GEMA JUMAT, 16 FEBRUARI 2018
Oleh Murizal Hamzah
Maling berdasi, maling bersurban, maling berjenggot, dan berbagai sebutan negatif lain sering kita dengar. Mereka adalah maling-maling yang melakukan kejahatan dengan sangat cantik sambil melepaskan senyum kepada warga. Berbeda jauh dengan maling biasa yang mencopot dompet, hp, jas, gelang dan lain-lain secara kasar dan terjadi pada masa kini yang disadari beberapa waktu kemudian bahwa korban telah hilang sepeda motor dan lain-lain
Sementara maling ini tidak mencuri uang kontan milik warga. Justru maling ini luar biasa biadab dan layak dimiskinkan. Mereka yang wangi dan rapi ini mencuri masa depan warga, menghancurkan lapangan kerja masyarakat, merampas pendidikan anak-anak generasi muda melalui peraturan dan membuat umat semakin menderita melalui pelayanan kesehatan yang tidak pro kepada rakyat.
Maling biasa yang dilakukan oleh orang kecil itu memilih sasaran secara tepat. Kita pernah dengan, maling biasa tidak mau mencopot orang sekampung. Dia menyeleksi calon yang lengah dan dalam sekejab yang dicuri sudah berpindah tempat. Sebaliknya maling, warga yang memilih mereka menjadi maling dengan posisi terhormat melalui pesta demokrasi.
Setelah mencoblos di bilik suara, kemudian mereka yang terpilih di dewan atau bupati/wali kota, gubernur dan presiden mencuri hak-hak warga. polisi pun sangat gampang menangkap maling biasa dengan barang bukti di tangan atau tidak pandai berkelit. Sedangkalan maling sangat mahir berkelit atau main mata dengan polisi dan jaksa. Demikian narasi ini saya rangkum dari media sosial. Kita tersentak dengan modus mengisap hak-hak warga dalam berbagai peraturan yang disusun oleh dewan.
Begitukah sebuah sistem yang sudah disepakati dijalankan di Indonesia. sebagai umat Islam, demokrasi bukanlah cara memilih pemimpin menurut syariat. Kita disodori ungkapan suara rakyat adalah suara Tuhan. Kita diajak patuh pada ungkapan suara terbanyak layak menjadi pemimpin.
Menurut Islam, baik atau buruk itu merujuk pada syariat bukan kesepakatan manusia. Misalnya apakah boleh dijual minuman keras secara bebas di gampong? Jika diputuskan melalui suara terbanyak, bisa saja warga setuju jika pemilihnya mayoritas penjual dan pembeli minuman keras. Yang terbanyak belum tentu benar atau salah dan sebaliknya.
Siapa maling sesungguhnya? Mereka adalah legislatif dan kepala daerah yang telah menjaring suara terbanyak sehingga menduduki kursi parlemen atau orang nomor 1 di kabupaten/kota, provinsi hingga negara. Menuju gerbang wakil rakyat melewati tebing yang terjang bermandikan keringat bahkan darah. Bukan gampang menyandang predikat anggota terhormat atau lakap Bapak Bupati, Bapak Gubernur dan Bapak Presiden. Sejak awal mereka harus mempersiapkan uang untuk biaya operasional serta jaringan kerja.
Berapa biaya yang dibutuhkan untuk menjadi anggota dewan? Biaya yang dipikul oleh bakal calon anggota dewan minimal – mengutip berbagai pengalaman anggota dewan- untuk kabupaten/kota yakni sekitar Rp 1 miliar dan untuk menjadi anggota dewan tingkat provinsi setidaknya perlu Rp 5 miliar. Terakhir anggota dewan tingkat nasional paling sedikit Rp 7 miliar. Sejumlah biaya itu untuk operasional seperti biaya kunjungan bertemu warga, spanduk dan sebagainya. Bagi dewan dan kepala daerah yang terpilih, biaya yang dikeluarkan adalah investasi yang bisa kembali lagi ketika menjadi dewan atau kepala daerah. Dengan berbagai cara, anggota dewan dan kepala daerah bermental politisi maling – tidak semua anggota dewan dan kepala daerah berperilaku maling alias koruptor – akan mengerus uang rakyat.
Umat Islam di Indonesia sudah hidup dalam wadah demokrasi. Suka atau tidak kita harus ikut memperbaikin carut marut daerah dan negara ini melalui terjun ke kawah sistem pemerintah. Jika Anda mampu dari aspek ilmu dan modal, berjihadlah ke rimba politik untuk menghilangkan politisi maling serta membawa umat ke jalan kesejahteraan dalam ridha Allah SWT.
Nabi bersabda,”Barangsiapa di antara kalian yang melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangan, kalau tidak mampu dengan tangan, ubahlah dengan lisan, kalau tidak mampu dengan lisan, ubahlah dengan hati, dan mengubah kemungkaran dengan hati adalah selemah-lemah- nya iman.”