Gema JUMAT, 4 Desember 2015
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
“Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintupintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam putus asa”.(QS. Al-An’am ayat 44).
Ayat ini menerangkan bahwa Allah SWT sebelum menurunkan azab kepada sesuatu ummat, Allah SWT terlebih dulu memberikan peringatan, yaitu diutusnya risalah melalui para rasul yang mengemban tugas kenabian dan dakwah. Pesan kenabian ini tidak saja seruan untuk masuk ke dalam agama Allah, namun juga halhal yang berkaitan dengan urusan-urusan yang ada dalam agama dan kaitannya dengan kehidupan sosial suatu kaum. Rasul dan nabi inilah yang memberikan peringatan kepada mereka, namun sebagaimana disebutkan di atas, seringnya peringatan itu diabaikan oleh umat, serta Allah SWT menambah kelalaian mereka dengan mencurahkan segala bentuk kesenangan yang bersifat duniawi; harta berlimpah, kesenangan jasmani, hura-hura, foya-foya dan sebagainya yang cenderung semakin menjauhkan mereka dari peringatan yang telah diberikan. namun, semua kesenangan dan kenikmatan itu memiliki batas yang telah digariskan oleh Allah. Semua kesenangan itu akan dicabut oleh Allah SWT ketika orang-orang yang lalai tersebut masih bergelimang dengan kesenangan yang bersifat duniawi. Dan pada akhirnya Allah SWT memberikan siksaan kepada mereka dengan siksaan yang amat pedih dan tak ada bandingannya dengan kepedihan lain di dunia ini.
Peristiwa-peristiwa tersebut tergambarkan dengan jelas di dalam al-Qur’an, sebagai sumber informasi kebenaran sejati bagi orang-orang beriman. Silih berganti ayat al-Qur’an dalam berbagai surat-suratnya menceritakan kenikmatan-kenikmatan dan kesenangan yang berakhir dengan azab yang pedih. Untuk pertama kali kita dalam sejarah kenabian memahami bahwa apa yang diderita oleh kaum nabi nuh, kaum ‘Aad, kaum Tsamud, dan banyak lagi yang lainnya, merupakan kebenaran janji Allah SWT. Kita melihat bahwa Allah SWT mengazab mereka setelah kesenangankesenangan yang mereka nikmati dengan melalaikan peringatan dari Allah. Dalam ayat ini juga dinyatakan bahwa ketika azab Allah SWT diturunkan, membuat semua orang terdiam, tak berkutik, tak dapat menolak dan tidak dapat melakukan apapun, semuanya terdiam, terpaku dan tersisa penyesalan yang tak mungkin dapat dikembalikan dalam bentuk semula.
Janji Allah SWT tersebut tidak saja bagi kaum-kaum terdahulu, namun juga berlaku bagi semua kaum sepanjang zaman. namun, sering kali kita mengenyampingkan bahwa peristiwa atau azab berikut adalah janji Allah SWT yang pasti terjadi. Kita berpegang teguh dengan menyatakan bahwa hal tersebut adalah fenomena alam dan hal-hal yang tidak memiliki kaitan dengan dimensi ketuhanan dan keimanan. Allah SWT telah menyatakan bahwa tidak ada sesuatu apapun yang luput dari ke Maha Tahunya Allah SWT, tiada yang luput dari qadha dan qadar Allah SWT. Semua denyut dan gerakan alam, secara kasat ataupun tak kasat mata adalah dalam pantauannya.
Sebagai muslim, kita seharusnya dapat mengambil pelajaran dan i’tibar dari semua kejadian dan peristiwa yang terjadi baik di masa lampau, sekarang dan prediksi-prediksi yang akan terjadi bahwa semua hal tersebut memiliki kaitan dengan takdir Allah SWT. Seharusnya kita mawas diri, menginstropeksi kesenangan yang kita dapatkan, apakah kita dapatkan dengan cara yang halal atau haram, sehingga tidak menjadi sebab diturunkan azab, baik secara individu maupun dalam komunitas kita. Allah musta’an.