Gema JUMAT, 27 Mei 2016
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
Surat al-Anam ayat 77-78
“Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: “Inilah tuhanku”. Tetapi setelah bulan itu terbenam dia berkata: “Sesungguhnya jika tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian tatkala dia melihat matahari, dia berkata: “Inilah tuhanku, ini yang lebih besar”. Maka tatkala matahari itu terbenar, dia berkata: “Wahai kaumku, sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan”.
Ayat ini merupakan sambungan dari pencarian Ibrahim terhadap Tuhan. Sebelumnya Ibrahim melihat bintang dan kepercayaannya terhadap bintang itu sirna setelah bintang juga sirna dari matanya. Kemudian dalam ayat ini,bulan dipertanyakan oleh Ibrahim dan kepercanyaannya juga sirna seiring bulan menghilang. Demikian seterusnya dengan muncul dan tenggelamnya matahari.
Demikianlah Ibrahim, seorang nabi yang mendapatkan hidayah ketauhidan setelah mengalami masa-masa perenungan dan pencarian (kontemplasi) terhadap alam semesta. Nabi Ibrahim diperkenalkan dalam al-Qur’an sebagai nabi yang pertama kali meletakkan pondasi ketauhidan yang sampai sekarang masih dikenang oleh kalangan muslim, nasrani maupun yahudi.
Dalam literatur Islam, Nabi Ibrahim dikenal sebagai peletak dasar ka’bah di Bakkah (Mekkah) dan kemudian beliaulah yang menurunkan kebanyakan silsilah rasul sampai pada Nabi Muhammad. Nabi Ibrahim dikenal sebagai sosok yang sempurna menghadapi tantangan dari umatnya. Mulai dari ayahnya; Azar. Kemudian Raja Namrudz, Qarun. Juga ujian dari Allah dengan perintah meninggalkan istrinya, Hajar dan perintah menyembelih Ismail. Begitu banyak cobaan dan ujian yang dihadapinya, tetapi sikap ketauhidannya yang kokoh, semua dihadapinya dengan penuh iman.
Dalam shalat kita, khususnya dalam iftitah (pembuka) setelah takbiratul ihram. Kita senantiasa mengucapkan kesaksian nabi Ibrahim : “Sesungguhnya aku menghadapkan diriku kepada tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan”
Sungguh tinggi derajat Nabi Ibrahim pada umat Muhammad. Lebih-lebih lagi pada ibadah haji. Umat Muhammad diwajibkan untuk mengikuti manasik yang merupakan rangkaian dari apa ditinggalkan oleh Nabi Ibrahim, seperti melempar jumrah, sa’i dan lain-lain.
Nabi Ibrahim tidak saja dikenal dengan peletak pondasi keimanan, tauhid, ritual haji, ritual kurban dan lain-lain. Namun juga dengan do’a Nabi Ibrahim, maka Mekkah menjadi pusat peradaban, pusat keagamaan dari zamannya sampai hari ini. Ribuan tahun berlalu, namun tak ada yang lekang dari ijabah doa beliau yang mendoakan agar keturunannya yang ditinggalkan di sekitar Ka’bah (Mekkah) mendapatkan banyak rezeki dari buah-buahan dan keamanan dan semua yang dibutuhkan untuk membentuk peradaban. Kita semua mengetahui bahwa secara geografis, Mekkah dan sekitarnya adalah gugusan gunung batu juga hamparan padang pasir juga suhu panas yang sangat menyengat. Secara teori, hampir mustahil peradaban bisa bertahan, namun Maha Kuasa Allah atas segalanya, sampai hari ini, Mekkah tetap dalam lindungan-Nya dan sebagaimana yang didoakan oleh nabi Ibrahim. Allahu Akbar!