Aisyah radhiyallahu ‘anha ketika ditanya bagaimana puasa Nabi SAW pada bulan Sya’ban, beliau menjelaskan: “Nabi SAW tidak pernah berpuasa dalam satu bulan lebih banyak dari bulan Sya’ban. Nabi SAW biasa berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Bulan Sya’ban adalah bulan ke delapan dalam Islam. Para ulama mengatakan bahwa bulan ini dinamakan Sya’ban karena berasal dari kata sya’b atau syi’b yang kadang disebut dengan lembah. Manusia berpencar untuk mencari air setelah berlalunya bulan Rajab. Namun dalam masyarakat Aceh bulan Syakban identik dengan bulan “Khanduri Bu”, yakni tradisi dimana masyarakat mengadakan kenduri untuk segala arwah keluarganya yang sering disebut dengan khanduri thon.
Bulan Sya’ban di satu sisi bagi kebanyakan orang tidak memiliki keistimewaan tersendiri, namun ternyata Nabi Muhammad SAW mengistimewakannya dengan melakukan berbagai amalan di dalamnya, di antaranya adalah dengan berpuasa.
Imam Ahmad dan Imam Nasai r.a meriwayatkan dari sahabat yang mulia Usamah bin Zaid r.a salah seorang sahabat yang paling dekat dan dicintai oleh Nabi SAW. Beliau memerhatikan bahwa junjungan beliau yang paling beliau cintai dan mencintai beliau, ketika datang bulan Sya’ban memperbanyak puasa. Tidak sama dengan bulan-bulan yang lain. Maka beliau bertanya kepada Nabi SAW: “Ada apa gerangan wahai Rasulullah sehingga Engkau memperbanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban, puasa yang tidak pernah Engkau lakukan sebanyak itu selain di bulan Sya’ban?” Nabi SAW menjawab: “Itulah bulan yang manusia lalai darinya, bulan yang berada di antara Rajab dan Ramadhan….” (HR. An-Nasa’i).
Hadis tersebut mengisyaratkan bahwa banyak manusia yang lalai di bulan Sya’ban. Padahal dalam bulan Sya’ban terdapat keistimewaan yang luar biasa seperti malam Nisfu Syakban. Bulan ini juga gerbang menuju bulan Ramadhan, dimana ummat Islam diwajibkan berpuasa selama sebulan penuh di siang hari dan beribadah di malam hari dengan berbagai amalan sunnah.[]
Menjaga Keabadian Harta Wakaf
Bila kita perhatikan, tidak satupun