Prof. Dr. Mujiburrahman, M.Ag – Guru Besar UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Ketaqwaan dalam Profesi
Bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan. Sudah selayaknya kita bergembira dan menyambut datangnya bulan yang didalamnya terdapat satu malam yang lebih baik dari seribu bulan ini dengan rasa gembira, karena menyambut kedatangan bulan Ramadhan dengan suka cita adalah bagian dari refleksi keimanan seorang muslim. Meski merupakan kewajiban individual, puasa tetap memberikan pesan-pesan politik dan sosial. Secara individual, pelaksanaan puasa Ramadhan berdampak pada peningkatan kualitas ketakwaan. Bahkan, inti puasa Ramadhan adalah ketaqwaan. Sebab, ujung dari pelaksanaan puasa Ramadhan adalah diraihnya status sebagai manusia yang bertaqwa. Simak wawancara singkat wartawan Tabloid Gema Baitiurrahman Indra Kariadi dengan guru besar dalam bidang Ilmu Pemikiran Pendidikan Islam UIN Ar-Raniry Prof. Dr. Mujiburrahman, M.Ag
Apa itu taqwa?
Taqwa secara etimologi (kajian bahasa) berasal dari kata waqa – yaqi – wiqayah yang artinya menjaga diri, menghindari dan menjauhi. Sementara pengertian taqwa secara terminology (pengistilahan atau pengertian), taqwa adalah seseorang yang beriman dan taat kepada Allah SWT dengan mengerjakan segala perintah karena mengharap ridho-Nya, dan ia meninggalkan segala larangan dan maksiat karena takut akan kemurkaan-Nya, serta ia sadar bahwa kehidupannya senatiasa berada dalam pengawasan Allah SWT.
Bagaimana implementasi taqwa dalam menjawab persoalan dan tantangan dalam kehidupan modern?
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan syariat Islam dalam kehidupan individual dan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Allah SWT setiap saat baik ketika dia sendirian maupun ketika berada ditengah-tengah kehidupan bermasyarakat di kampungnya, maupun ketika dia berada di tengah komunitas lain, di luar daerahnya, atau bahkan ketika berada di negara lain sekalipun. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat Islam berada dalam kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik dalam kehidupan umat Islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya. Menghadapi fenomena dan situasi ini, maka setiap muslim harus mengokohkan fondasi keimanannya melalui tahapan menjaga dan memelihara syahadat dengan benar, mempelajari dan mengamalkan rukun iman dan rukun Islam secara sempurna. Dengan fondasi syahadat dan keimanan yang kokoh, serta ilmu yang cukup, maka seorang muslim akan mampu dan dapat hidup dalam bingkai syariat pada kondisi global kekikinian.
Bagaimana menerapkan nilai ketaqwaan dalam multi profesi kita masing-masing?
Manusia taqwa dimanapun dia berada, hidup dan bekerja dalam berbagai profesi, baik sebagai guru, pegawai negeri, dokter, perawat, TNI/POLRI, pedagang, petani, nelayan dan sebagainya, maka sentiasa hidupnya dihiasi dengan amal ma’ruf nahi mungkar. Profesi tidak menjadi halangan untuk berprofesi dan berkreasi bagi manusia taqwa, malah sebaliknya, berbagai profesi tersebut menjadi lahan investasi amal sholeh. Gambaran inilah yang diketegahkan al-Qur’an surat Ali Imran, ayat 133-135 menjelaskan lima ciri orang bertaqwa diantaranya; Pertama, gemar menginfakkan harta bendanya dijalan Allah SWT, baik dalam keadaan sempit maupun lapang. Kedua, mampu mengendalikan serta menahan diri dari sifat amarah. Ketiga, selalu bersifat pemaaf dan tidak pendendam kepada orang lain yang berbuat salah. Keempat, tatkala terjerumus pada perbuatan keji dan dosa atau menzalimi diri sendiri, ia segera ingat kepada Allah, dan kemudian bertobat, beristighfar, memohon ampunan kepada-Nya atas segala perbuatan dosa yang telah dilakukannya. Dan kelima, secara sadar tidak mengulang perbuatan keji dan mungkar yang pernah dilakukan.
Bagaimana penanaman nilai taqwa dan implementasinya dalam profesi pendidikan?
Secara jelas disebutkan bahwa beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT menjadi tujuan dari pendidikan Islam, agar kita tidak mengalami penyesalan tanpa akhir di Padang Mahsyar. Konsekuensi logis ini, sehingga proses pendidikan dan penanaman nilai keimanan menjadi pondasi utama yang diajarkan dalam Islam. Semenjak anak masih dalam kandungan hingga baligh, proses pembentukan keimanan secara tangguh mesti dilakukan secara benar dan sinergi di institusi keluarga, sekolah dan masyarakat. Anak yang tumbuh besar dengan pondasi keimanan yang kokoh, kemudian menjadi warga masyarakat dan warga negara yang baik, senantisa berkarya dan berdedikasi untuk kepentingan bangsa, negara dan agamanya.
Pada bagian lain, implementasi ketaqwaan juga dapat dibumikan dalam berbagai aktifitas profesi pendidikan, baik di institusi pendidikan formal, non formal maupun informal. Dengan berbekal keimanan dan ketaqwaan para guru kita dapat mendidik anak muridnya dengan penuh keikhlasan dan kasih sayang, semata hanya mengharapkan ridho Allah SWT dalam pengabdiaanya. Begitu pula halnya dengan para murid dan mahasiswa, senantiasa belajar menuntut ilmu dengan tulus ikhlas semata-mata mengikuti perintah Allah SWT, sehingga ia berilmu, berbudi (berakhlak mulia) dan beramal.