Janganlah Mati dalam Keadaan Jahil

Dari Anas bin Malik r.a. sesungguhnya Rasulullah SAW bersabda : Memahami agama difardhukan kepada setiap Muslim. Bukankah kamu diperintahkan untuk mempelajari ilmu, mengajarkan ilmu dan mendalaminya dan janganlah mati dalam keadaan jahil (tidak memahami agama) (H.R. Ahmad).

Keislaman seseorang berangkat dari dua kalimat syahadat. Syahadat mengandung suatu pernyataan. Setiap orang yang memberikan harus memahami dengan baik isi dari yang dinyatakan. Setiap pernyataan mengandung resiko dan tanggung jawabyang harus dipikul. Syahadat berisi keyakinan dan berimbas pengimplementasiannya dalam bentuk rukun-rukun Islam. Iman atau keyakinan terjelma dalam hati dan sanubari. Iman baru sempurna ketika dipelajari dengan mendetil dan terperinci melalui jalur pembelajaran  sehingga iman benar-benar terpahami dan berbekas dalam hatinya. Iman yang diimplementasikan dalam bentuk rukun-rukun Islam dilakukan dalam bentuk usaha nyata. Pelaksanaan rukun-rukun Islam pun berawal dari mempelajarinya dengan seksama yang terkontrasi melalui pembelajaran dan berkonsekwensi dalam ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah yang sebarannya berada dalam Ilmu Fiqh dan Ilmu Akhlaq. Hukum mempelajarinya ada yang fardhu ‘ain dan fardhu kifayah. Semua ilmu yang dipelajari berdasarkan ketentuan dan ketetapan dari Kitab Suci Al Quran dan Sunnah Rasulullah SAW.

Nabi SAW menekankan dalam hadits ini tiga aspek yaitu : ta’allum (mempelajarinya), ‘allim (mengajarinya) dan tafaqquh (mendalaminya). Untuk belajar, waktunya sepanjang hidup dari ayunan sampai liang lahad. Masa belajar tak terbatas karena belajar harus berjenjang dari usia dini, anak-anak, pendidikan dasar, menengah pertama, menengah atas dan perguruan tinggi (S1, S2, S3). Kenapa harus berjenjang dan bertingkat-tingkat? Ini disebabkan Allah SWT menciptakan kemampuan berpikir manusia sesuai usia masing-masing. Setelah ilmu diperoleh akan terbuka jalan untuk mengamalkannya demi kepentingan ibadah mahdhah dan ibadah ghairu mahdhah. Semua ajaran agama dituntun dengan teori-teori benar sehingga menjadi mudah melaksanakannya. Tidak boleh praktek agama cuma dengan meniru-niru atau taqlid. Setelah mempelajari ditempuh maka berkewajiban mengajarkan ilmu kepada pihak lain. Ilmu tidak boleh disimpan, harus dipindahkan ke generasi berikutnya supaya berkembang dan dapat dipelajari secara bertahap dan berjenjang pula. Untuk memenuhi tuntutan mengajarkan ilmu maka mengharuskan adanya lembaga-lembaga pendidikan yang bernama PAUD, Taman Kanak-Kanak (Bustanul Athfal), Sekolah Dasar/Ibtidaiyah, Sekolah Menengah Pertama/Tsanawiyah, Sekolah Menegah Atas/Aliyah, Perguruan Tinggi/Universitas dengan berbagai fakultas dan program studinya. Sarana pendidikan ada yang berbentuk modern dan ada pula tradisional seperti dayah, pesantren, yang dikelola oleh negara maupun swasta/non pemerintah.

Perintah Rasulullah SAW terakhir dalam hadits ini adalah tafaqquh yaitu mendalami. Pemahaman pendalaman akan didapat dengan memiliki ilmu yang luas dan memadai untuk mendalami seluk beluk agama dari kalangan ilmuwan, akademisi, faqih, sejarawan, sastrawan, arsitek dan ahli hukum. Dengan adanya tafaqquh maka menjadi sempurnalah pemahaman ilmu agama. Nabi SAW menekankan supaya setiap Muslim dan Mu`min wajib berilmu dan janganlah mengabaikan ilmu di saat masih hidup supaya ketika ajal memanggil jangan dalam keadaan bodoh tak berilmu pengetahuan. Wallahu a’lamu bishshawab

Shopping Cart

Sedang Perbaikan

Mohon maaf atas ketidaknyamanan ini. Untuk info lebih lanjut, silahkan kontak melalui formulir berikut: