Kemungkaran adalah bentuk kedurhakaan seseorang terhadap perintah Tuhan. Mereka menumbuhkembangkan ketidaktaatan. “Disinilah awal kemaksiatan itu muncul, di tengah dinamika kehidupan sosial maupun kehidupan beribadah kepada-Nya,” Demikian kata Guru Besar Ilmu Filsafat Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Ar-Raniry, Prof Dr H Syamsul Rijal BA MAg.
Menurut Samsul, segala bentuk kedurhakaan dan ketidaktaatan terhadap perintah Allah dan Rasul-Nya senantiasa mendatangkan ketidakharmonisan dalam kehidupan. Perilaku KKN misalnya, adalah manefestasi lain dari bentuk kemungkuran. Bagi manusia beriman pasti memilih untuk membasmi kemungkaran itu.
“Segala bentuk kezaliman dan ketidakadilan adalah kemungkaran yang meniscayakan peradaban. Kehadiran Islam adalah manifestasi peradaban kemanusiaan. Keadaan ini tidak menyatu dengan kemungkaran,” tegas Syamsul.
Menurut dia, Islam transformatif adalah perilaku kepedulian adanya aktivitas perintah melaksanakan kebaikan dan mencegah kemungkaran. Amar ma’ruf dan nahi mungkar merupakan solusi kreatif-futuristik bagi menjamin dinamika kehidupan yang berperadaban. Penegakan instrumen amar ma’ruf nahi mungkar adalah pendekatan strategis untuk meminimalisir dan menghilangkan perilaku kedurhakaan, ketidakadilan dan segala bentuk KKN yang menggerogoti esensi kehidupan kemanusiaan.
“Karena itu, jadilah sekelompok ummat yang mengingatkan penegakan amar ma’ruf nahi mungkar seraya memperbaiki mereka yang terlanjur nista dalam pengamalan substansi ajaran agama yang dianut, sehingga tetap dalam koridor dan bingkai ajaran Islam yang sesungguhnya. Disanalah ada peradaban hadirnya manusia bermanfaat bagi lainnya,” katanya.
Perdalam tauhid
Dosen UIN Ar-Raniry, Baharuddin AR MSi menjelaskan, banyak manusia di akhir zaman melewati harinya-harinya dengan kebaikan, tetapi terkadang sebagiannya membiarkan kemungkaran. Seharusnya antara kebaikan dan mencegah kemungkaran itu seimbang. Yang sangat miris, sambil beramar ma’ruf, juga melakukan kejahatan yang sembunyi-sembunyi.
“Bahkan, ketika melakukan kemungkaran ada oknum-oknum tertentu menggunakan simbol dan mengatasnamakan Islam,” katanya. “Misalnya, ada para koruptor dan pejabat yang memamerkan baru pulang dari tanah suci, begitu pula ketika cari sumbangan mengatasnamakan pembangunan tempat ibadah, dayah, dan lain-lain,” tambahnya.
“Ada kejadian ketika para penjahat ditangkap dan diborgol dengan beraninya memakai pakaian khas Islam seperti berpeci dan sebagainya, bahkan sekarang ada kejahatan baru yaitu LGBT. Pendekatan gerakan kejahatan seksual ini menggunakan narasi dan simbol agama, katanya kawin sesama jenis dan seks bebas sebuah kebutuhan yang dibenarkan agama,” ungkap Baharuddin.
Menurut dia, gerakan berbahaya ini mendapat legitimasi tokoh tertentu, ormas Islam, bahkan dari negara, termasuk legitimasi menyakitkan ini bagian dari moderasi beragama dalam bingkai Islam Nusantara, yang berakar pada basis kebebasan berpikir.
“Jadi, solusi agar minimnya kemungkaran, pertama, ummat Islam yang mayoritas harus memiliki kesadaran beragama secara kaffah. Jangan terperangkap islamofobia yang sengaja dikelola dan dikembangkan oleh tokoh-tokoh tertentu dan pejabat negara,” urainya.
Kedua, jika ingin berhasil di zona nahi mungkar harus memperdalam tauhid, karena muslim yang komitmen dalam ketauhidan akan beresiko dan mendapat konsekuensi pada zaman ini. Para ulama dahulu dan sekarang masuk penjara, lebih banyak karena menentang kemungkaran berbasis tauhid. “Bukan karena perkara fikih atau tasawuf, apalagi kemungkaran itu dilakukan oleh penguasa zalim,” tegasnya.
Ketiga, persiapkan generasi penerus yang berkarakter tauhid, yang siap dengan segala tantangan dan kompetisi, apalagi pada generasi usia emas. Jaga mereka jangan terperangkap gerakan kemungkaran yang masif, sistemis dan holistik. “Jangan terperangkap LGBT, hidup instan dan individualis, yang menjadikan perangkat internet atau hand phone sebagai sesembahan, alias Tuhan, dengan menghabiskan segala energi, uang, waktu hanya untuk itu,” tagasnya.
Penyebab Kemungkaran
Ketua Pengurus Wilayah Persaudaraan Muslimin Indonesia (Parmusi) Aceh, Bahrom Mohd Rasyid menjelaskan penyebab kemungkaran banyak faktor diantaranya lemah pengetahuan seseorang tentang dinul Islam, baik yang berkaitan dengan aqidah, syariah dan akhlak. “Sehingga mereka terjerumus ke dalam kemusyrikan yang bertentangan dengan prinsip ketauhidan dan kufur kepada Allah SWT,” katanya.
Dia menambahkan, kemungkaran dalam dimensi syariah terjadi akibat lemahnya pengetahuan tentang hukum Islam, misalnya tentang halal dan haram. Semua yang dilarang Islam apabila dikerjakan itu termasuk perbuatan mungkar, baik yang berhubungan dengan harta benda, pangkat dan jabatan yang diperoleh secara illegal dan melanggar ketentuan Al-Quran dan hadist.
“Itu semua merupakan prilaku kemungkaran. Demikian juga yang berhubungan dengan akhlak dan moral, terjerumus ke dalam kemaksiatan, baik secara lisan, perbuatan dan prilaku menyimpang,” katanya.
Menurut Bahrom, melawan kemungkaran kewajiban setiap muslim, untuk dirinya sendiri, keluarga, lingkungan kerja, dan masyarakat. Perintah melawan kemungkaran landasannya adalah hadits Rasulullah SAW, Barang siapa melihat kemungkaran maka cegahlah dengan tangannya dan apabila dia tidak mampu mencegah dengan tangan, maka cegahlah dengan lisannya dan apabila dia tidak mampu mencegah dengan lisannya, maka cegahlah dengan hati dan itu selemah-lemah iman.
Berdasarkan hadits tersebut, urainya lagi, ada tiga cara mencegah kemungkaran, yaitu dengan tangan, dengan lisan atau dengan hati. Mencegah dengan tangan ada yang menafsikan kekuasaan yang dipegang oleh yang melihat kemungkaran. Itu menjadi tanggung jawab kekuasaan yang dia pegang, seperti presiden, gubernur, bupati, walikota, camat, mukim, keuchik dan yang terkecil kepala keluarga. “Mereka semua wajib mencegah kemungkaran yang dilakukan oleh orang di bawah kekuasaanya,” kata Bahrom.
“Apabila melihat kemungkaran yang bukan di bawah kekuasaan dan tanggung jawabnya, maka dia mencegahnya dengan lisan, misalnya menasihati langsung pelaku kemungkaran tersebut atau dapat disampaikan melalui mimbar dakwah, forum diskusi dan rapat,” katanya.
Lalu, apabila seseorang yang melihat kemungkaran tidak memiliki kekuasaan dan tidak mampu mencegah dengan lisan, dia mencegah kemungkaran dengan hati yang selemah-lemah iman, yakni menyingkir dari lingkungan kemungkaran dan kemaksiatan tersebut.
“Itulah metoda mencegah kemungkaran diajarkan Islam. Relatif efektif mencegah kemungkaran dengan tangan atau kekuasaan. Jadi apabila ada pemimpin yang adil dan amanah dan selama pemimpin itu menjalankan amanahnya, kita akan menemukan jalan terbaik untuk memberantas kemungkaran,” urainya lagi.
Menurut Bahrom, disamping penyebab lemah iman dan pengetahuan, ada juga faktor ekternal, yaitu pengaruh lingkungan dan media telekomunikasi yang menyeret seseorang bergelimang kemungkaran. Jadi sebaiknya apabila punya tangan atau kekuasaan, sebelum memberantas kemungkaran seharusnya melaksanakan amar ma’ruf dulu, baru nahi munkar. –Jannah, editor: smh