Setelah Dilantik Pengurus Badan Wakaf Indonesia (BWI) Provinsi Aceh periode 2018-2021 di Pendopo Gubernur Aceh, tahun 2018 Lalu, oleh Ketua Badan Wakaf Indonesia (BWI) Pusat, Prof Dr Ir Muhammad Nuh DEA.
Ketua BWI Pusat Prof. Muhammad Nuh dalam sambutannya mengatakan, pengurus yang dilantik supaya segera menginventarisir masalah-masalah perwakalan dan merumuskan solusinya. BWI dapat memulai dengan meningkatkan jumlah wakif baru, meningkatkan kapasitas nadzir hingga profesional, dan memanfaatkan teknologi informasi dalam mengembangkan wakaf di Aceh.
Dalam kesempatan itu Muhammad Nuh juga mengharapkan pengurus BWI hendaknya terdiri dari orang-orang yang menyelesaikan masalah, bukan menciptakan masalah. Tidak menciptakan kekhawatiran, namun senantiasa optimis dalam bekerja, beramal dan mengurus wakaf.
Nazir Minim Literasi Wakaf
Sekretaris BWI Aceh Drs Azhari, Kepada Gema Baiturrahman, Kamis (09/12) mengatakan bahwa Pengurus BWI Kabupaten Kota di Aceh sudah terbentuk sebanyak 20 kabupaten Kota, sedangkan yang sudah dilantik sekitar 18 Kabupaten/kota.
Sesuai dengan amanah Ketua BWI Pusat, kata Azhari, untuk periode 2018-2021 sudah harus terbentuk sekitar 20 pengurus. “Dari 20 pengurus, sudah dilantik 18, dua lagi yakni, Aceh Tamiang dan Aceh Tenggara akan segera kita lantik,” jelasnya.
Sedangkan tiga daerah lain yang belum terbentuk pengurus BWI adalah Kabupaten Pidie Jaya, Bireun dan Abdya.
Ia menjelaskan, proses pembentukan BWI di kabupaten/kota adalah dengan proses musyawarah. Kemudian, hasil musyawarah diserahkan ke pihak BWI Provinsi, untuk diserahkan ke pengurus BWI Pusat. “BWI Kabupaten/kota dan Provinsi SK-nya dari Pusat. Jadi, kita hanya membuat pengantar saja,” kata Azhari.
Ditanya soal kewenangan Baitul Mal Aceh dan Posisi BWI dalam wakaf, ia kembali menjelaskan, tugas dan wewenang BMA dengan BWI tidak ada yang over lap (tumpeng tindih). Alasannya, potensi dan wilayah garapan wakaf di Aceh sangat luas. Apalagi, banyak nazir wakaf di Aceh yang masih kekurangan literasi tentang wakaf.
Jadi, BWI dan Baitul Mal prinsipnya saling mengisi kekosongan, kalua di BWI punya data tentang wakaf, Baitul mensupport dengan anggaran untuk memproduktif sejumlah wakaf yang berpotensi maju dan berkembang. Keduanya sama-sama punya tugas membina para nazir, baik Nazir yayasan atau yang berbadan hukum.
Membina dan Advokasi Nazir
Lebih lanjut, Ketua Badan Wakaf Indonesia Kota Sabang, Tgk Hamdani A Jalil mengatakan, tugas dan wewenang Badan Wakaf Indonesia (BWI) Berdasarkan Pasal 49 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, ada enam tugas dan wewenang, pertama yaitu, melakukan pembinaan terhadap nazhir dalam me-ngelola dan mengembangkan harta benda wakaf. Kedua,elakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional.
Tugas ketiga BWI adalah, memberikan persetujuan dan atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf. Keempat, memberhentikan dan mengganti nazhir. Sedangkan kelima, memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Terakhir, memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan.
Kemudian, kata Tgk Hamdani, melalui Peraturan BWI Nomor 1 Tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Wakaf Indonesia, BWI menjabarkan tugas dan wewenangnya sekitar sepuluh, yaitu membina nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, membuat pedoman pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf.
Selanjutnya, mengelolaan dan mengembangkan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional serta harta benda wakaf terlantar. Juga bagian dari tugas dan wewenangnya adalah memberikan pertimbangan, persetujuan, dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf.
Kemudian, memberikan pertimbangan dan/ atau persetujuan atas penukaran harta benda wakaf. Memberikan saran dan pertimbangan kepada Pemerintah dalam penyusunan kebijakan di bidang perwakafan. Menerima, melakukan penilaian, menerbitkan tanda bukti pendaftaran nazhir, dan mengangkat kembali nazhir yang telah habis masa baktinya.
Memberhentikan dan mengganti nazhir bila dipandang perlu, dan Memberikan saran dan pertimbangan kepada Menteri Agama dalam menunjuk Lembaga Keuangan Syariah Penerima Wakaf Uang (LKS-PWU), Serta, pengurus BWI menerima pendaftaran Akta Ikrar Wakaf (AIW) benda bergerak selain uang dari Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW).
Senada dengan Azhari, Tgk Hamdani juga berpandangan bahwa dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya BWI bekerja sama dengan Kementerian Agama , dalam hal ini Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Majelis Ulama Indonesia, Badan Pertanahan Nasional, Bank Indonesia, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Islamic Development Bank, dan berbagai lembaga lain. “Tidak tertutup kemungkinan BWI juga bekerja sama dengan pengusaha atau investor dalam rangka mengembangkan aset wakaf agar menjadi lebih produktif,” paparnya.
Terkait tentang pembagian tugas dgn Baitul Mal, sebagaimana telah diatur dalam Qanun Aceh nomor 10 thn 2018 tentang Baitul Mal diberikewenagan, pertama Sebagai nazir (kelembagaan). Kedua, Mengembangkan aset wakaf yg ada di aceh untuk.menjadi produktif
Begitu pula, BWI perwakilan kabupaten/kota dapat bekerja sama dengan instansi terkait, lembaga keuangan,pihak ketiga lainnya serta juga harapannya ada dukungan dari pemerintah daerah sehingga tercapainya tujuan dari makna wakaf yaitu kesejahteraan ummat yang penggunaanya sesuai dgn ikrar wakaf itu sendiri. (marmus)