GEMA JUMAT, 8 FEBRUARI 2019
Oleh.Dr. Tgk. H. Amir Khalis
Kejujuran dan keadilan adalah ibarat 2 (dua) sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan. Karena kejujuran tidak mungkin terwujud tanpa adanya keadilan dan begitu juga keadilan tidak mungkin tercapai tanpa adanya kejujuran. Seseorang tidak mungkin dikatakan adil, kalau ia tidak memiliki sifat jujur, demikian juga seseorang tidak mungkin dikatakan jujur, kalau ia tidak memiliki sifat adil. Namun, kedua istilah tersebut di atas, sekarang ini, sangat sulit kita temukan pada diri seseorang dan kelompok atau lembaga, bahkan, sudah menjadi sesuatu yang langka. Dan persoalan ini juga, yang sekarang membuat masyarakat resah dan gelisah, kemana masyarakat harus mencari keadilan dan kejujuran. Lembaga-lembaga yang sebelumnya dijadikan sebagai tempat mereka menyampaikan keluhan tentang ketidakadilan dan ketidakjujuran, sekarang ini, tidak bisa lagi diharapkan. Oleh karena itu, masalah pertama yang coba kita uraikan dalam pembahasan ini adalah tentang keadilan.
Keadilan secara umum dimaknai sebagai jalan untuk menegakkan hukum Allah SWT atau menerapkan hukum sesuai dengan syari’at yang telah diwahyukan oleh Allah SWT kepada para rasul dan para nabi. Keadilan juga merupakan sebuah kewajiban kepada pemimpin bahkan para nabi dan rasul serta keadilan merupakan dasar utama dalam syari’at Islam dan juga merupakan tujuan akhir dari penegakan hukum Islam itu sendiri baik terhadap ummat Islam ataupun kepada para musuhnya. Keadilan adalah penegak alam semesta di dunia dan akhirat serta atas dasar keadilanlah tegaknya langit dan bumi. Keadilan adalah tonggak dasar bagi sebuah pemerintahan dan kekuasaan sedangkan kedhaliman adalah sebuah jalan yang akan menghancurkan peradaban dan kekuasaan.
Dalam al-Qur’an banyak ayat yang memerintahkan untuk ditegakkannya keadilan dan kemudian dikuatkan lagi oleh hadist-hadist nabi serta dipraktekkan oleh para sahabat dalam kehidupan masyarakat. Di antara ayat-ayat al-Qur’an yang menjelaskan tentang pentingnya terwujud nilai-nilai keadilan dalam kehidupan masyarakat adalah surah an-Nahl ayat 90 yang berbunyi:
Artinya: “Allah menyuruh manusia untuk selalu berbuat adil dan berbuat baik dan juga menyuruh manusia untuk memberi nafkah kepada kerabat serta melarang manusia untuk berbuat keji dan mungkar”.
Dan juga surat an-Nisaa ayat 58 yang berbunyi:
Artinya: “Dan Jika kamu menetapkan hukum di antara manusia, maka putuslah atau tetapkanlah hukum itu secara adil”.
Keadilan Dalam Agama dan Politik
Islam dalam menerapkan keadilan tidak hanya diberlakukan untuk orang muslim dengan muslim lainnya, tetapi, kaum muslimin baik secara individu ataupun secara kelompok diperintahkan untuk selalu berlaku adil kepada siapapun juga. Artinya Islam melarang kaum muslimin mendhalimi, menganiaya serta berlaku tidak adil kepada non muslim sekalipun. Maka, tidak benar isu yang berkembang di masyarakat sekarang ini, bahwa orang Islam adalah orang yang intoleran kepada kaum minoritas atau agama lain dan atau kepada kelompok minoritas politik tertentu. Dan Ini hanyalah propaganda yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak senang dengan ajaran Islam. Padahal, ajaran Islam sangat toleran dan menghormati keberadaan kelompok minoritas baik dalam agama, suku, sosial, politik dan kelompok lainnya.
Islam juga menjawab klaim atau kritikan dari orang-orang yang mengatakan bahwa syari’at Islam tidak menjaga hak-hak kaum minoritas. Padahal, Islam sangat memperhatikan dan menjamin hak hak mereka secara jelas dan tegas. Bahkan, kadang-kadang toleransi yang dibangun dan yang dipraktekkan dalam Islam dan kehidupan sehari-hari, sudah melebihi apa yang seharusnya dilakulan oleh ummat Islam terhadap kaum minoritas.
Hal ini tercermin misalnya, dimana mereka (kaum minoritas), tidak dibebankan kewajiban dan boleh meninggalkan sesuatu yang harus dilakukan dan dibebankan kepada ummat Islam dalam menjalankan ajaran agamanya, mereka juga bebas dan tidak dilarang untuk menyiarkan agamanya serta tidak ada pemaksaan kepada mereka untuk tunduk kepada ajaran Islam serta Islam juga melarang ummatnya mengganggu fisik, harta dan kehormatan mereka serta sembahan-sembahan mereka.
Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah SAW melarang untuk memusuhi kaum minoritas seperti hadist dari Abu Daud dan al-Baihaqi, yang berbunyi:
Artinya: “Ketahuilah, barang siapa yang mendhalimi kafir dhimmi (non muslim yang terikat perjanjian), atau ada orang yang mengurangi haknya, atau ada yang membebankan sesuatu yang tidak sanggup mereka lakukan atau mengambil haknya secara dhalim atau curang, maka ia akan menjadi musuhku di akhirat kelak.”.
Dan juga hadist dari al-khatib dari Anas, yang berbunyi:
Artinya: “Barang siapa yang menyakiti kafir Dhimmi (non muslim), maka ia akan jadi musuhku, barang siapa yang menjadi musuhku di dunia, maka ia juga akan menjadi musuhku di akhirat kelak”.
Bahkan, ada nash yang khusus, dimana Allah SWT memerintahkan kaum muslimin berlaku adil terhadap lawan atau musuh, sebagaimana firman Allah SWT dalam surah al- Maidah ayat 8 berbunyi:
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman tegakkanlah kebenaran karena Allah dan bersaksilah dengan adil dan jangan sampai kebencianmu kepada suatu kaum membuat kamu tidak berlaku adil. Berlaku adillah kamu, karena keadilan itu, lebih dekat dengan ketaqwaan dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah, maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
Islam tidak hanya menuntut ummatnya untuk berlaku adil, akan tetapi, Islam juga mengharamkan berbuat sesuatu yang melawan dari keadilan itu sendiri yaitu kedhaliman dengan larangan secara jelas dan tegas, sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an, surat Ibrahim, ayat ke 42 yang berbunyi:
Artinya: “Janganlah kamu kira Allah SWT lalai terhadap apa yang dikerjakan oleh orang-orang yang berbuat dhalim, akan tetapi, Allah menangguhkannya sampai suatu hari yang semua mata akan terbelalak (melihatnya)”.
Juga hadist Qudsi yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abi Dzar al-Ghifari yang berbunyi:
Artinya: “Wahai hambaku, sesungguhnya aku mengharamkan kedhaliman pada diriku sendiri dan juga aku mengharamkan kedhaliman itu pada kalian, oleh karena itu, janganlah kalian saling mendhalimi”.
Keadilan tidak hanya diterapkan antara individu dengan individu yang lain, tetapi, keadilan yang lebih penting dan lebih besar efeknya adalah penerapan keadilan yang menyangkut dengan kepentingan publik atau masyarakat luas seperti keadilan seorang pemimpin dalam menjalankan pemerintahannya, Sebagai contoh dan sejarah juga mencatat, Rasulullah SAW, Abu Bakar As-Shiddieq, Umar bin Khatab, Ustman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib serta Umar bin Abdul Aziz, mereka adalah orang-orang yang telah berhasil dalam menjalankan pemerintahannya karena berpijak, berpihak dan mewujudkan serta menegakkan keadilan dalam kepemimpinannya, seperti menjalankan kewajibannya sebagai seorang pemimpin dan kemudian diikuti dengan memenuhi hak-hak rakyatnya, baik hak-hak individu maupun hak-hak masyarakat secara umum.
Sebaliknya, di Indonesia, hancurnya orde lama dan orde baru juga didominasi oleh faktor ketidakadilan atau kedhaliman terhadap hak-hak rakyatnya. Di Tunisia, Bourghiba dan Zain bin Ali, runtuh kekuasaanya, juga karena kedhaliman yang merajalela yaitu berkhianat terhadap hak-hak rakyat serta mengabaikan amanat rakyat yang telah dibebankan dipundak mereka. Begitu pentingnya nilai-nilai keadilan yang harus diwujudkan oleh seorang pemimpin dalam pemerintahannya, maka Rasulullah SAW mengingatkan kepada kita bahwa Allah SWT sangat mencintai pemimpin yang adil dan sangat benci kepada Pemimpin yang dhalim, yaitu pemimpin yang berlaku sewenang-wenang kepada rakyatnya.
Khatib Ketua Mahkamah Syar’iyah Tapaktuan