Gema JUMAT, 15 April 2016
Jika dilihat dari bangunannya masjid yang satu ini tampak biasa saja, namun jangan salah masjid ini menjadi rujukan. Banyak takmir masjid berkunjung ke masjid tersebut untuk melakukan studi banding. Hampir sebagian besar takmir masjid di Indonesia pernah mengunjunginya. Tak hanya itu, masjid ini juga pernah dikunjungi tamu dari Prancis, Jerman dan lain sebagainya.
Masjid Jogokariyan itulah namanya. Beragam kontribusi mampu diberikan kepada ummat Islam. Mulai dari pemberian ilmu agama hingga pemberdayaan ekonomi, sosial, pendidikan dan lain sebagainya. Namun keberhasilan tersebut ternyata bukan datang secara tiba-tiba, membutuhkan perjuangan yang panjang dan tidak mudah. Adalah Muhammad Jazir ASP salah seorang pelaku sejarah dalam pendirian masjid yang juga menjadi takmir Masjid Jagakariyan.
Diantara komunis
Masjid Jogokariyan berdiri pada 1966 tepatnya pada 20 September, dihari itulah dilakukan peletakan batu pertama. Pembangunan masjid tersebut diprakarsai oleh beberapa tokoh diantaranya Haji Zarkasyi, Amin Sahid, Abdul Manan, Haji Jazuri. Pergolakan politik saat itu menjadikan kondisi masyarakat terkena dampaknya.
“Banyak anak-anak tak berdosa yang ditinggal bapaknya, karena terlibat dalam kegiatan komunis. Mereka dibuang di Pulau Buru, ada yang di Nusakambangan,” ujar Muhammad Jazir.
Tujuan didirikannya masjid tersebut tak lain untuk membangun akhlak dan moral masyarakat Jogokariyan.
Luas masjid 660 m2. Awalnya tanah yang dibeli agak masuk kedalam kampung. Lantas para pendiri berinisiatif melakukan tukar guling dengan pemilik tanah yang berada dipinggir jalan sampai saat ini.
Karena belum ada pengurus masjid yang mampu membimbing secara keilmuan. Salah seorang pendiri mencoba untuk meminta bantuan beberapa mahasiswa IAIN Sunan Kalijaga yang berjumlah enam orang. Melalui mahasiwa tersebut anak-anak di kampung Jogokariyan mulai dibimbing perlahan tentang agama Islam. Selain belajar agama anak-anak juga dijari beragam ilmu seperti pramuka, drumband dan juga baris berbaris. Kegiatan tersebut diberi nama PAD (Pengajian Anak Djogokariyan).
“Tempaan kedisplinan (militer) itulah yang sampai saat ini kami rasakan” ujar Muhammad Jazir mengenang masa kecilnya.
Berdirinya masjid tersebut juga memberikan dampak positif yang begitu luas. Para mantan tahanan komunis juga tertarik untuk aktif di masjid. Hal itu terjadi lantaran setelah keluar mereka melihat anak-anaknya juga aktif di masjid.
Selain mengurusi masalah pengetahuan Islam peran masjid saat itu juga mengurusi masalah sosial seperti pengadaan makanan pokok. Pergulatan politik saat itu membuat banyak masyarakat yang susah untuk mendapatkan makanan yang layak.
Akhirnya pengurus masjid berjuang sekuat tenaga untuk mendirikan lumbung beras. Setelah itu didatalah semua penduduk Jogokariyan mulai yang beragama Islam, hingga yang belum melakukan shalat. Takmir masjid terus berupaya untuk mengajari shalat dengan memanggil ustadz yang berkompeten selain diberikan buku-buku panduan tata cara shalat. Alhamdulillah dengan program tersebut lambat laun jumlah penduduk yang melakukan jamaah shalat di masjid mulai bertambah banyak. Selain itu, program kesehatan juga diberikan secara Cuma-cuma. Jika ada orang yang sakit masjid berupaya untuk memberikan bantuan, hingga pasien tidak merasa terbebani. Dalam bidang pendidikan Masjid Jogokariyan juga sangat peduli yaitu dengan cara memberikan beasiswa kepada anak-anak masyarakat Jogokariyan.
Menarik jamaah
Seiring berjalannya waktu penyempurnaan administrasipun mulai dilakukan. Pembentukan pengurus masjid juga mempunyai rencana kerja yang cukup matang, Diantaranya dengan adanya program kerja perlima tahun. Tema program yang diusung pertama kali adalah “Menuju Jogokariyan Kampung Islami”. Program nyatanya diantaranya pengoptimalan masyarakat agar bersemangat dalam melaksanakan shalat shubuh berjamaah di masjid. Yaitu dengan cara memberikan undangan dan juga memberikan sajian minuman usai menjalankan shalat. Hal tersebut juga dilakukan usai menjalankan shalat Jum’at meski diberikan tambahan berupa roti. Selain itu, di dalam masjid juga diberikan alat absensi jari. Bagi empat jamaah yang paling aktif melaksanakan shalat berjamaah, pengurus masjid memberikan penghargaan berupa haji umrah gratis disetiap tahunnya.
Pemberian rasa aman nyaman dalam beribadah juga diberikan oleh pengelola masjid yaitu dengan adalanya pelayanan mengganti sandal atau sepatu yang hilang akan diganti dengan merk yang sama. Tak hanya itu hampir disemua sudut bangunan juga diberi alat pengontrol keamanan atau CCTV.
“Kami berharap orang yang melakukan shalat tidak memikirkan sandal atau sepatunya hilang. Maka kami berikan fasilitas keamanan. Namun jika masih hilang takmir siap menggantinya dengan merk yang sama” tambahnya.
Jika berkunjung ke Masjid Jogokariyan akan mendapatkan rasa nyaman, karena masjid selalu terbuka selama 24 jam. Fasilitas komputer gratis dan juga wifi juga diberikan Cuma-cuma kepada jamaah yang ingin menggunakan internet. Pemberian minuman gratis juga tersedia disamping beberapa kursi yang berjejer dibeberapa serambi masjid.
Jika dibanyak masjid menutup dan mengunci masjid serta menolak para bapak sopir becak ataupun pengamen yang menumpang mandi di masjid. Hal demikian tidak terjadi di masjid Jogokarian. Disana semua orang diberi fasilitas mandi secara gratis. Jumlah kamar mandi yang ada di Masjid Jogokariyan berjumlah 28 unit.
Bagi para musafi r yang membutuhkan penginapan pengelola juga memberikan fasilitas berupa tempat tidur gratis. Namun, bagi yang mempunyai rezeki lebih dan ingin beristirahat dengan nyaman. Masjid Jogokariyan juga memberikan falitas kamar sekelas hotel seperti AC, kamar mandi didalam serta TV LCD. Tarifnya pun sangat murah dibanding menginap di hotel, bahkan dengan memberikan infaq pun diterima. Jumlah kamar VIP disana berjumlah 11 kamar yang terletak dilantai dua bagian timur masjid. Layanan sepeda gratis juga disediakan bagi musafi r yang ingin berkeliling kota Jogja. Bagi penyandang difabel masjid juga memberikan fasilitas untuk berwudhu dan kursi sebagai tempat shalat.
Dengan manajemen yang tertata menjadikan Masjid Jogokariyan dipercaya bagi masyarakat Jogjakarta. Sehingga sumber dana yang diinfaqkan ke Masjid pun sangat besar. Setiap ada orang yang kehabisan ongkos pulang ke daerahnya Masjid Jogokariyan memberikan dana ongkos gratis sampai ke daerahnya, yaitu dengan cara membelikan tiket ke terminal sesuai dengan daerah yang dituju. Hal ini untuk menanggulangi penipuan dengan bermodal kehabisan ongkos pulang.
Peduli kemungkaran
Tahun 2000 perjudian di Yogyakarta sangat marak. Banyak orang terlibat dengan kemaksiatan tersebut. Melihat kondisi itulah, maka Muhammad Jazir sangat gerah sebab aparat terlihat seakan
tutup mata tutup telinga. Untuk itu dibuat semacam Satgas yang diberi nama Teroris kepanjangan dari (Tentara Orang Islam).
“Ada sekitar tujuh bandar judi yang saat itu sangat meresahkan. Tetapi aparat tak bisa berbuat apa-apa. Lantas saya berinisiatif membuat semacam Satgas untuk menangani masalah tersebut. Dengan mencari bandar judi tersebut dan kami bawa ke kantor kepolisian,” ujarnya.
Jumlah laskar yang dibentuk saat itu mencapai 50 orang. Selain berhasil membubarkan perjudian laskar tersebut juga mampu membubarkan sebuah pesta sex Gay di daerah Kaliurang. Namun, ternyata kepedulian dalam kemungkaran tersebut tak disambut positif sejumlah pihak. Bahkan saat itu Muhammad Jazir dituduh sebagai orang radikal yang bertindak main hakim sendiri oleh media koran sekuler atau pun LSM. Tuduhan itu tak membuatnya surut, bahkan dia berani mendatangi kantor koran ataupun LSM yang menuduhkan dengan mendatangi dan menceritakan tentang permasalahan yang ada. Alhamdulillah, dengan cara tersebut akhirnya orang-orang yang selama ini membencinya lambat laun mulai berubah dan mendukungnya.
Selain peduli pada kemungkaran laskar yang sekarang berubah nama menjadi Brigade Masjid juga berkontribusi aktif pada bencana alam, seperti gempa bumi di Jogja. Dan juga kegiatan sosial lainnya. “Anggota Brigade Masjid juga berasal dari pemuda masjid disini,” ujar Dani, Komandan Brigade Masjid.
Dakwah ekonomi
Dalam bidang ekonomi manajemen masjid mempunyai sebuah program baru yaitu dengan membuat Angkringan (menjual minuman dan makanan gorengan dalam gerobak). Hal ini dilakukan agar masyarakat tertarik untuk datang ke masjid. Setelah mau jajan di angkringan, maka perlahan-lahan bisa disisipi tentang ilmu-ilmu Islam. Dalam membuat gerakan tersebut pihak masjid juga menggandeng salah seorang saudagar muslim terkenal di Indonesia.
“Ada beberapa kota besar di Indonesia yang sudah berjualan angkringan Jogokariyan yang pertama adalah kota Kupang. Namun, ada dua syarat yang harus dilakukan yaitu makanan harus higenis dan tentunya halal. Yang kedua, harus ada da’i atau ustadz yang mendampingi di angkringan tersebut. Harapan kami, dakwah Islam bisa tersampaikan lewat angkringan tersebut,” ujar Muhammad Jazir, yang juga staf ahli UGM. (Sayed/Panjimas)