Gema JUMAT, 21 Agustus 2015
Khutbah Jum’at, Ust. Akhi Tamlicha Hasan Lc, Penceramah Kuliah Shubuh Masjid Raya Baiturrahman
ISlAM mengajak kepada persaudaraan yang terwujud dalam persatuan dan solidaritas, saling menolong dan membantu serta mengecam perpecahan dan perselisihan. Menghindari segala hal yang dapat memecah belah jamaah atau kalimat mereka. Perselisihan dapat menimbulkan kerusakan dalam hubungan baik sesama mereka, memutuskan persaudaraan dan silaturrahmi, melemahkan agama umat dan menggagalkan berbagai target yang hendak dicapai dari kehidupan dunianya. Persaudaraan adalah tali yang mengikat hati antar individu agar menyatu, padu, kuat dan solid. Persaudaraan juga sebagai bagian dari aktualisasi hakikat keimanan.
Al-Hujurat ayat 10 Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya orangorang mukmin adalah bersaudara, damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat”. Dalam surat Ali Imran ayat 100-107 dengan terang disebutkan untuk tidak mengikuti hasutan Ahli Kitab yang menebar kebencian dan permusuhan. Ayat-ayat ini meminta umat Islam berpegang teguh kepada agama Allah, bertakwa kepada Allah, mati dalam keadaan Islam, menjaga persatuan dan kesatuan, membina ukhuwah Islamiyah, mengingat anugerah dan nikmat persaudaraan, menyeru kepada kebaikan, menyuruh yang ma’ruf serta mencegah dari yang mungkar, tidak berselisih setelah datang petunjuk dan keterangan yang jelas, serta agar orang-orang beriman mengingat performa, siksa, dan kesudahan orang yang bercerai-berai, pada hari dimana muka ditampilkan putih berseri dan muka yang hitam durja bermuram kesedihan dan kehinaan.
Ayat-ayat tersebut merupakan ajaran serius kepada persatuan kalimat (pandangan hidup), kesatuan barisan dan persaudaraan muslim di atas landasan Islam. Ayat– ayat tersebut mengandung pengertian sebagai berikut :
Pertama, peringatan agar berhati-hati terhadap intrikintrik orang-orang di luar Islam karena isu dan intrik yang mereka lontarkan tidak lain hanya untuk memurtadkan orang-orang Mukmin.
Kedua, mengungkapkan bahwa “satu dan bersaudara” merupakan buah keimanan, sedangkan “perpecahan dan permusuhan” adalah buah kekafiran. Hal ini karena makna “mengembalikan kamu menjadi kafir sesudah beriman” yakni setelah kamu bersatu dan bersaudara, kamu berpecah belah dan bermusuhan.
Ketiga, berpegang teguh pada tali Allah; Islam dan Al Qur’an, dan konsep persaudaraan.
Keempat, mengingatkan bahwa setelah aneka permusuhan dan peperangan Jahiliah, ukhuwwah imanniyah (persaudaraan atas dasar keimanan) merupakan nikmat terbesar sesudah nikmat iman. “Dan (Dia) mempersatukan hati mereka (Mukminin). Walaupun kamu membelanjakan semua (kekayaan) yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka. Sesungguhnya, Dia Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”, (QS. Al-Anfal 63).
Kelima, tidak ada sesuatupun yang dapat mempersatukan umat kecuali jika umat tersebut memiliki sasaran besar dan risalah termulia yang diperjuangkannya. Tidak ada sasaran atau risalah yang lebih besar dan lebih tinggi bagi umat Islam, selain dari dakwah kepada keabaikan yang dibawa oleh Islam untuk dimensi yang seluas-luasnya. Dan yang terakhir, dalam ayat tersebut, umat diingatkan bahwa sejarah memuat perjalanan hidup yang dapat memberi nasihat yang baik bagi manusia. Sejarah telah mencatat bahwa orang-orang sebelum kita telah berpecah belah dan berselisih dalam masalah agama, kemudian mereka binasa. Perselisihanyang tidak beralasan, karena terjadi setelah mereka mendapatkan ilmu pengetahuan dan penjelasan dari Allah SWT.
Demikian Al Qur’an telah menegaskan bahwa kendatipun kaum muslimin berbeda jenis, warna, negeri, bahasa, dan tingkatan mereka adalah satu umat. Umat ”pertengahan” yang dijadikan oleh Allah sebagai “saksi atas manusia. “Wakazaalika ja’alnaakum ummatan washathan litakuunu syuhadaa’ ‘alannaas” (Al Baqarah: 143). Umat yang disebut dalam Al Qur’an dengan: ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan umat manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (Ali Imran: 110).
Al Qur’an juga menjelaskan bahwa ukhuwah yang kokoh merupakan ikatan suci antara jamaah kaum Muslimin dan bukti yang mengungkapkan hakikat iman. Bahkan disisi berbeda AlQur’an menyatakan bahwa kehidupan yang tidak bersaudara adalah bagian dari kehidupan di dalam neraka: “Famaa lanaa min syaafi’in, wala shadiiin hamiim” (As Syu’araa’: 100-101). Bila sejenak merenung maksud ayat-ayat tersebut, sangat wajar kekayaan melimpah tidak mampu menjamin ketenangan dan kedamaian bisa terwujud, cita-cita akan gagal diraih, dan setiap tingkatan pembangunan akan terpuruk, ekonomi dan pasar nihil pengendalian, jika Ukhuwah Islamiyah tidak teraktualisasi dengan baik dan benar. Bahkan dengan tanpa Ukhuwah Islamiyah siksa, bencana, mala petaka, maupun keganasan suatu kaum akan ditimpakan dan dirasakan kepada kaum lainnya. “Katakanlah, Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu dari atas kamu atau dari bawah kakimu, atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan), dan merasakan kepada sebagian kamu keganasan sebagian yang lainnya” (alAn’am:65).
Membina ukhuwah Dalam hadits Rasul SAW meminta kita menyemai cinta antar sesama dengan menebar salam, karena cinta adalah bagian dari keimanan. Dari Abi Hurairah sabda Rasul saw: “Demi yang diriku berada di tanganNya, tidaklah kalian akan masuk surga sehingga kalian beriman, dan tidaklah kalian beriman sehingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian akan sesuatu yang jika kalian lakukan pasti kalian akan saling mencintai?. Sebarkanlah salam diantara kalian”(H.R. Muslim).
Sikap dan prilaku lainnya yang mampu menumbuhkan persaudaraan adalah menjaga kehormatan dan melindungi keamanan sesama. Sabda Nabi saw: “Darah sesama Muslimin setara. Orang terdekat berkewajiban melindungi kehormatannya. Orang terjauh berkewajiban melindungi keamanannya. Dan mereka adalah satu tangan (kekuatan) dalam menghadapi orang lain”(H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abdullah bin Amr).
Menjaga diri dan umat ini dari perkara-perkara bid’ah, ahli syubhat, dan kelompok kesesatan. sekalipun hal itu berhubungan dengan al-Qur’an. Firman Allah swt: “Sesungguhnya orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada mereka apa yang telah mereka perbuat”(al-An’am:159). Dalam hal ini, Rasulullah saw meminta kita berhatihati dan menghindari mereka. Sabda Rasul SAW:”Jika kamu melihat orang-orang yang suka mengikuti mutasyabih dari Al-Quran, hendaklah kamu waspada terhadap mereka”. Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Rasul SAW member ketegasan:”Bacalah alQur’an selama bacaan itu dapat menyatukan hati kalian, tetapi jika kalian berselisih, hentikanlah bacaan itu”.
Sikap lainnya adalah mengedepankan toleransi dalam masalah yang diperselisihkan, lalu mencari solusi dengan cara musyawarah, persuasif, damai, dan saling menghargai. Sikap ini dilandasi kemungkinan adanya ragam kebenaran dan corak sudut pandang pada masalah-masalah ijtihadiyah dan furu’iyyah, lalu berimplikasi pada kesimpulan dan vonis atas realitas. Kasus-kasus seperti inilah yang merealisir kebenarn makna dari pesan Nabi saw dalam hadits yang masyhur dikalangan Ulama bahwa:”Perbedaan Umatku adalah rahmat”. Disisi ini pula, harus dipahami dengan pasti bahwa sebuah konsensus atas banyak masalah furu’ adalah hal yang tidak mungkin dilakukan. Ada kaedah yang dapat menjadi inspirasi bagi Umat; “Nata’awan fimaa ittafaqnaa ‘alaih, wa ya’dziru ba’dhunaa ba’dhan fimaa ikhtalafnaa fih”.
Diantara perilaku yang menguatkan ikatan persaudaraan dan kesatu-paduan umat adalah menjadikan fasilitas ibadah sebagai wadah kearah itu. Bagi lalkilaki sehari semalam 5 waktu shalat berjamaah, ditambah ibadah Jum’atan dalam sepekan, sangatlah mendukung terciptanya iklim perasaan bersaudara. Apalagi telah diberikan garansi oleh Nabi saw terhadap majelis rumah Allah dan keilmuan akan naungan sayap (do’a) para malaikat, turunnya rahmat dan ketentraman (sakinah), serta dielukan oleh majelis yang ada di langit (di sisi Allah). Namun demikian, sebagai manusia masih terdapat kemungkinan terjadinya kekeliruan, kesilapan, kesalahan, dan kealpaan dalam berinteraksi. Ketika ini terjadi, sikap memahami keterbatasan diri, meminta maaf dan saling memaafkan akan menjadi budaya yang mesti dikedepankan.
Keutamaan Memelihara Ukhuwah Islamiah
Gema JUMAT, 21 Agustus 2015 Khutbah Jum’at, Ust. Akhi Tamlicha Hasan Lc, Penceramah Kuliah Shubuh Masjid Raya Baiturrahman ISlAM mengajak kepada persaudaraan yang terwujud dalam persatuan dan solidaritas, saling menolong dan membantu serta mengecam perpecahan dan perselisihan. Menghindari segala hal yang dapat memecah belah jamaah atau kalimat mereka. Perselisihan dapat menimbulkan kerusakan dalam hubungan baik … Read more
...Dialog
Etika Berpolitik
Etika harus ditunjukkan sebagai simbol
Didiklah Anak dengan Lemah Lembut
Dalam pandangan sejarah, Presiden Soekarno
Guru PAI Harus Tersedia di Sekolah
Guru dikenal sebagai pahlawan tanpa
Khutbah
Merawat Ukhuwah Islamiyah Di Tahun Politik
Hari Ketika Mulut Dikunci
Dinas Syariat Islam
Pesan Penting Isra Mi’raj
Gema JUMAT, 13 Mei 2016 Oleh H. Basri A. Bakar “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil
MEMBERI BUKAN MENERIMA
Gerakan Nasional Wakaf Uang (GNWU) baru saja diluncurkan pemerintah pada 25 Januari 2021 lalu di Istana Negara. Tidak tanggung-tanggung, peluncuran gerakan ini langsung dilaksanakan pimpinan
Dari Mushalla Merangkul Semua Orang
Satu Tahun Kepemimpinan Kakanwil Kemenag Dari Mushalla Merangkul Semua Orang Oleh: Akhyar M. Ali Anggota Majelis Adat Aceh 2021-2026 Tidak terasa setahun sudah kepemimpinan putra
Belajar dari Bak Glumpang Kohlerboom
Gema JUMAT, 27 November 2015 Oleh: Murizal Hamzah PeKAn lalu, Aceh dihebohkan den- gan publikasi pemotongan bak geulump- ang yang kelak dikenal pohon Kohler