Aceh sebagai daerah yang menerapkan syariat Islam membutuhkan kurikulum pendidikan islami, sehingga generasi baru Aceh selalu mengedepankan pelaksanaan syariat Islam dalam berbagai sendi kehidupan.
Sekjend Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD), Dr Teuku Zulkhairi MA, menilai kurikulum pendidikan di Aceh saat ini masih jauh dari semangat Islam. Padahal, Qanun Aceh tentang Pendidikan telah mengamanatkan, agar kurikulum pendidikan Aceh bisa diajarkan secara islami.
“Tapi di lapangan hingga saat ini kurikulum pendidikan Aceh masih dikotomis, antara pendidikan agama di satu sudut kecil dan pendidkan umum pada sudut besar lainnya,” ujarnya, Kamis, (8/9/2022).
Padahal, jika memperhatikan amanat Qanun Aceh tentang Pendidikan, pada BAB XI tentang Kurikulum, Pasal 44 ayat 1 menyebutkan, kurikulum yang digunakan pada setiap jenis dan jenjang pendidikan sesuai dengan standar nasional pendidikan dan muatan lokal yang dilaksanakan secara islami.
Sementara pada ayat 2 menyebutkan, kurikulum yang dilaksanakan secara islami wajib memuat mata pelajaran inti yang terdiri dari Pendidikan Agama Islam dan praktiknya, Pendidikan Kewarganegaraan, Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam, dan lainnya.
Selain mata pelajaran inti, juga memuat mata pelajaran muatan lokal meliputi Bahasa Daerah, Sejarah Aceh, Adat, Budaya, dan kearifan lokal, dan Pendidikan Keterampilan.
“Jadi, kalau membaca amanah qanun, maka semua mata pelajaran itu harus terintegrasi dengan Islam dan memang seperti itulah seharusnya. Apalagi Aceh melaksanakan syariat Islam,” lanjutnya.
Dia menambahkan, jika tidak terintegrasi Islam dalam mata pelajaran, baik mata pelajaran inti maupun muata lokal, maka itu artinya pendidikan Aceh masih dikotomis, masih mewarisi pendidikan sistem Belanda. Pendidikan seolah sangat bertolak belakang dengan agenda-agenda syariat Islam.
“Jika dikotomis pendidikan Aceh ini berlanjut, maka generasi Aceh yang akan lulus di lembaga pendidikan akan berpikir sekuleris, memisahkan agama dengan kehidupan dan ilmu pengetahuan. Dan inilah yang terjadi selama ini,” terangnya.
Menurutnya, lembaga pendidikan gagal menuntaskan ilmu fardhu‘ain kepada anak-anak didik. Anehnya, selama ini para pakar pendidikan di Aceh dan para profesor pendidikan ketika berbicara pendidikan mereka hanya membahas tentang statistik kelulusan. Tapi tentang kualitas manusianya yang sejalan dengan harapan Islam dan kepentingan Aceh jarang dibicarakan.
Beberapa aspek yang perlu dikoreksi dalam kurikulum pendidikan. Pertama, anak didik harus dibekali secara kuat ilmu fardhu‘ain. Fardhu‘ain ini jangan dipersepsikan secara sempit. Fardhu‘ain berkaitan dengan hendak jadi apa peserta didik, maka dia harus menguasai ilmu tersebut dan bagaimana Islam diamalkan.
Kedua, semua mata pelajaran harus diajarkan secara islami. Buku-buku bahan ajar yang terintegrasi Islam di dalamnya harus disediakan. “Buku-buku bahan ajar harus kita tulis sendiri di Aceh,” tuturnya.
“Bukan kita menyalahkan, tapi masalahnya buku-buku yang diproduksi di luar itu kan tidak memuat seluruh kepentingan orang Aceh yang menjalankan Syariat Islam,” imbuhnya.
Dia menegaskan, syariat Islam tidak akan sukses jika tidak didukung dari ranah pendidikan. Selama ini, sangat kecil dukungan sektor pendidikan terhadap agenda-agenda syariat Islam di Aceh. Semua stakeholder pendidikan harus berpikir dan serius bekerja ke arah ini.
Kurikulum pendidikan islami sangat penting. Ajaran Islam mengajarkan, bahwa Islam harus hadir dalam semua sendi kehidupan. Apalagi dalam bidang pendidikan, tentu Islam harus lebih hadir lagi. “Kita sebagai umat Islam harus mulai berjalan ke arah islamisasi ilmu pengetahuan,” pungkasnya.
Islamisasi ilmu sudah jadi agenda besar dunia Islam di tengah berbagai tantangan dunia Islam dewasa ini untuk mensinergikan Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuan. Agar ilmu pengetahuan yang berkembang tetap memiliki landasan ketauhidan, sehingga manusia tidak semakin jauh dari Allah Swt.
Dr Muslem Yacob SAg MPd menjelaskan, saat dirinya menjabat Kepada Bidang Program Dinas Pendidikan Aceh, kurikulum pendidikan Aceh sudah mulai disusun mulai dari tingkat Paud, TK, SMP/sederajat, dan SMA/sederajat.
Kemudian, dalam perjalanannya, berdasarkan Undang-Undang 23 tahun 2014 Dinas Pendidikan Aceh hanya bertanggung jawab terhadap pendidikan tingkat SMA/sederjat. Di bawahnya dikembalikan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Dia mengatakan, kurikulum pendidikan Aceh islami sudah mengintegrasikan semua mata pelajaran dengan muatan islami di dalamnya. Kurikulum nasional tetap dilaksanakan sepenuhnya memenuhi standar minimal dengan pengintegrasian materi-materi Islam dan nilai-nilai islami, serta muatan lokal keacehan.
“Proses pembelajarannya didukung dengan dalil Al-Quran dan hadits,” lanjutnya.
Dia berharap, penerapan kurikulum pendidikan Aceh bisa berjalan maksimal. Untuk itu, perlu diadakan pelatihan kepada para guru dan pihak yang terlibat, sebelum kurikulum diimplementasikan. – Zulfurqan, editor: smh