Gema, Edisi JUMAT, 24 Juli 2015
Tafsir : Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
“….Hanyalah yang memakmurkan masjid –masjid Allah ialah ornag-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan (tidak takut kepada siapapun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk..” (QS. AtTaubah 18).
Ayat ini mengetengahkan tentang orang-orang yang Allah tegaskan memiliki sifat-sifat utama tersebut layak untuk memakmurkan masjid. Adapun orang-orang yang tidak memiliki kriteria yang disebutkan di atas, maka kepengurusannya sebagai orang yang diamanahkan untuk memakmurkan masjid diragukan. Kriteria utama dalam berbagai dimensi keislaman dan keimanan seseorang, selalu dimulai dengan ‘orang-orang yang beriman’. Ini menunjukkan bahwa keimanan adalah ‘harga’ penghambaan yang mutlak. Tidak dianggap hamba yang dianugerahi berbagai gelar ketaqwaan dan sebagainya, jika mereka tidak memiliki kriteria keimanan atau tauhid.
Kriteria yang kedua adalah, orang-orang yang percaya kepada adanya Hari Akhir dengan berbagai rentetan kejadian sebelum dan setelahnya. Termasuk azab kubur, alam barzakh, kehancuran semesta, dibinasakan seluruh alam. Kemudian menjalani proses bangkit di alam akhirat, serta dikumpulkan di padang Mahsyar, ditimbang amalan dan terakhir mendapat kemenangan (syurga) atau kemalangan (neraka).
Kedua bentuk keimanan yang tersebut diatas hanya bisa dirasakan oleh pribadi dan sebagai rahasia dengan tuhannya. Karena keimanan tidak dapat dinilai, karena berada dalam hati, serta keimanan adalah labil. Artinya, keimanan bisa bertambah ataupun bisa berkurang. Dengan demikian, orang-orang yang dapat men’stabil’kan keimanannya, serta tidak goyah dengan rintangan apapun yang menghadang keimanan yang ada dalam dirinya.
Kemudian Allah menyatakan bahwa orang-orang yang memakmurkan masjid adalah orang-orang yang senantiasa menjaga shalatnya, baik dalam arti kuantitas (selalu melakukan shalat), maupun kuantitas (kekhusyu’an dalam shalat). Kemudian kriteria orang yang layak memakmurkan masjid adalah orang yang senantiasa mengeluarkan zakat, ketika sampai nisabnya.
Kriteria yang disebutkan terakhir dalam ayat tersebut adalah orang yang hanya takut kepada Allah, dan tidak gentar selain kepada-Nya. Ini adalah kriteria yang amat sulit di zaman sekarang. Pendirian seseorang terhadap kebenaran yang diyakininya, sering goyah begitu dihadapkan dengan ancaman, godaan dan sebagainya.
Dengan demikian, memakmurkan masjid dalam arti yang sebenarnya tidaklah mudah. Kriteria yang disebut di atas adalah kriteria yang langsung disampaikan oleh Allah, bukan oleh ahli syariat, sehingga cukup gamblang memahami dan mencerna maknanya. Namun, Allah dalam kebijaksanaan-Nya, selalu memberikan imbalan yang tidak terkira besarnya. Dalam ayat ini, Allah menyatakan, bahwa orang-orang tersebut akan mendapatkan ‘petunjuk’. Lalu petunjuk seperti apakah yang dijanjikan Allah itu? Tentu petunjuk itu sangat besar nilainya, berbanding lurus dengan beratnya kriteria yang Allah tentukan. Allahumma ihdina ila shiraathika al-mustaqiim.