Oleh : Murizal Hamzah
alHaMdUlillaH Jumat lalu bertepatan dengan Idul Fitri. Usai shalat Idul Fitri, umat Islam melaksanakan Shalat Jumat. Ada pendapat tidak perlu lagi Shalat Jumat jika telah Shalat Idul Fitri namun tetap Shalat Dhuhur. Di sisi lain, ada yang berpendapat tetap menunaikan Shalat Jumat. Di antara Dalam hal ini, umat dapat bertanya kepada alim ulama atau membaca buku-buku.
Umat sering memaknai Idul Fitri yakni kembali menjadi suci. Merujuk buku-buku yang mengupas perihal Idul Fitri, terungkap bahwa Idul Fitri bukan kembali kepada kesucian tetapi Hari Raya Makanan. Satu lagi hari raya dalam Islam yakni Idul Adha yang tidak diterjemahkan kembali kepada Adha.bukan kembali kepada hewan qurban. Idul Adha artinya Hari Raya Qurban (hewan sembelihan).
Maka pada Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal umat diharamkan berpuasa. Justru diwajibkan untuk makan-makan. Malahan sunnah makan sebelum Shalat Idul Fitri. Dengan berzakat yang harus dibayar sebelum Shalat Idul Fitri, maka semua warga dapat makan pada hari yang mulia tersebut.
“Rasulullah Saw tidak keluar pada hari Idul Fitri hingga beliau makan, sedangkan pada hari Raya Qurban beliau tidak makan hingga kembali (dari masjid) lalu beliau makan dari sembelihannya”. (HR Tirmidzi, Ahmad).
Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha dan lain-lain akan selalu menjumpa umat secara berkala. Sebaliknya, umat tidak bisa menikmati Ramadhan, Idul Fitri, Idul Adha dan sebagainya karena dibatasi oleh usia hingga ajal menjemputnya. Kita sudah melewati rutinitas ini berpuluh tahun. Kadangkala kita merasa ibadah Ramadhan tahun lalu lebih baik daripada Ramadhan tahun ini. Lalu pada Idul Fitri dan Idul Adha kita memohon maaf baik melalui media sosial. Ghalibnya kita meminta maaf bukan di tempat kita beraktivitas/bergaul. Bahasa kasarnya, bikin kesalahan/dosa di kota namun minta maaf di gampong ketika mudik.
Hakikat memohon maaf harus menyentuh ke relung hati. Memberi dan menerima maaf berkaitan dengan qalbu dan keikhlasan. Inti meminta dan menerima maaf pada kemampuan menjalan
inya. Menyadari tidak ada manusia yang sempurna yang luput dari kesalahan dan dosa. Kita berharap, melalui momentum Idul Fitri dapat membangun jiwa-jiwa yang penuh keikhlasan dalam beraktivitas.
Harus diakui, salah satu hal yang paling sulit dilakukan yakni meminta dan memberi maaf. Hal ini gampang diucapkan dan ditulis leh siapa pun dan butuh komitmen untuk melaksanakannya. Malahan kadangkala kita mewariskan dendam sehingga orang lain pun tahu hal jelek tersebut.
“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh.” (QS. Al-A’raf 7:199).
Sudah selayaknya, kita jadikan 1 Syawal sebagai Hari Kemenangan bagi umat yang telah melewati bulan pelatihan sebulan penuh. Kemenangan itu milik siapa saja yang mengamalkan ibadah puasa dan amalan-amalan sunnah. Jika tujuan berpuasa untuk meraih titel taqwa sebagaimana pesan Al-Baqarah 183, maka realiasisanya tercermin pada bulan-bulan selanjutnya.
Mari kita jadikan 1 Syawal sebagai Hari Kemenangan dengan terus menjaga kemenangan tersebut. ya kemenenagan seperti kebajikan yang telah kita lakukan selama Ramadhan. Bila selama Ramadhan kita relatif bisa menahan diri dari berbagai munkar, maka sudah semestinya sifat-sifat selama Ramadhan bisa dilanjutkan pasca Ramadhan. Ya kadang kala, mempertahankan kemenangan itu lebih melelahkan daripada meraih kemenangan.