Gema JUMAT, 9 Oktober 2015
Oleh Fauziah Usman
Dalam sebulan terakhir, media cetak maupun media elektronik sedang hangat berbicara tentang topik amoral dengan subjek utama adalah usia anakanak dan remaja. Temanya tak beranjak dari masalah pencabulan, pelecehan, pemerkosaan, dan pembunuhan. Dengan huruf huruf besar menulis tentang amoral seperti; Pengeroyakan anak oleh teman sebaya menyebabkan hilangnya nyawa seorang anak usia sekolah, seorang anak di gilir oleh lima orang pemuda, seorang anak ditemukan sudah jadi mayat dalam kotak kardus, seorang anak melahirkan akibat diperkosa, dan masih banyak hal-hal sama menghiasi halaman demi halaman media massa setiap harinya. Mirisnya, korban dan tersangka adalah usia anak anak atau beranjak remaja.
Kejadian demi kejadian yang menyesakkan dada yang diterjadi dilingkungan kita, hendaknya menjadi semacam pelajaran bagi kita bersama untuk menginstropeksi diri. Khususnya para orangtua. Anak-anak yang dilahirkan kemuka bumi ini dalam keadaan fitrah, sebagaimana sebuah hadis Rasulullah saw: setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang menjadikan ia yahudi dan nasrani.”
Anak-anak terbentuk sesuai dengan pendidikan yang diberikan oleh orangtuanya. Sejak dalam kandungan anak-anak sudah diberikan pendidikan, secara tak lansung. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa kebiasaan seorang ibu ketika mengandung akan terbawa pada anak yang dikandungnya ketika anak tersebut besar. Jika seorang ibu suka melakukan perbuatan yang kurang baik, maka akan lahirlah generasi yang sulit diurus dikemudian hari. Orangtua menjadi suri teladan bagi anak-anaknya. Anak- anak akan belajar dari pengalaman bagaimana pendidikan yang didapatkan dari orangtuanya atau lingkungannya, sebagaimana kata-kata bijak mengatakan:
“ jika anak hidup dengan kritikan, dia akan belajar mengutuk Jika anak hidup dengan cemoohan, dia akan belajar untuk malu Jika anak hidup dengan permusuhan, dia belajar berkelahi Jika anak hidup dengan malu, dia akan belajar untuk merasa bersalah Jika anak hidup dengan toleransi, dia belajar untuk sabar Jika anak hidup dengan dorongan, dia belajar untuk percaya diri Jika anak hidup denga pujian, dia belajar untuk menghargai Jika anak hidup dengan kejujuran, dia belajar untuk adil Jika anak hidup dengan rasa aman, dia belajar untuk yakin Jika anak hidup dengan persetujuan, dia belajar menyukai diri sendiri Jika anak hidup dengan penerimaan dan persahabatan, dia belajar untuk menemukan cinta.
Dari kata bijak tersebut mungkin bisa menjadi pola dalam mendidik generasi bangsa yang handal dan bermoral Islami. Orang tua akan menjadi tolak ukur bagaimana melihat sifat seorang anak. Pendidikan agama dan keteladanan yang baik dari dari orang tua akan membentuk seorang anak menjadi pribadi yang berakhlakul
karimah. Sebaliknya jika orang tua melalaikan pendidikan agama kepada anak anaknya dan tidak pernah memberikan contoh yang baik, maka yang berkembang pada seorang anak adalah pribadi yang sulit di atur. Sebuah peribahasa mengatakan bahwa: “jika Orang tua kencing sambil berdiri maka anak akan kencing sambil berlari”.
Oleh karena itu, mari kita bermohon kepada Allah swt kepada kebaikan dan instrospeksi diri untuk menyelamatkan anak-anak generasi bangsa. Berusaha semaksimal mungkin memberikan pendidikan agama sejak dini, hingga anak-anak kita menjadi pribadi yang berakhlakul karimah, terjaga dari kebiasaan yang tidak baik terutama dalam pergaulan antara laki-laki dan perempuan. Bisa menghormati kepada yang lebih tua, menyayangi kepada yang lebih muda dan selalu bisa menempatkan diri dalam usia sebaya. Semoga tidak terdengar lagi hal hal yang tersebut diatas dan akan lahir generasi generasi yang berakhlakuk karimah. Amien Penulis Tenaga Pengajar MAN 1 Banda Aceh.