GEMA JUMAT, 23 FEBRUARI 2018
Tenaga Falakiyah, Hisab dan Rukyat di Kanwil Kementrian Agama Aceh Tgk Alfi rdaus Putra SHI MH, menyebutkan ada beberapa penyebab mengapa arah kiblat masjid dan meunasah keliru. Pertama, penentuan
kiblat berdasarkan arah matahari tenggelam di sebelah barat, padahal arah matahari tenggelam tidak selalu sama, tetapi selalu bergeser ke arah utara sebesar 23,5 derajat atau ke selatan sejauh 23,5 derajat juga.
Kedua, penentuan arah kiblat dengan menggunakan peta datar. Penggunaan segitiga 22 derajat pada peta datar hanya menunjukkan angka 16 derajat pada segitiga bola.
Ketiga, penentuan arah kiblat dengan menggunakan kompas yang tidak standar atau menggunakan kompas tetapi salah pada angka kemiringan ke utara yang di gunakan, seharusnya untuk aceh kemiringannya adalah 22 sampai dengan 24 derajat. Terkadang masyarakat hanya mengambil angka 10-20 dengan anggapan sudah miring dari arah barat ke kanan.
Keempat, kesalahan pada teknisi pembangunan dalam pembuatan bowplang, kadang kala arahnya sudah benar, tetapi karena bowplangnya tidak sempurna ketika digeser, maka hasilnya pun tidak akurat. Kelima, jarak dari Banda Aceh ke ka’bah adalah 6.231 KM secara garis lurus. Karena jarak yang terlalu jauh setiap pergeseran 1 derajat, yang terjadi dapat membuat kemiringan sebesar 90 sampai dengan 110 kilometer per 1 derajat.
Namun, perlu diketahui, gempa dan tsunami tahun 2004 tidak menyebabkan perubahan kiblat karena pergeseran yang terjadi adalah lempeng bagian dalam bumi. “Gempa yang menyebabkan perubahan kiblat apabila terjadi pergeseran pada kerak bagian atas bumi,” terangnya. Zulfurqan

