Gema, edisi, Jumat 30 Januari 2015
“Maka celakalah bagi orang-orang yang shalat, (yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya, orang-orang yang berbuat riya’, dan enggan (menolong dengan) barang berguna”. (QS. Al Maa’un : 4 – 7)
Secara bahasa, riya’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada orang lain. Adapun secara istilah yaitu melakukan ibadah dengan niat dalam hati karena manusia, dunia yang dikehendaki dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT. Definisi lain menyebutkan riya’ adalah melakukan ibadah karena berharap kepada manusia supaya mendapat keuntungan darinya berupa pujian dan penghormatan.
Fudhail bin Iyadh berkata: “Beramal karena manusia adalah syirik, meninggalkan amalan karena manusia adalah riya’ dan dengan ikhlas Allah menyelamatkanmu dari keduanya”
Riya’ itu ada yang tampak dan ada pula yang tersembunyi. Riya’ yang tampak ialah yang dibangkitkan amal dan yang dibawanya. Yang sedikit tersembunyi dari itu adalah riya’ yang tidak dibangkitkan amal, tetapi amal yang sebenarnya ditujukan bagi Allah menjadi ringan.
Yang lebih tersembunyi lagi adalah yang tidak berpengaruh terhadap amal dan tidak membuat pelaksanaannya mudah, namun biasanya tetap bersemanyam di dalam hati. Noda-noda riya’ yang tersembunyi banyak sekali ragamnya. Selagi seseorang menyadari dirinya yang terbagi antara memperlihatkan ibadahnya kepada orang lain dan antara tidak memperlihatkannya, maka di sini sudah ada benih-benih riya’. Tapi tidak setiap noda itu menggugurkan pahala dan merusak amal. Semoga kita tergolong orang-orang yang ikhlas, jauh dari sifat riya. Karena ibadah yang dilakukan dengan riya’ sekalipun kecil, maka kemungkinan akan ditolak.