“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (keringnya) niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah SWT. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa Maha Bijaksana” (QS.Luqman ayat 27)
Pada ayat sebelumnya dinyatakan bahwa Allah Maha Agung dengan segala ciptaan-Nya yang menghiasi alam semesta, mulai dari yang paling kecil sampai pada yang paling besar. Hal tersebut dijelaskan masih secara umum. Kemudian Allah menyatakan bahwa konsekuensi keagungan Allah SWT itu menetapkan bahwa tidak ada yang berhak disembah melainkan hanya Dzat-Nya.
Dalam ayat ini, merupakan penjelasan tentang kekuasaan-Nya yang tak terbatas itu apabila dibuat rasionalisasi, maka faktanya adalah, bahwa jika indikator untuk menjelaskan kekuasaan-Nya itu dengan ilmiah, maka akan mengambil fenomena catatan pengetahuan sebagai jalan yang paling mungkin untuk menjelaskannya. Di sini Allah SWT menjelaskan bahwa semua pohon menjadi kayu dan semua air laut menjadi tinta, masih belum cukup untuk menjelaskan kalimat-kalimat (ilmu dan kekuasaan) Allah SWT yang terpampang di alam semesta.
Dalam banyak ayat al-Qur’an juga disebutkan bagaimana pengetahuan yang dimiliki oleh manusia bila dibandingkan dengan pengetahuan Allah SWT. Ayat lain mengatakan bahwa ilmu manusia itu hanyalah ‘sedikit’. Tidak sebanding dan tidak berbanding dengan pengetahuan Allah SWT. Dan secara idealnya, ayat di atas dengan gamblang menyatakan bagaimana hakikat pengetahuan dan kekuasaan Allah SWT di alam semesta.
Mengimani Allah SWT, tidaklah dengan keimanan yang buta. Mengimani Allah SWT dengan mengetahui dengan sebaik-baiknya bagaimana kekuasaan Allah SWT itu adalah salah satu upaya agar keimanan itu tetap tumbuh subur, tidak terombang-ambing dalam kehidupan di dunia. Dalam al-Qur’an Allah SWT telah menjelaskan dengan detail tentang keimanan, bagaimana cara membuktikan bahwa manusia harus beriman kepada Allah SWT, dan bagaimana iman itu diimplementasikan dalam kehidupan muslim. Wallahu al-musta’aan.