Gema JUMAT, 13 November 2015
Oleh: Murizal Hamzah
Hukum cambuk untuk penjudi layak diganti dengan mencuci masjid atau belajar ilmu agama. Cambuk untuk penjudi belum tentu mengubah perilaku penjudi. Mereka berubah jika dididik dengan ilmu dan timbul kesadaran. Mencambuk penjudi tidak berdampak pada perubahan pelaku sehingga perlu dicari formulasi seperti pembinaan dan pemberian pengetahuan agama. Dengan kata lain, cambuk hanya memberikan rasa malu lalu mengulang lagi kegiatan tersebut.
“Menurut saya pribadi, hukum cambuk ini tidak bagus karena tidak ada efek jera sama sekali. Hanya malu saja sebentar, kemudian mengulangi lagi perbuatan yang sama, lebih indahnya mereka itu kita didik bersama.” Demikian ungkap Bupati Aceh Utara Muhammad Thaib usai pelaksanaan eksekusi cambuk di Masjid Al Ikhlas Lhoksukon Aceh Utara, Jumat (6/11) sore.
Disebutkan, Muspida Aceh Utara melaksanakan hukuman cambuk berdasarkan Qanun Aceh (Nomor 13 tahun 2003 tentang Maisir), bukan kehendak Pemkab Aceh Utara. Cek Mad –sapaan akrab Muhammad Thaib – menyatakan qanun ini bukan disusun oleh Pemerintah Aceh Utara dan berharap ke depan dapat berubah. Pemkab Aceh Utara akan duduk bersama untuk membahas tentang persoalan qanun hukuman cambuk dan mengajukan revisi agar tata cara pemberian hukuman bisa lebih tepat.
“Sejak 2010-2014 tidak dilakukan hukuman cambuk karena tak ada kasus pelanggar syariat yang besar sehingga tidak ada pelaksanaan hukuman cambuk,” jelas Cek Mad.
Wacana mengganti hukum cambuk atau tidak menyelenggarakan hukum cambuk sudah dihelat oleh beberapa bupati di Aceh. Mereka berdalil, daripada menyelenggarakan hukum cambuk lebih bagus diupayakan penyelesaian di tingkat gampong serta kondisi ekonomi rakyat yang belum stabil. Jadi tidak perlu diselenggarakan pentas cambuk.
Di sisi lain, pelaksanaan hukum cambuk menguras jutaan rupiah untuk biaya sewa pentas, honor algojo, honor panitia dan lain-lain.
Menanamkan kesadaran lebih efektif daripada memberik hukuman cambuk yang bikin malu pelaku sesaat. Setelah itu seperti kata Cek Mad, pelaku mengulang lagi bermain judi agar cepat kaya. Padahal yang namanya berjudi lebih sering bikin pelaku miskin.
Pada awalnya, hukum cambuk yang pertama diadakan di Biruen pada pertengahan 2005 tidak memberikan hukuman kurungan kepada pelaku.
Kini, mereka yang akan dicambuk akan dijebloskan ke penjara hingga tiba masanya dicambuk. Alasan ditahan agar yang akan dicambuk tidak kabur pada hari pelaksanaan pencamukan.
Jika divonis dicambuk enam kali lalu menjalanani hukuman sebulan di penjara, maka hukum cambuk itu menjadi lima kali karena dipotong satu bulan masa tahanan. Bila menjalani hukuman penjara selama tiga ata enam bulan, bisa saja yang akan dicambuk tidak dicambuk karena sudah terpotong dengan masa penahanan. Pelaksanaan hukuman badan ini sama dengan pelaksanaan KUHP warisan kolonial Belanda. Padahal pelaksanaan hukuman cambuk tanpa ditahan adalah solusi agar pelaku bisa mencari rezeki. Hukuman inilah yang membedakan dengan hukuman yang diselenggarakan oleh negara Barat.
Wacana menganti hukum cambuk seperti yang dilontarkan oleh Cek Mad untuk kasus main judi dengan membersihkan masjid atau belajar layak diperhatikan sebagai bentuk kesadaran.