Gema JUMAT, 31 Juli 2015
Oleh : Sayed Muhammad Husen
Mambangun masjid dan memakmurkannya adalah hal utama dikerjakan dalam pembangunan ummat Islam di Madinah, pada awal hijrah Rasulullah Saw. Masjid ketika itu simbol pembangunan Islam terintegrasi, yang tak memisahkan urusan dunia dan urusan akhirat. Semua aktivitas keummatan terpusat di masjid, mulai dari pembangunan sumber daya manusia, ekonomi (pasar), politik, hingga pengaturan strategi militer. Masjid pula sebagai pusat penguatan keimanan dan ketaqwaan.
Masjid sekarang ini merupakan identitas keacehan yang terus dibangun, direhab dan dimakmurkan, sehingga semakin hari masjid-masjid di Aceh semakin banyak jumlahnya dan baik pula pengelolaannya. Masjid-masjid di Aceh terus berbenah, sebagian lagi diperlebar, bahkan ada yang diruntuhkan untuk dibangun kembali, lebih luas dan arsitektur yang indah.
Masyarakat Aceh tak membedakan peran sipil (ummat) dan pemerintah (negara) dalam membangun dan memakmurkan masjid. Masing-masing berperan dengan otoritas dan fasilitas yang tersedia. Pihak sipil menggalang potensi keuangan dan sumber daya ummat yang ada, sementara negara mendukung dengan “kekuasaan” yang dimilikinya.
Dalam sepuluh tahun terakhir –seiiring pelaksanaan syariat Islam– peran negara di Aceh dalam membangun dan mamakmurkan masjid semakin baik. Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota seluruh Aceh mengalokasikan anggaran cukup besar untuk masjid. Anggaran itu untuk pembangunan fisik, rehab dan dukungan berbagai aktivitas keislaman berbasis masjid.
Demikian juga dengan peningkatan pembangunan Masjid Raya Baiturrahman (MRB). Masjid kebanggaan dan jantung hati muslimin Aceh ini, setiap periode kepemimpinan Aceh selalu mendapat perhatian besar, prioritas pembangunan/rehab dan penyediaan anggaran yang cukup. MRB benar-benar telah menjadi masjid negara dan bagian tak terpisahkan dari kekuasaan Aceh.
Karena itu, kita berkeyakinan, relasi negara dan masjid ini tak mengakibatkan manajemen masjid kehilangan ruhnya sebagai pemberi arah yang lurus dalam kehidupan ummat. Masjid haruslah tetap menjadi referensi ummat dalam beribadah, berislam dan bermuamalah. Masjid dibangun dan dimakmurkan hanya untuk kepentingan tertinggi: mendekatkan diri kepada Allah Swt. Masjid bukan stempel kekuasaan. Jadi, membangun dan memakmurkan masjid adalah pekerjaan yang tak pernah selesai, hingga kita menemukan kebahagian dalam ikhtiar mulia itu.