Gema JUMAT, 13 November 2015
Oleh: H. Basri A. Bakar
“Sesungguhnya, kemarahan itu berasal dari syaitan, dan syaitan tercipta dari api. Dan sesungguhnya api itu dapat dipadamkan dengan air. Jika salah seorang di antara kalian marah, maka berwudhu’lah.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Rasa marah adalah salah satu “anugerah” yang diberikan Allah kepada kita, bahkan sudah menjadi fi trah manusia memiliki rasa marah itu, justru itulah salah satu cirri manusia normal. Namun rasa marah seringkali dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif dan jelek dalam persepsi seseorang. Kemarahan adalah kunci dari semua pintu-pintu kejahatan, dan kunci dari sikap arogansi.
Ketika suatu hari datang seorang Badui kepada Rasulullah SAW dan berkata kepada beliau:”Berilah wasiat kepadaku”. Nabi SAW berkata kepadanya dengan satu kata yang diserukan oleh para ilmuwan Barat hari ini setelah mereka menemukan apa yang dikandung di dalamnya berupa rahasia-rahasia, manfaat dan arahan-arahan. Kata itu adalah “Jangan marah” yang beliau ulang berkali-kali sampai-sampai terbayang di pikiran orang Badui tersebut kalau Islam itu terkumpul dalam satu ungkapan yang indah ini, yaitu “Jangan marah”.
Empat belas abad lalu, Rasulullah menganjurkan ummatnya agar mampu mengendalikan marah. Dan hari ini, di abad dua puluh satu, para dokter di Inggris menyerukan hal yang sama, karena mereka menemukan solusi untuk masalah mereka. Sejumlah dokter Inggris memperingatkan tersebarnya fenomena hilangnya kemampuan kontrol hati. Mereka menekankan bahwa hal itu terhitung sebagai masalah besar, meskipun ada yang menganggap bahwa hal itu tidak membutuhkan pengobatan. Para dokter tersebut mengatakan bahwa ketidakmampuan mengendalikan amarah telah menjadi fenomena yang berkembang dan menyebabkan kenaikan jumlah tindak pidana dan disintegrasi (perpecahan) keluarga, di samping masalah-masalah kesehatan, baik fisik maupun mental.
