Gema JUMAT, 18 September 2015
Banyak pakar dan prak- tisi bisnis perdagangan men- gatakan, saat ini Indonesia kekurangan pengusaha atau wirausahawan. Padahal, un- tuk menjadi negara yang be- sar, salah satu syaratnya ne- gara tersebut harus memiliki banyak pengusaha. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM tahun 2015, jum- lah pengusaha Indonesia sebesar 1,65 persen dari jum- lah penduduk Indonesia 200 juta jiwa lebih.
Bila dibandingkan den- gan negara tetangga seperti Thailand, Malaysia dan Sin- gapura, Indonesia tertinggal jauh. Singapura memiliki pengusaha sebesar 7 persen, Malaysia 5 persen, dan Thai- land memiliki pengusaha 4 persen dari jumlah pen- duduknya. Kondisi ini, tentu, memprihatinkan kita semua. Apalagi Indonesia negara muslim terbesar di dunia.
Sebagai negara yang mayoritas Muslim, penduduk Indonesia menjadikan Rasu- lullah SAW sebagai panutan dalam berbagai hal, termas- uk dalam berniaga. Jumlah 1,65 persen pengusaha di Indonesia itu juga tidak bu- lat beragama Islam. Bila kita menengok ke belakang, maka akan terlihat fakta, Ra- sulullah SAW dan banyak sahabat berprofesi sebagai pengusaha.
Banyaknya pengusaha pada masa awal Islam ber- dampak dakwah Islam men- galami perkembangan sangat pesat. Tentu, pengusaha-pen- gusaha masa awal Islam di- kalangan sahabat dikenal dermawan, jor-joran memb- elanjakan hartanya di jalan Allah. Karena begitu pent- ingnya peran para pengusaha ini, dalam beberapa hadits di- jelaskan keutamaan menjadi pengusaha.
“Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan seorang pria dengan tangannya dan setiap jual beli yang mabrur.” (HR Ahmad, Al Bazzar, Ath Tho- broni dan selainnya, dari Ibnu ‘Umar, Rofi’ bin Khudaij, Abu Burdah bin Niyar dan selain- nya). Kemudian, “Hendak- lah kalian berdagang karena berdagang merupakan sembi- lan dari sepuluh pintu rezeki.” (Al-Mughni ‘an Hamlil Asfar, Al-Hafizh Al-‘Iraqi pada Ha- dits nomor 1576). Siapkan regulasi Mencetak pengusaha Muslim bukan urusan mu- dah. Pemerintah Aceh dan kab/kota, bisa memulai mel- akukan kaderisasi calon- calon pengusaha Muslim. Untuk menunjang kaderisasi wirausahawan muslim ini, kita bisa membuat regulasi yang mendukung generasi muda menjadi pengusaha.
Regulasi tersebut misalnya tentang mendirikan sekolah calon pengusaha muslim hingga tingkat kampung atau intervensi kurikulum muala- mat Islam.
Selama ini disadari, lem- baga-lembaga pendidikan baik negeri maupun swasta tidak memberikan materi pelajaran tentang kewirau- sahaan secara intensif. Lem- baga pendidik lebih banyak melahirkan generasi muda yang sebagian besar berke- inginan menjadi karyawan atau pegawai.
Disinilah pentingnya se- kolah wirausaha. Dengan kurikulum kelas maupun lapangan yang terukur, maka setiap tahun akan melahirkan pengusaha-pengusaha baru. Katakanlah ada 100 sekolah wirausaha, setiap tahun satu sekolah meluluskan 30 calon pengusaha, maka di Aceh se- tiap tahun akan lahir 3.000 calon pengusaha.
Nah, agar alumnus se- kolah wirausaha langsung bisa berwirausaha, maka regulasi selanjutnya adalah tentang fasilitasi modal usa- ha dan pendampingan. Dana modal usaha ini juga dipe- runtukan bagi masyarakat, baik kaum muda maupun generasi tua. Betapa banyak orang yang ingin berwirausa- ha, namun terkendala modal usaha dan pendampingan.
Dari uraian di atas, maka secara otomatis kedepan di Aceh pengusaha-pengusaha itu lahir karena by design (dirancang), bukan by nasib. Kaderisasi pengusaha itu kita lakukan bersahaja dan target yang terukur. Insya Allah kita bisa. (Ibnu Syafaat)