Kisah Tim Relawan Evakuasi Korban Tsunami

Bagi Aceh, akhir Desember setiap tahunnya adalah bulan duka. Warga Aceh akan selalu terkenang pada musibah maha dahsyat gempa/tsunami Aceh. Pemerintah Aceh mengenangnya dengan zikir dan doa bersama saban 26 Desember. Banyak kisah bagi orang-orang yang terlibat langsung dalam musibah dengan 227 ribu korban jiwa lebih dari beberapa negara terdampak dengan 150-an ribu jenazah berhasil […]

...

Tanya Ustadz

Agenda MRB

Bagi Aceh, akhir Desember setiap tahunnya adalah bulan duka. Warga Aceh akan selalu terkenang pada musibah maha dahsyat gempa/tsunami Aceh. Pemerintah Aceh mengenangnya dengan zikir dan doa bersama saban 26 Desember.

Banyak kisah bagi orang-orang yang terlibat langsung dalam musibah dengan 227 ribu korban jiwa lebih dari beberapa negara terdampak dengan 150-an ribu jenazah berhasil dievakuasi sedangkan sisa lainnya dianggap hilang. Tentu korban jiwa terbanyak dan kerusakan terparah dialami di Aceh.

Berikut adalah kisah tim relawan spontanitas untuk evakuasi korban tsunami Aceh pada Ahad, 26 Desember 2004 lalu. Ahad pagi, tepat 17 tahun lalu relawan ini terbentuk dengan sendirinya. Relawan tanpa nama namun peran kecil relawan ini tidak boleh dilupakan begitu saja.

Betapa tidak, di saat ribuan warga lainnya berupaya menyelamatkan diri menuju dataran yang lebih tinggi dan aman dari jilatan air laut, tetapi mereka ini justru nekad karena ingin berbakti ke daerah masih diamuk “ie smong” atau tsunami.

Tersebutlah, Djafaruddin Ishak. Saat itu ia adalah ASN pada Dinas Perhubungan Kota Banda Aceh. Padanya ada amanah kendaraan dinas Kijang jenis pick up dilengkapi lampu dan sirine.

“Beberapa saat setelah gempa, ada anggota kepolisian datang ke rumah untuk meminjam pick up dinas,” kata Djafar. Polisi tersebut melaporkan adanya banyak jenazah di beberapa titik dekat rumahnya yang berada di Gp. Batoh, Lueng Bata Banda Aceh. Ia berpikir, ia sendiri yang akan berangkat menyopiri kendaraannya untuk evakuasi.

Setiba di dekat jembatan Batoh, Endra Meikar Satria pemuda setempat dan Ivan pemuda asal Ateuk Jawo -ia adalah relawan Satgana PMI Banda Aceh, keduanya ikut mengangkat jenazah ke bak pick up. “Kami evakuasi pertama dari dekat jembatan Batoh sebanyak 3 jenazah,” sebut Djafar.

Perasaan Endra terbawa suasana sedih dan ia menangis. “Saya menangis, air mata selalu keluar dan sedih tidak terhingga,” ungkap Endra yang saat itu masih berusia 22 tahun.

“Jenazah tidak berani kami tumpuk, sehingga hanya berani angkut korban hanya sedikit,” kenang Djafar yang baru terpilih sebagai Keuchik Gampong Batoh.

Menurutnya, semula jenazah akan dibawa ke Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin (RSUZA) di Lampriet. Namun saat tiba di dekat Simpang Jambo Tape, tim ini berjumpa dengan saya. Saya stop pick up itu dan bertanya, “Mau evakuasi ke mana? Bila ke kamar Jenazah RSUZA jelas tidak mungkin karena di sana juga terendam air. Kita bawa ke kamar jenazah RS Kesdam saja,” saranku.

Saya yang tadinya akan ke Markas PMI Daerah Aceh di Lampineung akhirnya bergabung dengan tim ini. Kendaraan belum sempat kunaiki, sampailah Verawati di tempat tersbut. Ia adalah relawan Satgana PMI Banda Aceh yang akan diantar ayahnya Abu Bakar (Alm) ke Markas PMI Cabang Banda Aceh yang bersebelahan dengan PMI Aceh.

“Saat itu saya mesti ke PMI Banda Aceh karena kunci ambulance memang ada dengan saya,” kata Vera. Ia bersyukur ayahnya yang telah tahu adanya banyak jenazah-jenazah malah menawarkan untuk mengantarnya ke Markas PMI Banda Aceh.

Tiba di kamar jenazah RS Kesdam Iskandar Muda (IM) di Kuta Alam ternyata memang aman dari jilatan air laut. Di dalam kamar jenazah ini ada beberapa jenazah yang telah dievakuasi pihak lain. Jenazah itu kami susun kembali dengan rapid an rapat dimulai dari bagian terpojok.

Di luar kamar jenazah ada 2 (dua) anggota Kodam IM yang kemudian ikut bergabung dalam tinm. Tak lama ikut juga bergabung Muchlis (Anggota Satgana PMI Aceh Besar). Maka tim spontanitas ini memulai evakuasi dari Masjid Raya Baiturrahman. Tim mengevakuasi korban di seberang Bank Syariah Mandiri (Kini BSI). Lihat video Youtube, Sumbangsihku untuk Tsunami Aceh, lihat menit 1.02 dan 1.53.

Anggota tim menyusun jenazah-jenazah hasil evakuasi dengan tidak bertindihan sehingga hanya dapat dimuat sekitar 3 – 5 jenazah sekali angkut dalam kendaraan.

Tim ini memang solid. Tidak terjadi diskusi berpanjang untuk aksi. Misal, selanjutnya akan evakuasi di mana? Maka beberapa titik yang telah diketahui terkumpul beberapa jenazah akan disambangi untuk mengutipnya.

Saat evakuasi di Mushala Lam Paloh, tim berjumpa dengan teungku setempat. “Bila kalian evakuasi sedikit maka akan rugi waktu. Tumpuk aja jenazah-jenazah, karena keadaan darurat,” sebutnya. Kami sepakat akan mengikuti saran teungku tersebut.

Beberapa daerah dan titik korban tsunami yang sempat kami evakuasi antara lain di sekeliling pagar timur, utara dan selatan Masjid Raya Baiturrahman. Lalu di bawah jembatan simpang surabaya, di atas jembatan Ateuk Jawo dan dekat jembatan Lam Paloh (depan Sekretariat Pemuda Pancasila), Simpang Kodim 0101 dan Bundaran Simpang Lima.

Muchlis hanya sempat beberapa kali evakuasi. Ia kemudian pamit untuk memisahkan diri. “Saya akan mencari keluarga kakakku di Merduati,” kata Muchlis yang biasa disapa Agen, saat itu. Demikian, Ivan juga undur diri untuk mencari anggota keluarganya.

Evakuasi terus berlanjut. “Sampai kapan kita  evakuasi?” tanyaku pada Pak Djafar. “Sampai minyak bensin kendaraan ini habis,” jawabnya. Selain mengangkat tubuh korban di beberapa lokasi dan menurunkannya di kamar jenazah RS Kesdam, tim kami pun membantu menurunkan jenazah-jenazah yang dievakuasi oleh Tim Anggota TNI danPolri maupun beberapa warga lainnya.

Sehingga dalam beberapa jam saja, kamar jenazah sudah dipenuhi para-korban tsunami. Sehingga para-syuhada tsunami itu kami jejerkan juga sampai memenuhi halaman di luar kamar jenazah.

Vera hanya beberapa kali ikut evakuasi ke lapangan. Kupikir para-syuahada itu perlu diidentifikasi. Jenazah-jenazah itu perlu penomoran, mulai dari 001 sampai dengan seterusnya.

Maka Vera yang sebenarnya takut ditinggal sendiri, mau juga kutugaskan untuk mendata dan penjumlahan korban. Maka saat beberapa anggota TNI yang ada di kamar jenazah itu menawarkan barang keperluan, kupinta adalah buku ukuran folio, penggaris, cutter, ballpoint untuk pencatatan.

Kupinta juga plastik, karet gelang, spidol permanent untuk penomoran, nama dan identitas korban lainnya. Tugas Vera lah untuk memberi label nomor di jempol kaki korban juga mendatanya dalam buku. Menurut Vera, saat tim menghentikan aksi kemanusiaan telah terdata sebanyak 580 korban tsunami.

Pencatatan data sebanyak itu dengan waktu sebentar disebabkan sebagian besar pada tubuh korban tanpa busana, tanpa identitas. Kebanyakan tanpa data tapi didapat harta benda seperti kalung, gelang, anting-anting yang lalu dimasukkan dalam kantong plastik yang di dalamnya juga ditulis nomor sesuai penomoran pada korban.

Pada siang hari tim ini hanya memakan roti jenis gabin dan air aqua yang diberi anggota TNI. Semua anggota tim kami juga telah lelah dan lemah. Sekitar pukul 17.00 Wib, kami sepakat berhenti.

Saya dan Vera meminta diantar Pak Djafar ke tempat Vespaku yang diparkir di Dekat Bimbel Bima untuk selanjutnya kami berdua ke Markas PMI di Lampineung untuk berkonsolidasi dengan relawan atas bencana terbesar ini. Namun ban belakang Vespa ternyata bocor dan kami seberangkan untuk disimpan di dekat lapangan tenis Kantor Wilayah PLN Jl. Daud Bereueh di Beurawe. Selanjutnya kami berjalan kaki ke Markas PMI di Lampineung yang ternyata kosong dan masih terendam air setinggi lutut. Kami di sini hanya berjumpa dengan Surya Chandra Nasution.

17 tahun berlalu, Pak Djafar telah beberapa tahun pensiun kini ia memiliki 12 cucu. Predikatnya kini sebagai Keuchik Batoh yang akan dilantik pada Kamis 30 Desember ini. Semoga amanah dan sukses mengabdi wahai Keuchik Djafar.

Endra, ia menjadi guru ASN di SD Negeri 27 Kampung Mulia. Ia bersama isterinya, Risma Valia Ningsih merasa berbahagia atas karunia putri-putra,  Alifah Nabilah (13 thn), Angga Pratama (7 thn) dan Anggira Pratiwi (3 thn).

Sedangkan Verawati adalah ibu rumah tangga. Dari pernikahannya dengan Sukariyo, keduanya dianugerahi 2 putra, Muhammad Alif Rizqi Ramadhan  (12 thn) dan Muhammad Naufal Shaquille Alfattah (10 thn). NA RIYA ISON

 

 

Dialog

Khutbah

Tafsir dan Hadist

Dinas Syariat Islam

HIDUP KREATIF DAN DINAMIS DALAM ISLAM

GEMA JUMAT, 13 SEPTEMBER 2019 Oleh: Dr. H. Muhibbuththabary, M.Ag HIDUP ini sebuah misteri dan penuh rahasia! Manusia memiliki keterbatasan dalam memahami makna hidup. Pada

Umat Islam Jangan Mudah Diadu-domba

GEMA JUMAT, 9 MARET 2018 Fakhruddin Lahmuddin, SAg, MPd – Muballigh Menurut H. Fakhruddin Lahmuddin (43 th), persoalan ummah saat ini secara umum dalam skala

Kiamat Kian Mendekat

Daur siklus kehidupan Tanpa berhenti tetap berjalan Adanya tarikan dan dorongan Planet berputar jumlahnya milyaran Diorbit melayang terus berputaran Di Ka’bah berthawaf juga berputaran Didalam

Shalat Sebagai Kebutuhan Seorang Mukmin

Khutbah Jum’at, Prof. Dr. H. Farid Wajdi Ibrahim, MA, Rektor UIN Ar-Raniry Shalat menurut bahasa adalah do’a, sedangkan menurut istilah adalah pekerjaan dan ucapan yang

Menuju Islam Khaffah

Tabloid Gema Baiturrahman

Alamat Redaksi:
Jl. Moh. Jam No.1, Kp. Baru,
Kec. Baiturrahman, Kota Banda Aceh,
Provinsi Aceh – Indonesia
Kode Pos: 23241

Tabloid Gema Baiturrahman merupakan media komunitas yang diterbitkan oleh UPTD Mesjid Raya Baiturrahman

copyright @acehmarket.id 

Menuju Islam Kaffah

Selamat Datang di
MRB Baiturrahman