, dan juga Hadits. Tuntutan yang terkandung dalam Qanun Jinayat itu tidak lebih yang terkandung di dalam hadits. Jika qanun itu melanggar HAM, maka boleh di tafsirkan juga hadits berarti juga melanggar HAM, seperti itulah tafsirannya.
Indonesia adalah sebuah Negara yang mengakui hak asasi manusia internasional. HAM di Indonesia itu harus menurut bangsa dan agama ketika merumuskannya. Atas dasar itu semua, harus sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, atas dasar kesesuaian semua itu, maka diberikanlah Undang-undang HAM.
Jadi, kaitannya dengan peraturan Negara?
Qanun jinayah ini di ambil berdasarkan UU No. 11 tahun 2006 tetntang kekhususan Aceh, jika qanun jinayah ini bertentangan maka bertentangan semua UU tentang kekhususan Aceh.
Apakah Qanun Jinayah mendiskriminasikan perempuan?
Saya tidak melihat ada diskrimanasi terhadap perempuan dalam qanun junayah tersebut, dalam artian laki-laki yang berbuat salah dicambuk, perempuan berbuat salah juga dicambuk. Qanun jinayah itu tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan, kalau memang mereka berbuat salah, maka di hukum. Dalam Qanun Jinayah, penzina hukumannya lebih besar dari yang lain.
Bagaimana dimaksud dengan saksi dalam qanun jinayah tersebut?
Jika terbukti berzina, harus mempunya saksi empat orang, syarat saksi itu harus dewasa, memberi keterangan yang pasti ke empat orang itu, kalau sedikitpun berbeda dari saksi itu, nanti bisa saksi itu di anggap penunduh dan di jatuhkan hukuman kepada saksi tersebut. Contohnya, saudara si A melihat si B itu melakukan zina pada pukul berapa, misalnya pukul 8, maka di tanya lagi pada saksi kedua, jika saksi kedua memberikan keterangan yang sama, maka hukuman di berlakukan kepada pezina itu. Tapi , jika ada yang melenceng dari keterangan saksi, maka saksi yang kena cambuk karena sudah menunduh orang melakukan zina.
Bagaimana membedakan zina dengan khalwat?
Zina itu adalah memasukkan alat kelamin laki-laki kedalam alat kelamin perempuan. Jika kedapatan orang berdua sudah hampir melakukan zina, maka itu tidak dikatakan zina, maka bisa dikatakan itu khalwat. maka hukumannya adalah hukuman khalwat pula, tidak jatuh hukuman zina. Karena menuduh orang melakukan zina itu adalah dosa, akibat patalnya adalah membuat nama baik orang itu tercemar. Kalau salahsalah dalam menuduh orang zina, bisa saksi itu di cambuk, karena jadi saksi zina itu tidak sembarangan dan tidak mudah.
Apa harapan anda kepada pihak yang tidak setuju dengan qanun ini ?
Harapan saya kepada pakar-pakar hukum, janganlah cepat-cepat meremehkan syariat islam ini, kita yakin sebagai hamba Allah, bahwa benarnya hukum Allah itu, karena dengan hukum Allah itulah bisa mencapai keadilan dan kebenaran.