nullO
GEMA JUMAT, 8 FEBRUARI 2019
Perkembangan dunia modern memungkinkan manusia menyampaikan pendapat lebih efektif terhadap suatu isu, baik itu sosial, budaya, agama, ekonomi, dan politik.
Untuk sementara ini, isu yang paling hangat diperbincangkan di media sosial adalah politik. Hal ini mengingat semakin dekatnya pemilihan presiden dan calon anggota legislatif. Sayangnya, tidak sedikit kritikan yang dilontarkan pengguna media sosial berbau negatif alias tidak konstruktif.
Di media sosial kita melihat bahwa orang-orang saling mencaci, karena perbedaan pilihan politik. Parahnya lagi, sebagian pihak tidak segan-segan menyebarkan fitnah hanya demi kepentingan pribadi semata. Tentu saja hal tersebut membuat kondisi masyarakat semakin tidak kondusif di tengah “perseteruan” politik ini.
Kita harus sama-sama memahami, bahwa bahasa yang digunakan dalam menyampaikan pendapat merupakan cerminan kepribadian seseorang. Semakin baik bahasanya, maka semakin tergambar pula pola pikir seseorang yang kritis. Kekritisan seseorang terhadap sebuah isu adalah wujud dari sebuah kepedulian.
Orang yang kritis pasti akan mengkritik –kebijakan negara misalnya– berdasarkan data dan fakta yang telah dianalisanya. Kalimat-kalimat yang disajikannya pun sarat dengan solusi yang terbaik bagi suatu isu. Namun kenyataannya, ada orang-orang yang kita anggap intelek ternyata juga menggunakan kalimat-kalimat tidak etis dalam menyampaikan kritikan.
Sikap kritis seseorang harus diasah dengan baik, agar tidak terbelenggu oleh godaan-godaan materi. Jangan sampai daya kritis seseorang disuap dengan uang, sehingga dia diam untuk menyampaikan sesuatu yang ia anggap benar.
Dalam Islam, kita diajarkan untuk bertutur dengan bahasa yang santun sehingga tidak menimbulkan pertikaian. Sebuah pepatah menyebutkan, bahwa lidahmu adalah harimaumu. Meskipun sekarang, jemari tangan pun melalui ketikan kalimat di media sosial bisa memicu pertikaian amat dahsyat.
Jadi sudah saatnya kita mengasah daya kritis melalui diskusi, tidak menganggap diri paling benar, membaca buku, dan cara-cara lain. Sikap tidak kritisnya seseorang akan terancam padamnya suatu isu, yang membuat seseorang tidak punya pegangan alias tidak berpendirian.
Untuk itu, marilah tetap kritis, namun dilakukan dengan cara-cara yang santun dan beradab. Sebab kritik bukan caci maki.