Hadirin sidag jamaah juma’t yang mulia,
Sebagai orang yang beriman marilah kita selalu memuji Allah SWT, Zat Yang Maha terpuji dan selalu bersyukur atas limpahan Rahmat serta karuniaNya yang pasti tidak akan mampu kita menghitung jumlahnya apalagi nilainya, Allah menjanjikan tambahan nikmat bagi mereka yang bersyukur dan mengancam dengan azab yang sangat pedih bagi yang mengkufurimya,
Hadirin yang mulia,
Mengajak kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar merupakan perkara yang telah Allah SWT wajibkan atas kita ummat Nabi Muhammad SAW, hal ini Allah SWT tegaskan dalam Surah Al-Imran ayat 104 ( Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung). Pada ayat ini terdapat redaksi berupa lamul amri bersama fiil mudhari’ maka ayat ini mengandung perintah harus ada diantara kalian orang-orang yang menyeru kepada kebaikan, menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Terjadi kesepakatan para ulama bahwa hukum amar ma’ruf dan nahi mungkar adalah wajib, hanya saja mereka berbeda pendapat apakah bersifat wajib ain atau wajib kifayah. Mayoritas ulama berpendapat bersifat wajib kifayah dengan argument ayat min pada ayat tadi bermakna tabi’dhiyah (sebagian) dan kerja amar ma’ruf nahi mungkar harus dikerjakan oleh orang yang paham mana yang ma’ruf dan mungkar menurut Islam, ada juga sebagian ulama berpadapat bersifat fardhu ain yaitu wajib wajib atas setiap orang menurut kemampuannya. Sekalipun manyoritas ulama berpendapat fardhu kifayah namun Syech Wahbah az-Zuhaily dalm kitab tafsirnya al-munir jilid 2 hal 355 mengatakan bahwa hukum fardhu kifayah ini tidak menghalangi keumuman kewajiban mencerah kemungkaran oleh setiap muslim menerut kesempuaannya bila melihat atau mengetahui kemungkaran. Hal ini berdasarkan hadist Shaheh muslim dari Abi Said al-Khudri berkata: saya telah mendengar Nabi saw bersabda: “Siapa saja dari kalian telah melihat suatu kemungkaran maka ia harus segera mencegahnya dengan tangannya, apabila tidak mampu maka dengan lidahnya dan apabila tidak mampu maka dengan hatinya, yang demikian itu adalah selemah-lemah iman (H.R.Muslim).
Hadirin yang mulia.
Hadist Riwayat Imam Muslim diatas bila kaitkan dengan mmomentum pilpres dan pileg maka orang-orang yang mempunyanyi hak pilih pada tgl 14 februari 2024 akan dituntut secara agama untuk menggunakan haknya secara benar dengan niat menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Orang yang punya hak pilih diberikan haknya secara undang-undang untuk menentukan pilihannya secara langsung, bebas dan rahasia. Pada waktu memilih seseoarang dengan tangannya bukan lisan, dan hati akan menentukan untuk lima tahun kedepan di atas bumi republik yang kita cintai ini akan banyak tersebar kemungkaran atau kemakrufan. Kenapa demikian, karena setelah bergulirnya reformasi sampai sekarang di Republik ini ada dua kekuasaan yang besar perannya dalam menentukan arah dari berbagai kebikan dan implementasinya, yaitu eksekutif dan legislatif, maka apabila di dua Lembaga strategis ini diisi oleh orang-orang dhalim dengan cara-cara yang bathil, maka besar kemungkinan mereka akan mempraktekan berbagai kebathilan dan kedhaliman baik dalam kebijakan maupun implementasinya karena orang-orang dhalim tidak takut melakukan dosa. Tentu sebaliknya apabila di dua Lembaga ini diisi oleh orang-orang shaleh maka berbagai kebijakan yang dibuat akan diperhatikan azas keshalehannya begitu juga dalam implementasinya. Oleh karena besarnya peran dan fungsi Lembaga eksekutif dan legifkatif dalam menentukan Nasib rakyat, bangsa dan negara maka Islam memberikan tuntunan dalam memilih pemimpin dan wakil rayat yang disebut dalam kajian fiqih siyasah Ahlul Halli wa al-aqdi agar terwujud pemimpin yang baik dan wakil-wakil rakyat yang baik. Para ulama berdalil dengan dua ayat dalam al-quran yang menuntunkita dalam memilih Pertama Surah Yusuf ayat 55 ( Berkata Yusuf: “Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan”.) dan Surah Al-qashas ayat 26: (Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”.)
Kedua ayat tadi menuntun kita agar dalam memilih orang yang kita beri pekerjaaan dan jabatan maka dua hal yang harus dilihat yaitu kapasitas dan integritas. Presiden, Gubernur dan Bupati/Walikota diangkat oleh rakyat dan digaji oleh rakyat, begitu juga para wakil rakyat, maka ketika memilih harus melihat kepada kedua kriteria yang disebutkan Allah SWT pada dua ayat tadi.
Hadirin yang mulia.
Pertanyaan penting adalah apakah masyarakat kita di negeri syariat ini dalam menggunakan hak pilih mengikut tuntunan Allah SWT dengan menilai dua aspek dari seorang calon atau memilih berdasarkan pikiran dan nafsunya. Fakta dilapangan berdasarkan hipotesa awal menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat yang mendasari pilihannya atas pemberian sesuatu baik berupa uang, sembako dll. Kondisi ini diakui oleh ketua MPR RI Bambang Soesatyo dalam pelunjuran bukunya di Jakarta beliau mengatakan Indonesia saat ini terjebak dalam demokrasi transaksional yang membahayakan, beliau menggunakan Bahasa Jawa dengan ungkapan uangne piro suarane piro, artinya mau suara berapa uangnya berapa. Beliau khawatir dengan kondisi ini karena lembaga staregis negara akan diisi oleh mereka yang punya modal atau yang dimodali orang lain dengan sistem transaksional sehingga orang-orang baik tidak bisa lagi masuk karena tidak punya modal dan tidak mau cara transaksional.
Hadirin yang mulia.
Bila cara memilih pemimpin dan wakil rakyat melalui money politik dan tidak mengacu kepada tuntunan syariat maka banyak sekali pelanggaran yang dilakukan baik secara agama maupun secara undang-undang, diantaranya ketika memilih pemimpin atas dasar diberi suatu ini artinya sogok-menyogok, perbuatan ini jelas ijma” para ulama hukumnya haram termasuk memakan harta orang lain secara bathil. Dalam hadist Riwayat Imam Ahmad Nabi SAW melaknat yang memberi sogok dan yang menerima sogok serta yang menjadi perantara (H.R.Ahmad). Komite tetap fatwa Kerajaan Arab Saudi telah memfatwakan haram pemberian dan penerimaan hadiah dari calon yang ikut pemilihan legislatif, fatwa nomor 7245 yang berbunyi: perbuatan calon anggota legislatif yang memberikan sejumlah harta kepada rakyat dengan tujuan agar mereka memilihnya termasuk risywah dan hukumnya haram. Sogok-menyogok dalam pemilu disebut money politik dan dilarang secara undang-undang pemilu bahkan seorang calon yang terpilih bisa dibatalkan kalau terbukti mlakukan money politik. Lembaga KPK meminta masyarakat untuk melaportan bila ada terjadi politik dalam pemilu, hal ini disampaikan oleh deputi Pendidikan dan peran serta Masyarakat KPK Wawan Wardiana.
Hadirin yang mulia.
Kalau masyarakat dalam memilih pemimpin dan wakil rakyat secara transaksional maka sesungguhnya yang pertama merusak tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah masyarak itu sendiri, maka kalu di republik ini masih banyak pratek korupsi ini sesungguhnya sesuatu yang telah dikondisikan oleh masyarakat itu sendiri. Kita berharap hadir masyarat yang mengikuti tuntunan yariat dalam memilih pemimpin dan wakil mereka yaitu dengan melihat kepada dua aspek kapasitas dan integritas dan menolak pratek politik uang.