Gema JUMAT, 16 Oktober 2015
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
“Hanya mereka yang mendengar sajalah yang mematuhi (seruan Allah), dan orangorang yang mati (hatinya) akan dibangkitkan oleh Allah, kemudian kepada-Nyalah mereka dikembalikan” (QS. Al-An’am ayat 36).
Dalam ayat ini Allah menjelaskan bahwa orang yang menyambut panggilan dakwah Nabi Muhammad adalah orang yang mau mendengar, mencerna dan memahaminya. Dengan kata lain orang itulah yang hidup hatinya, karena mendengar seruan kebenaran. Perkara dakwah tidak terlepas dari orangorang yang mau menerima dakwah dan orang-orang yang tidak mau menerima dakwah. Penerimaan terhadap dakwah Allah sekaligus dibuktikan dengan kepatuhan terhadap seruan Allah. Dalam hal ini termasuk mengerjakan apa yang telah menjadi kewajiban sebagai seorang muslim dalam hal ibadah dan ubudiyah. Pada masa nabi, selain dari kewajiban melakukan rukun Islam, juga dihadapkan kepada kondisi umat ketika itu yang harus bersabar terhadap cobaan dakwah, mulai dari menahan derita, penyiksaan dan berbagai kondisi intimidasi lainnya sampai pada kewajiban untuk berjihad fi sabilillah. Orang-orang yang memiliki semangat beragama seperti itulah yang disebutkan oleh Allah dengan orang-orang yang mau menerima seruan dakwah Rasulullah.
Ayat ini juga sebagai ayat yang menghibur Rasulullah saw, setelah pada ayat sebelumnya disebutkan berbagai bentuk pengingkaran orang-orang kafir terhadap Rasulullah. Pada potongan ayat selanjutnya disebutkan bahwa orang-orang yang disebut mati hatinya adalah orangorang kafir, perihal ini dinyatakan Allah dengan menyerupakan mereka seperti orang-orang yang telah mati atau telah menjadi bangkai. Hal tersebut mengindikasikan bahwa menerima kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah bermakna sebagai penggunaan akal, otak, fikiran dan jiwa dan dengan penggunaan itu akan menyebabkan ‘kebenaran’ dapat diterima dengan lapang dada, mematuhi perintah Allah dan berserah diri kepada-Nya. Penentangan terhadap kebenaran diumpamakan sebagai orang-orang yang mati, baik hatinya maupun raganya, dari segi tidak lagi menerima kebenaran dari Allah melalui rasul-Nya.
Dalam penggalan akhir ayat ini tercantum makna cemoohan dan penghinaan terhadap mereka. Allah menyatakan bahwa dengan ‘kematian’ hati, pikiran dan jiwa mereka terhadap kebenaran tak bermanfaat untuk mereka sedikitpun, karena mereka semua akan dikembalikan kepada Allah untuk menerima konsekuensi pengingkaran dan selanjutnya Allah akan menanyakan, menghisab, dan menempatkan mereka di tempat yang telah dijanjikan oleh Allah. Lalu bukankah ayat ini peringatan juga bagi kita? Bahwa tidak ada sesuatupun yang luput dari kekuasaan Allah, atau boleh jadi di dunia ini kita luput dari hukum yang dibuat manusia, namun kemanakah tempat kembali? Hanya kepada Allah kita dikembalikan dan mendapat balasan atas amal dan perbuatan kita di dunia ini. Allahummaghfir lanaa.