Gema JUMAT, 4 Desember 2015
Oleh : Sayed Muhammad Husen
Hasan Tiro adalah tokoh besar Aceh kelahiran Pidie, 25 September 1925 dan meninggal di Banda Aceh pada usia 84 tahun, 3 Juni 2010. Dia adalah pendiri Gerakan Aceh Medrdeka (GAM), sebuah gerakan yang hampir 30 tahun memperjuangkan kemerdekaan Aceh dari Indonesia. Gerakan itu resmi berdamai lewat perjanjian Helsinki 15 Agustus 2005. Hasan Tiro dianggap Wali, karena dia adalah keturunan ketiga Tgk Chik Ditiro, pahlawan nasional.
Hasan Tiro berasal dari keluarga terpadang di Tiro, Kabupaten Pidie. Dia kuliah di Yogyakarta dan pernah melawan Belanda saat Revoluasi nasional. Kemudian, melanjutkan belajar di Amerika Serikat dan bekerja paruh waktu pada Misi Indonesia untuk PBB. Saat belajar di new York (1953), dia mendeklarasikan dirinya sebagai menteri luar negeri untuk gerakan perlawanan Darul Islam, yang di Aceh dipimpin Daud Beureueh.
Menurut Wikipedia, karena aksi ini, Hasan Tiro dicabut kewarganegaraan Indonesia dan menyebabkan dia dipenjara di Penjara Ellis Island sebagai warga asing ilegal. Darul Islam berakhir dengan perjanjian damai pada 1962, yang kemudian Aceh mendapat status Daerah Istimewa.
Tokoh besar Aceh lainnya adalah Daud Beureueh yang lahir di Beureu’eh, Kabupaten Pidie, pada 17 September 1899. Meninggal 10 Juni 1987 pada usia 87 tahun. Dia mantan Gubernur Aceh dan pejuang kemerdekaan Indonesia, tokoh kontroversial yang populer di kalangan masyarakat. Daud Beureueh melakukan pemberontakan kepada pemerintah Indonesia dengan mendirikan negara Islam Indonesia. Itu dilakukan akibat ketidakpuasannya terhadap pemerintahan Soekarno.
Dua tokoh besar ini tak dapat dipisahkan dilihat dari spirit perjuangan, ideologi dan keberpihakan mereka terhadap pemberlakuan syariat Islam secara kaffah. Dari koreksi total mereka terhadap pemerintah pusat di Jakarta untuk menjamin terciptanya keadilan, pengakuan martabat keacehan dan mempercepat terwudnya kesejahteraan rakyat. Mereka berjuang bukan untuk diri sendiri, tapi demi kepentingan yang lebih besar dan jangka panjang.
Karena itulah, ketika setiap tahun Milad GAM diperingati, kita mengingatkan kembali bahwa kedua tokoh besar Aceh ini adalah inspirasi bagi pembangunan dan pemajuan Aceh. Kita dapat menggali lebih dalam lagi nilai-nilai dan semangat yang diwarisi mereka dalam membebaskan Aceh dari rasa rendah diri pada daerah dan bangsa lain.